KOMPAS/ICHWAN SUSANTO

Pemandangan kontras ekosistem mangrove di Taman Wisata Alam Mangrove Angke Kapuk dengan bangunan tinggi di belakangnya, Rabu (10/3/2018) di Jakarta Utara, Jakarta. Mangrove selain memiliki fungsi ekologi tinggi juga memiliki potensi penyimpan karbon yang sangat tinggi dan berperan penting dalam mitigasi perubahan iklim.

Dalam pidato di depan delegasi sidang IMF-Bank Dunia di Bali, Presiden Joko Widodo mengingatkan hasil laporan Panel Ahli Antarpemerintah untuk Perubahan Iklim (IPCC) terbaru, dunia membutuhkan komitmen lebih tinggi lagi untuk menghindari ancaman kerusakan akibat perubahan iklim global.

Seminggu sebelumnya, ruang sidang di Songdo Conventia di Incheon, Korea Selatan, jadi saksi sejarah bagaimana sebuah laporan kajian PBB mengenai perubahan iklim dihasilkan. Debat panas dan padat yang berlangsung 1-6 Oktober itu akhirnya mencapai antiklimaks dengan disetujuinya laporan kajian khusus IPCC mengenai peningkatan suhu bumi 1,5 derajat (#SR1.5).

Sebagai salah satu hasil pelaksanaan sidang Badan Kebijakan Perubahan Iklim PBB, yaitu UNFCCC COP21 yang menghasilkan Kesepakatan Paris, UNFCCC memberikan mandat kepada IPCC untuk membuat laporan khusus kajian dampak dan solusi peningkatan suhu bumi 1,5 derajat C. Laporan ini diharapkan dapat memberi solusi dan respons terhadap isu tersebut dan hubungan dengan agenda pembangunan berkelanjutan dan pengurangan kemiskinan.

Penyampaian laporan ini menyambut COP24 di Katowice, Polandia, pada Desember 2018, sangat penting karena saat ini negara yang telah meratifikasi Kesepakatan Paris telah mengirimkan kontribusi sukarela masing-masing dalam rangka mitigasi perubahan iklim. Sehubungan hal itu, UNFCCC telah menyiapkan agenda berkala penyesuaian kontribusi setiap lima tahun dalam tahapan Global Stocktake yang dimulai pada 2023. Diharapkan pelaksanaan Global Stocktake akan selalu sejalan dengan hasil laporan kajian IPCC. Oleh karena itu, UNFCCC dan negara kontribusi secara bertahap akan melakukan penyesuaian atas nilai besaran mitigasi yang diusulkan.

Pesan keras kepada dunia

Laporan IPCC kali ini memberikan pesan keras kepada dunia bahwa kontribusi sukarela yang telah terkumpul tidak dapat menjamin bumi akan mengalami peningkatan di bawah 1,5 derajat C. Kondisi saat ini menunjukkan bahwa peningkatan suhu bumi terhadap masa setelah industrialisasi atau setelah tahun 1870 telah berada di atas 1 derajat C. Dengan kata lain, kita telah menghabiskan sisa stok karbon kita sekitar dua pertiganya.

Seluruh kontribusi yang telah masuk ke UNFCCC hanya dapat membantu mempertahankan suhu bumi pada 2,5-3,0 derajat C. Dengan kondisi yang ada sekarang, diperkirakan kenaikan suhu bumi di atas 1,5 derajat C antara 2030 hingga 2052. Seluruh emisi karbon yang telah terjadi sejak masa industrialisasi hingga saat ini tidak cukup untuk membuat penambahan suhu bumi di atas 1,5 derajat C. Diperkirakan apabila target pengurangan emisi tercapai, suhu bumi juga diharapkan akan melewati secara sesaat (overshoot) di atas 1,5 derajat C sebelum stabil mencapai 1,5 derajat C.

Meski tidak disebut dalam laporan kajian IPCC itu, dibutuhkan di atas 300 persen atau tiga kali komitmen global untuk dapat mencapai jalan penurunan 1,5 derajat C yang diharapkan itu. Salah satu upaya adalah dengan memasukkan kembali komitmen AS yang sudah menarik diri dari Kesepakatan Paris.

Guna mencapai maksimum peningkatan suhu bumi hanya mencapai 1,5 derajat C, upaya mitigasi perubahan iklim harus berjalan sebelum 2030. IPCC menyarankan untuk melakukan beberapa hal, seperti pengurangan besar-besaran emisi karbon dari berbagai sektor, penerapan inovasi teknologi, perubahan gaya hidup dan peningkatan investasi kegiatan ekonomi rendah karbon. Level emisi global diharapkan menurun hingga 45 persen dari nilai emisi 2010 dan sesuai Kesepakatan Paris, maka terjadi keseimbangan emisi pada 2050. IPCC juga mencatat pengurangan emisi non-karbon dioksida juga perlu dan sebenarnya membawa kebaikan terhadap kesehatan manusia.

IPCC menyarankan untuk melihat hasil laju kecepatan penerapan energi terbarukan. Progres penerapan energi terbarukan secara global sudah sangat menggembirakan dan harus cepat diikuti sektor lain. Upaya penurunan kandungan emisi karbon di atmosfer harus terus ditingkatkan. Upaya tersebut akan memengaruhi terutama sektor ketahanan pangan, ekosistem kehidupan, dan keragaman hayati.

Dampak

Dampak laporan kajian IPCC terhadap negara tropis Indonesia sangat nyata. Ancaman peningkatan kondisi ekstrem cuaca dan iklim terus membayangi pembangunan. Kerusakan terumbu karang yang merusak potensi pariwisata diperkirakan—jika gagal melakukan mitigasi 1,5 derajat C—dapat mencapai hingga di atas 90 persen.

Indonesia dihadapkan pada pilihan mitigasi yang sangat ketat yang mayoritas berhubungan dengan tata guna lahan dan kebakaran hutan. Kebakaran hutan merupakan ancaman nyata dari penurunan keanekaragaman hayati lokal. Sementara dalam jangka panjang, keberhasilan pencegahan kebakaran hutan dan moratorium tata guna lahan memberikan potensi besar mitigasi di Indonesia.

Potensi besar dapat juga diraih apabila Indonesia berhasil memperbesar porsi pemakaian energi terbarukan. Presiden Jokowi dalam pidatonya menyebut kebutuhan hingga 400 persen dari sumber daya energi terbarukan saat ini. Sumber daya energi terbarukan alami Indonesia terletak pada pemanfaatan sumber daya panas bumi dan lautan.

Sebagai tambahan potensi energi terbarukan yang sudah umum di negara lintang tinggi, energi bayu dan energi surya juga merupakan opsi tersendiri, yang potensinya melimpah di benua maritim. Dalam jangka panjang, jika dapat menahan laju kenaikan suhu global, IPCC juga mencatat risiko ketidakberlanjutan pembangunan dan dampak perubahan iklim bagi angka kemiskinan dapat ditekan.

IPCC adalah sebuah badan panel PBB dalam hal perubahan iklim, yang kelahirannya dibidani oleh Badan Meteorologi Dunia (WMO) dan Program Lingkungan PBB (UNEP). IPCC dibentuk pada 1988 dan selama ini fungsi utamanya menghasilkan laporan kajian ilmiah masalah perubahan iklim global. Beberapa hasil laporannya, antara lain, kajian pertama mendorong dibentuknya UNFCCC, kajian kedua mendorong dibentuknya Protokol Kyoto, lalu laporan kajian keempat mendapat Hadiah Nobel Perdamaian dunia bersama mantan Wapres AS Al Gore, dan laporan kajian kelima mendorong dibentuknya Kesepakatan Paris.

Pada 2018 IPCC genap 30 tahun. Pada ulang tahun kali ini, IPCC memberikan kado peringatan keras bagi dunia untuk bergerak lebih jauh lagi dalam penanganan perubahan iklim. Sungguh kado dengan "pesan buruk" bagi dunia untuk menjaga keberlangsungan hidup di dunia.