Kekerasan terhadap etnis Rohingya di Myanmar merupakan persoalan konkret yang menuntut penyelesaian segera dari PBB. Ratusan ribu warga etnis Rohingya meninggalkan kampung halaman akibat kekerasan yang dilakukan militer.

Warga Rohingya kini terkatung-katung di kawasan perbatasan di Bangladesh, dengan ketidakjelasan masa depan mengimpit mereka.

Dalam presentasi yang disampaikan Ketua Misi Pencari Fakta PBB tentang Myanmar Marzuki Darusman kepada Dewan HAM PBB, pekan silam, disebutkan, kekejaman yang dilakukan militer Myanmar terhadap etnis Rohingya telah melampaui batas. Warga dikumpulkan, dipisahkan berdasarkan jenis kelamin. Para pria dibunuh, sementara perempuan dan remaja putri diperkosa. Fakta ini perlu ditindaklanjuti oleh PBB.

Perang berlarut-larut sehingga kelaparan dialami jutaan warga sipil juga sedang berlangsung di Yaman. PBB tampak tak berdaya menghadapi bencana kemanusiaan di negara ini.

Pertempuran Houthi melawan kekuatan militer yang dipimpin Arab Saudi terus berlangsung tanpa ada titik terang penyelesaiannya.

Perang Suriah yang menelan korban tewas ratusan ribu orang juga merupakan konflik yang tak bisa ditangani PBB. Dampak perang bahkan menjalar hingga ke Eropa. Gara-gara ratusan ribu warga Suriah mengungsi ke benua itu pada 2015, muncul gerakan populis di berbagai belahan Eropa sekarang. Politik anti-imigran serta sentimen negatif terhadap Uni Eropa bermunculan. Seandainya perang itu dapat diselesaikan segera, kebangkitan politik nasionalistik mungkin tidak menjamur seperti sekarang.

Didirikan pada 24 Oktober 1945, PBB diharapkan dapat mencegah pertumpahan darah akibat konflik antarnegara.

Lembaga sejenis PBB yang ada sebelumnya dinilai sejumlah kalangan gagal karena tak mampu mencegah meletusnya perang dunia.

Tak mudah bagi PBB bertindak optimal mencegah konflik dan bencana kemanusiaan akibat kekerasan bersenjata. Pengaruh negara-negara besar sangat kuat. Dalam Perang Suriah, misalnya, jalannya konflik bisa dikatakan sepenuhnya ditentukan segelintir negara besar dan sekutu mereka di kawasan. Efektivitas respons PBB ditentukan pula oleh proses pengambilan keputusan di Dewan Keamanan PBB yang menerapkan sistem veto. Rencana yang disusun banyak negara akan pupus jika pemegang hak veto tak menghendakinya. Dari sisi pendanaan, PBB juga cukup bergantung pada segelintir negara besar.