ARSIP PRIBADI

DR SAMSURIDJAL DJAUZI

Saya menikah enam bulan yang lalu. Suami saya manajer pemasaran perusahaan swasta, sedangkan saya dosen sebuah universitas swasta. Saya sudah mengenal suami sejak dua tahun yang lalu. Suami saya pandai bergaul dan banyak teman, sedangkan saya lebih cenderung pendiam. Sejak menikah, kami pindah ke apartemen dan kami tak punya pembantu.

Tiga bulan yang lalu, saya mengalami keputihan. Saya segera ke dokter dan dokter mengambil contoh keputihan untuk diperiksa. Saya harus menunggu hasil pemeriksaan laboratorium. Sementara menunggu, saya mencari informasi tentang penyebab keputihan dan ternyata keputihan dapat disebabkan infeksi yang terjadi karena kontak seksual. Saya termasuk perempuan yang kuno. Saya hanya pernah berhubungan seks dengan suami. Saya mulai memikirkan jika sekiranya saya terkena infeksi yang disebabkan kontak seksual, bagaimana caranya memberi tahu suami? Saya juga ingin agar suami saya diperiksa sehingga kalau dia terkena infeksi dapat diobati. Namun, saya belum tahu cara mengajak suami ke dokter. Saya khawatir dia akan tersinggung.

Penyakit menular seksual ternyata banyak ragamnya. Namun, saya dan juga teman-teman kurang memahami mengenai penyakit ini. Mungkin karena penyakit ini kurang sering dibicarakan. Saya mengerti, untuk membicarakan penyakit menular seksual, tidaklah mudah. Saya ingin dokter menjelaskan mengenai penyakit menular seksual dan bagaimana cara pencegahan serta terapinya. Saya juga ingin mengetahui apakah penyakit ini dapat menyebabkan komplikasi yang serius seperti kemandulan dan kanker? Apakah ibu hamil yang tertular penyakit ini dapat menularkan kepada bayinya? Bagaimana pula dengan situasi penyakit menular seksual di Indonesia? Terima kasih atas penjelasan dokter.

J di B

Memang benar kita jarang membicarakan infeksi menular seksual (IMS) pada ruang konsultasi ini. Menurut WHO, IMS merupakan masalah kesehatan yang memerlukan perhatian kita semua. Sekitar satu juta orang setiap hari tertular IMS. Setiap tahun sekitar 357 juta infeksi baru dengan salah satu IMS di antaranya klamidia, gonore, sifilis, dan trikomoniasis.

Sebagian penyakit menular seksual tidak menimbulkan gejala sehingga menyulitkan terapi serta pencegahannya. Di Indonesia IMS juga merupakan masalah kesehatan yang penting. Bahkan, sifilis—yang dulu sudah mulai jarang ditemukan—sekarang bangkit kembali. Infeksi menular seksual menular pada umumnya melalui kontak seksual, tetapi juga dapat terjadi karena produk darah dan alat kesehatan. Beberapa penyakit menular seksual pada ibu hamil dapat menular kepada janin.

Penyakit menular seksual yang sering ditemukan di Indonesia adalah gonore, infeksi klamidia, sifilis, trikomoniasis, kutil kelamin, herpes genitalis, HIV, hepatitis, moluskum kontagiosum, ulkus mole, limfogranuloma venereum, granuloma inguinale, pedikulosis pubis, dan skabies. Pemerintah telah menerbitkan buku penatalaksanaan IMS ini sehingga diharapkan semua layanan kesehatan mampu melakukan pencegahan, diagnosis, pengobatan, serta penatalaksanaan komplikasi.

Program pencegahan dan pengendalian IMS di Indonesia bertujuan sebagai berikut. 1) Mengurangi morbiditas dan mortalitas terkait IMS. 2) Mencegah infeksi HIV. Perlu diketahui bahwa IMS seperti sifilis dan HPV dapat meningkatkan risiko tertular HIV. 3) Mencegah komplikasi serius pada perempuan. Infeksi klamidia yang tak diobati dapat mengakibatkan komplikasi radang panggul yang dapat menyebabkan kemandulan. Penyakit radang panggul pada perempuan juga meningkatkan risiko terjadinya kehamilan di luar kandungan (kehamilan ektopik). 4) Mencegah efek kehamilan yang buruk. Perempuan hamil dengan sifilis dini yang tak diobati dapat menyebabkan janin lahir mati, sedangkan 30-50 persen bayi yang lahir dari ibu dengan gonore yang tak diobati akan mengalami oftalmia neonatorum yang dapat menyebabkan kebutaan.

Jadi, memang pengetahuan tentang IMS ini perlu disebarluaskan. Mereka yang memahami cara penularan dapat menghindarkan diri dari penularan IMS. Pasangan yang akan menikah sebaiknya memeriksakan diri untuk kemungkinan tertular IMS. Sebagian IMS dapat disembuhkan, seperti klamidia, gonore, sifilis, dan trikomoniasis. Sementara herpes, HIV, dan hepatitis dapat dikendalikan dengan obat antiviral.

Infeksi menular seksual mudah menular pada pasangan seksual sehingga memang terapi IMS memerlukan pengertian dan kerja sama suami dan istri. Biasanya dilakukan konseling pada pasangan suami istri agar IMS dapat diobati dengan baik, tidak terjadi fenomena pingpong, yaitu infeksi yang berulang kali terjadi karena yang diobati hanya salah satu pasangan.

Pada konseling akan dijelaskan cara pencegahan dan terapi serta pentingnya menjalani terapi sampai selesai atau sampai penyakit terkendali. Suami istri sebaiknya berpandangan jauh ke depan agar baik istri maupun suami bebas IMS. Tidak penting siapa yang tertular terlebih dahulu. Sikap saling menyalahkan hanya akan mempersulit situasi. Karena itu, Anda dapat mengajak suami untuk berkonsultasi dengan dokter. Anda tentu juga ingin punya anak yang sehat yang bebas dari IMS. Perencanaan kehamilan juga perlu pemahaman tentang IMS.

Pencegahan IMS meliputi pencegahan hubungan seksual yang tidak aman serta vaksinasi yang saat ini telah tersedia untuk hepatitis B dan HPV. Vaksin hepatitis B sudah masuk dalam program imunisasi nasional dan setiap anak yang baru lahir pada hari pertama kelahiran mendapat vaksin hepatitis B. Adapun vaksin HPV diberikan kepada anak berusia 9 sampai 12 tahun untuk mencegah kanker serviks ataupun kutil kelamin. Di Indonesia beberapa provinsi telah memberikan imunisasi HPV pada siswa perempuan kelas 6 (usia 11 tahun). Ulangan imunisasi HPV untuk siswa dilakukan setahun kemudian. Pada orang dewasa imunisasi HPV dilakukan 3 kali pada 0, 1, dan 6 bulan.

Perilaku remaja mempunyai peran penting dalam IMS. Remaja yang peduli pada kesehatan serta masa depannya akan berusaha untuk hidup sehat dan terhindar dari IMS. Sebaliknya, remaja yang kurang memahami IMS serta kurang peduli pada IMS akan berisiko tertular. Kurangnya pemahaman tentang gejala serta proses diagnosis dan terapi sering mengakibatkan pasien tidak memperoleh terapi yang benar dan tuntas. Akibatnya, dapat terjadi komplikasi yang akan mengakibatkan biaya terapi menjadi lebih mahal serta kualitas hidup pasien terganggu.

Pemahaman terhadap IMS, termasuk HIV, di kalangan remaja di negeri kita masih rendah. Pemerintah berharap remaja Indonesia memahami IMS dengan baik sehingga mampu menghindari penularan IMS. Survei di banyak provinsi menunjukkan bahwa pemahaman remaja tentang IMS harus ditingkatkan. Karena itulah, Kementerian Kesehatan menyediakan informasi untuk remaja dan masyarakat umum.

Selain itu, kemampuan layanan kesehatan di negeri kita ditingkatkan sehingga dapat mendiagnosis, mengobati, serta melakukan upaya pencegahan IMS. Obat untuk IMS ada, umumnya tersedia di layanan kesehatan. Mereka yang ingin merencanakan kehamilan, termasuk ibu hamil, perlu menjalani pemeriksaan IMS agar anak mereka tak tertular atau terkena dampak IMS.