Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 13 Oktober 2018

Caleg Kota Bekasi//Merajut Kesehatan (Surat Pembaca Kompas)


Caleg Kota Bekasi

Seorang teman datang ke rumah saya. Ia mengungkapkan bahwa dirinya sudah masuk ke dalam Daftar Calon Tetap Caleg Kota Bekasi Tahun 2019. Ia meminta saya agar memilihnya pada Pemilu Legislatif 2019 dan meminta saya untuk mengajak tetangga saya agar memilihnya.

Ada yang menarik dari obrolan kami. Ia mengatakan, targetnya untuk bisa masuk menjadi anggota DPRD Kota Bekasi di daerah pemilihan (dapil)-nya, yang terdiri atas dua kecamatan, sebesar 5.000 suara. Untuk menjangkau atau meraih suara sebanyak itu, ia mesti menyediakan minimal Rp 500 juta!

Dana setengah miliar itu ia siapkan dengan perhitungan indeks biaya per suara Rp 100.000. Jumlah itu pun masih di luar dana tim sukses, logistik, dan kegiatan kampanye terbuka nantinya. Jadi, jika ditotal, ia harus menyiapkan dana minimal Rp 1 miliar!

Dari apa yang disampaikan, saya bertanya dalam hati sebenarnya penghasilan seorang anggota DPRD di Kota Bekasi itu berapa? Hasil penelusuran saya lewat internet mengungkapkan, pada periode 2014-2019 tunjangan gaji para wakil rakyat Kota Bekasi terdiri atas tujuh komponen: uang representasi (gaji pokok), tunjangan jabatan, tunjangan komunikasi, tunjangan komunikasi intensif, tunjangan operasional, tunjangan suami istri, ditambah dengan tunjangan perumahan.

Sebulan uang yang diterima Ketua DPRD Kota Bekasi Rp 35.211.750, Wakil Ketua DPRD Rp 26.396.500, dan anggota DPRD Rp 17.162.700. Ini adalah gaji yang sudah dipotong PPh dan penetapan ini sesuai dengan PP Nomor 21 Tahun 2004 tentang kedudukan protokoler dan keuangan pemimpin daerah anggota DPRD.

Tak berhenti di situ, fasilitas lain seperti mobil dinas hingga perawatannya juga dapat. Untuk Ketua DPRD, mobil dinas yang disediakan Toyota Alphard dan para wakil Mitsubishi Pajero.

Mereka juga masih mendapatkan tunjangan BBM 400 liter per bulan dan biaya perawatan kendaraan. Namun, hal ini tidak berlaku untuk anggota Dewan yang mendapat jatah mobil Toyota Avanza atau Daihatsu Terios.

Dari informasi tersebut bisa dipahami jika orang berlomba ingin menjadi wakil rakyat. Akan tetapi, kok, masih banyak anggota DPRD yang terjerat Komisi Pemberantasan Korupsi?

A RISTANTO
Agape, Jatimakmur, Pondokgede,
Bekasi, Jawa Barat

Merajut Kesehatan

Tulisan Badrul Munir, dosen Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, di Kompas (29/9/2018), "Rokok dan Defisit BPJS", secara gamblang menguak tentang defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) tahun ini yang akan menembus angka Rp 10 triliun.

Di sana dipaparkan antara lain penyebab defisit tersebut. Penyedot biaya terbesar adalah pengobatan untuk penyakit katastrofis (jantung, gagal ginjal, kanker, dan stroke).

Solusi yang disarankan agar pemerintah yang kini lebih menekankan pada tindakan kuratif dan rehabilitatif, tetapi melupakan usaha promotif dan preventif. Padahal, penyakit katastrofis itu bisa dicegah dengan usaha kesehatan promotif dan preventif, dan seterusnya.

Saya ingin urun rembuk. Rekan sekerja saya sesama pensiunan sebuah perusahaan demi kesehatan ikut bergerak dalam usaha senam olah napas dan olah gerak bio energy power (BEP) dengan penemunya (almarhum Harry Angga di Bandung).

Merasa kesehatannya membaik (penderita jantung koroner), ia mengajak teman sekerja mengikutinya. Rekannya bahkan ikut menyebarluaskan BEP ini keluar dari lingkungan perusahaan tersebut

Tanggapan yang muncul luar biasa. Hampir dua tahun belakangan ini BEP sudah mendekati 50 cabang di DKI Jaya. Belum di Solo dan Yogyakarta. Mengapa begitu "pesat"?

Karena testimoni-testimoni berbagai peserta yang merasa kondisi kesehatannya semakin membaik, terutama penderita penyakit katastrofis.

Ketua Umum FORMI Hayono Isman mengatakan,
seandainya "virus" BEP ini sudah mewabah, efek utamanya adalah bisa menekan defisit
BPJS.

Ign Sunito
Bintaro, Tangerang Selatan, Banten


Kompas, ‎13 Oktober 2018

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger