ARSIP PRIBADI

ADLER HAYMANS MANURUNG

Berdasarkan data Bloomberg, yield dollar AS telah mencapai 8,07 persen sampai saat ini, harga per dollar AS pada posisi Rp 14.628,5. Awal tahun ini, nilai kurs dollar AS terhadap rupiah senilai Rp 13.536,13. Kenaikan kurs ini cukup menarik dan membuat berbagai pihak mulai membuka mata, sementara pengusaha ataupun masyarakat kelas bawah sepertinya tidak merasakan apa-apa, hanya mendengar berita.

Pada sisi lain, pemerintah telah menetapkan nilai kurs valuta asing dalam asumsi APBN 2019 senilai Rp 14.400 sehingga menjadi patokan berbagai pihak. Bahkan, kurs valuta asing sudah melebihi nilai itu, sementara tahun 2019 belum dimulai. Pasar sudah bergerak ke angka tersebut. Akibatnya, nilai kurs di pasar bisa melebihi angka itu pada 2019. Dugaan sementara (berdasarkan) nilainya bisa melebihi sekitar 5 persen dari angka yang ditetapkan di APBN 2019. Fluktuasi kurs valuta asing ini akan berpengaruh pada perekonomian. Tetapi, bagaimana pengaruhnya ke usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM)?

UMKM didefinisikan berdasarkan jumlah pekerja, aset bersih, dan jumlah penjualan dalam setahun. Ini dapat dibaca pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Bahkan, Menteri Keuangan melalui Dirjen Pajak juga memberikan insentif atas pajak UMKM dengan membayar pajak final, yaitu pajak pertambahan nilai (PPn), sebesar 1 persen dari penjualannya. Artinya, sesuai dengan undang-undang itu, ada tiga kelompok UMKM ini, yaitu mikro, kecil, dan menengah. Apabila usahanya mikro, yaitu dipekerjakan sendiri dengan aset kekayaan Rp 50 juta dan penjualan sampai dengan Rp 300 juta, maka usaha tidak akan banyak bersinggungan dengan valuta asing. Tetapi, jika bahan bakunya harus dari impor, maka usaha ini akan bersinggungan dengan valuta asing.

Kenaikan valuta asing akan membuat pelaku usaha ini berpikir jauh sekali. Akibat bahan baku mengalami peningkatan harga, maka harga output yang dihasilkan pasti meningkat sehingga margin yang diperoleh tetap. Berdasarkan pengalaman dan diskusi penulis dengan pengusaha yang mikro, mereka sangat jarang menggunakan bahan baku dari impor. Akibatnya, usaha ini tidak mengalami persoalan dalam fluktuasi valuta asing. Dalam jangka panjang, usaha ini akan terimbas dan mempunyai kemungkinan akan melakukan penyesuaian atas produk yang dihasilkan. Bahan baku lokal yang dibeli mengalami kenaikan karena valuta asing meningkat di mana produsen bahan baku menaikkan harga akibat kebutuhannya yang meningkat. Paling menarik, perbankan juga belum banyak masuk ke usaha ini dalam pembiayaan, terutama disebabkan tidak adanya aset untuk jadi jaminan mengingat usaha yang digelutinya.

Usaha kecil adalah usaha yang memiliki aset kekayaan lebih besar dari Rp 50 juta sampai dengan Rp 500 juta dan penjualannya melebihi Rp 300 juta sampai dengan Rp 2,5 miliar. Usaha ini sudah lebih besar dan ada kemungkinan bisa melakukan ekspor dan bahan bakunya sudah mungkin menggunakan bahan baku impor. Kenaikan valuta asing akan bisa memengaruhi nilai bahan baku dan berujung pada produk yang dihasilkan. Pengusaha ini akan berpikir terus agar harga bahan baku bisa konstan untuk memastikan keberlangsungan bisnisnya.

Pengusaha ini pasti berpikir bahwa pemerintah tidak bisa menstabilkan nilai valuta asing sehingga membuat usaha mereka bergejolak. Sementara pengusaha ini belum memahami tentang hedging (lindung nilai) untuk valuta asing. Stabilisasi nilai kurs valuta asing merupakan tugas Bank Indonesia yang saat ini independen dengan pemerintah. Hal ini dituangkan dalam Undang-Undang tentang Bank Indonesia. Oleh karena itu, semua pihak akan meminta agar nilai kurs ini stabil mulai saat ini dan di masa mendatang.

Usaha menengah adalah usaha yang memiliki aset kekayaan melebihi Rp 500 juta dan paling banyak Rp 10 miliar serta penjualan tahunan melebihi Rp 2,5 miliar dan paling tinggi Rp 50 miliar. Usaha ini pada umumnya sudah bisa melakukan ekspor atas produknya serta bahan baku yang digunakan juga bisa dengan impor. Pebisnis ini kelihatannya sudah mempelajari dan paham mengenai ekspor dan impor serta menggunakan valuta asing dalam transaksi yang dilakukannya. Penjualan dan bahan baku sudah bersinggungan dengan valuta asing sehingga kestabilan nilai kurs sangat dibutuhkan pengusaha ini. Perbankan sudah mulai masuk ke pebisnis ini karena aset yang dimiliki kemungkinan sudah memadai. Banyak pengusaha sudah mulai menggunakan bank, terutama mereka yang mengekspor produk yang dihasilkan. Bahkan, perbankan sudah bisa memperkenalkan lindung nilai kepada pengusaha ini. Pebisnis ini kelihatannya sudah berdiskusi dengan pihak lain dalam pengelolaan bahan baku yang bisa tetap nilai kursnya.

Berdasarkan uraian sebelumnya, pemerintah juga mulai melakukan pendekatan kepada pengusaha UMKM untuk menjelaskan pergerakan valuta asing dan kaitannya dengan bisnis yang dilakukannya. Pebisnis sudah harus sadar bahwa berbisnis harus memperhatikan gejolak dunia yang sedang terjadi.

Pemerintah sudah seharusnya membantu pengusaha UMKM, terutama dalam situasi saat ini. Saat ini, jumlah UMKM sudah sekitar 60 juta dan telah memberikan kontribusi kepada ketenagakerjaan. Amerika Serikat sendiri menyatakan, usaha kecil mereka sangat besar, hampir melebihi 80 persen dari jumlah pebisnis yang ada. Kontribusinya juga sangat besar pada perekonomian AS.