Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 18 Oktober 2018

Iuran Naik, Berapa?//Uang Tiket Belum Kembali (Surat Pembaca Kompas)


Iuran Naik, Berapa?

Mengatasi defisit BPJS Kesehatan, Saudara Badrul Munir (29/9/2018) mengusulkan kenaikan iuran JKN, membenahi upaya preventif-promotif, dan penguatan fasilitas kesehatan tingkat pertama puskesmas.

Tujuannya menurunkan pembiayaan penyakit katastropik yang dalam empat tahun pertama menelan biaya Rp 61,35 triliun. BPJS memang menghadapi dua defisit: selisih negatif iuran dengan beban manfaat dan beban manfaat akibat peraturan pelaksanaan.

Menaikkan iuran yang paling sederhana adalah menambah iuran penerima bantuan iuran (PBI) yang tahun depan diproyeksikan untuk 100 juta orang tak mampu. Namun, pilihan ini akan melemahkan upaya preventif- kuratif di puskesmas. Kenaikan iuran PBI dari Rp 23.500 menjadi Rp 30.000 membuat anggaran PBI menjadi Rp 36 triliun dari total anggaran Rp 122 triliun. Akibatnya, Kementerian Kesehatan sangat mungkin menggeser rencana kegiatan termasuk program preventif-promotif yang justru menjadi andalan mengurangi defisit.

Sejak tahun lalu, BPJS Kesehatan berusaha keras memperbaiki unjuk kerja 22.000 FKTP berupa penurunan angka rujukan ke rumah sakit sehingga memperkecil pembiayaan rumah sakit yang selama empat tahun berjumlah lebih dari Rp 205 triliun.

Namun, menaikkan iuran JKN-KIS tidak otomatis membebaskan BPJS dari defisit karena peserta terus bertambah. Artinya, tahun 2019, pemerintah tetap harus menyediakan dana talangan untuk BPJS yang diproyeksikan mencapai Rp 16 triliun.

Di sisi lain, keleluasaan untuk memilih kelas kepesertaan yang dihubungkan dengan kelas manfaat ternyata menjadi sumber defisit. Terakumulasi Rp 47 triliun selama empat tahun JKN. Cukup membayar iuran Rp 80.000 dan seketika memperoleh layanan kesehatan bernilai puluhan bahkan ratusan juta rupiah.

Oleh karena itu, manfaat JKN bagi setiap peserta adalah kelas standar yang menyatu dalam komponen regulasi Kementerian Kesehatan. Untuk penduduk mampu, urun biaya terkendali bisa dengan membayar langsung ke rumah sakit dan atau membeli polis asuransi pada perusahaan asuransi, bukan membayar iuran ke BPJS.

Odang Muchtar
Anggota Tim Persiapan UU SJSN 2011

Uang Tiket Belum Kembali

Penanganan layanan konsumen AirAsia atas pengembalian uang tiket penerbangan saya dengan kode ZW46YC, pesawat XT408 Jakarta-Narita, 30 Mei 2019, mengecewakan.

Staf Call Center (CC) AirAsia bernama Firman pada 4 Oktober 2018 malam malah meminta saya mengirimkan fotokopi transaksi rekening koran saya. Suatu respons yang menurut saya tidak tepat karena justru AirAsia yang harus membuktikan bahwa pembayaran sudah dilakukan.

Ini sudah keempat kalinya saya menelepon CC AirAsia untuk mengecek pengembalian dana kami dari Agustus 2018. Apalagi, penerbangan dibatalkan oleh AirAsia. Saya mendapat notifikasi pada 9 Agustus 2018.

Saya sudah mengikuti semua tahap pengembalian, mulai dari mengisi formulir-e dengan nomor kasus 05398311 hingga mengirim nomor rekening. Namun, beberapa hari kemudian ada auto response 7 days closure dengan penjelasan tidak ada respons dari saya sejak ada reminder. Padahal, saya sudah berulang kali merespons.

Akhirnya saya mengulangi proses dengan mengisi formulir-e lagi, nomor 05622986. Setelah itu, saya rajin menindaklanjuti via CC. Jawaban CC di awal, proses pengembalian uang perlu 14 hari kerja. Jawaban telepon kedua, proses sedang berjalan, bisa 30 hari kerja.

Sampai sekarang (4 Oktober 2018), pengembalian dana belum saya terima. Puncak kekesalan saya adalah permintaan bukti rekening koran bahwa dana tersebut belum masuk.

Natanael Y Suryadi
Duri Kepa, Kebon Jeruk,

Jakarta Barat

Kompas. 17 Oktober 2018

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger