Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 25 September 2018

Defisit yang Benar//Tanggapan Polda Metro Jaya (Surat Pembaca Kompas)


Defisit yang Benar


Badan Penyelenggara Jaminan Sosial patok biaya, sebagaimana dikutip Alek Kurniawan dalam opini (11/8/2018), adalah cerita seorang dokter yang belum paham regulasi Jaminan Kesehatan Nasional, termasuk di dalamnya pembiayaan dengan tarif Indonesia-Case Based Group.

Di samping cerita itu, ribuan dokter mencoba memahami cara kerja JKN pada 2.400-an rumah sakit dengan akumulasi kunjungan berobat 105,7 juta orang sepanjang 2014-awal 2018, termasuk untuk pengobatan katastrofik, seperti jantung, kanker, gagal ginjal, stroke, talasemia, hepatitis, leukemia, dan hemofilia. Ini di luar 243 juta kunjungan di 22.000 puskesmas, klinik, dan praktik dokter.

Sampai akhir 2018, defisit terus membayangi JKN, setiap bulan Rp 800 milar-Rp 1 triliun. Apakah defisit itu sepenuhnya untuk membiayai manfaat bagi peserta JKN sesuai dengan UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)? Tampaknya tidak. Pembiayaan selama ini, termasuk pasien dengan iuran ke BPJS berdasarkan pilihan kelas 3, 2, dan 1 di rumah sakit, jauh dari prinsip ekuitas dan "kelas standar" yang dimaksud Pasal 19-23 UU SJSN.

Apa rumusan "kelas standar JKN"? Pertama, layanan manfaat yang memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang aman untuk pasien dan profesional. Kedua, menggunakan pembiayaan fasilitas kesehatan berjenjang dengan kapitasi sesuai dengan kondisi daerah, menggunakan tarif INA CBG bagi rumah sakit, dengan obat Fornas. Ketiga, satu ruang untuk lima tempat tidur dan selama menggunakan kelas standar tak ada urun biaya, kecuali terhadap layanan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan layanan. Keempat, pasien yang ingin selain kelas standar berhak urun biaya dengan membayar langsung ke rumah sakit dan/atau memiliki polis asuransi.

Usul rumusan di atas merupakan kepatuhan terhadap UU SJSN yang menjadi landasan hukum JKN dan tertuang dalam peta jalan yang ditandatangani presiden pada 2014. Untuk itu, Dewan Jaminan Sosial Nasional dan Kementerian Kesehatan mohon mengkaji ulang pembiayaan (iuran) JKN dengan data pelaksanaan 4,8 tahun JKN yang tersimpan rapi di BPJS Kesehatan.

Odang Muchtar, Anggota Tim Persiapan UU SJSN 2011

 

Tanggapan Polda Metro Jaya

Harian Kompas terbitan Selasa (18/9/2018) memuat tulisan Tanoe Wijaya dalam rubrik Surat Kepada Redaksi, "Untuk Kapolda Metro Jaya". Ia mengeluhkan para pengendara sepeda motor yang melawan arus dan dibiarkan oleh petugas.

Redaksi menambahkan bahwa ada puluhan surat pembaca dengan keluhan serupa di sejumlah tempat di Jakarta.

Menanggapi itu, kami sampaikan hal-hal berikut.

Prinsip keamanan, keselamatan, dan ketertiban lalu lintas memang belum dipahami sebagai budaya bangsa. Di sisi lain, sistem-sistem yang berkaitan dengan kendaraan bermotor, pengemudi, dan penegakan hukum masih manual dan parsial.

Saat ini, Polda Metro Jaya sedang menyiapkan tilang elektronik (e-TLE) untuk mengawasi pengguna jalan.

Perlu diketahui bahwa dalam kurun Januari-Agustus 2018 tercatat 617.415 pelanggaran dengan jumlah pelanggaran melawan arus 90.322.

Untuk mengatasinya, Polda Metro Jaya menempatkan anggota pada pagi, siang, dan malam hari di titik-titik yang dianggap paling sering terjadi pelanggaran. Selain itu, dilaksanakan pula patroli dan imbauan kepada masyarakat agar menaati peraturan yang berlaku dengan tertib berlalu lintas.

Terima kasih atas masukan yang disampaikan. Kiranya hal itu menjadi atensi bagi kami untuk evaluasi dan koreksi agar dapat mengedukasi masyarakat sehingga peristiwa tersebut tak terulang kembali.

Raden Prabowo Argo Yuwono, Komisaris Besar Polisi, atas nama Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Kabid Humas


Kompas, 25 September 2018

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger