AFP/MAURO PIMENTEL

Para pendukung Jair Bolsonaro, politisi sayap kanan yang terpilih menjadi presiden Brasil, merayakan kemenangan di depan rumah Bolsonaro di Rio de Janeiro, Brasil, Minggu (28/10/2018). Bolsonaro mengalahkan kandidat kelompok kiri, Fernando Haddad, pada putaran kedua pemilihan umum presiden Brasil.

Kemenangan besar Jair Bolsonaro dalam pemilihan presiden Brasil dipengaruhi oleh rasa muak rakyat terhadap korupsi yang tidak berkesudahan di kalangan elite.

Bolsonaro memenangi pemilihan presiden dengan 55,2 persen, sedangkan pesaingnya, Fernando Haddad, mengantongi 44,8 persen. Margin kemenangan lebih dari 10 persen menjadi indikasi betapa tinggi dukungan masyarakat terhadap Bolsonaro dalam pemungutan suara pilpres, Minggu (28/10/2018).

Kemenangan Bolsonaro tidak lepas dari kondisi politik Brasil selama beberapa waktu terakhir yang mengecewakan masyarakat. Partai Pekerja, yang mengusung pesaing Bolsonaro, yakni Haddad, sebelum ini menempatkan tokohnya, Luiz InĂ¡cio Lula da Silva, sebagai presiden 2003-2011. Da Silva akhirnya dipenjara karena korupsi. Adapun penerusnya dari partai yang sama, Dilma Rousseff, dimakzulkan pada 2016 karena diduga mengelola dana federal secara ilegal. Isu korupsi terkait perusahaan minyak raksasa di Brasil juga membayangi Rousseff.

Selain korupsi, Brasil juga menghadapi problem kriminalitas dan kekerasan. Menurut The New York Times, ada 63.880 orang dibunuh di negara itu sepanjang 2017, naik 3 persen ketimbang tahun sebelumnya. Dengan kata lain, selama tahun 2017, ada 175 kematian akibat pembunuhan per hari di Brasil.

Data dari Forum Keamanan Publik Brasil menunjukkan, tingkat pembunuhan di negara itu mencapai 30,8 per 100.000 orang pada 2017. Sebagai perbandingan, Amerika Serikat memiliki angka 5 pembunuhan per 100.000 orang tahun 2015, turun dari 8 pembunuhan per 100.000 tahun 1996. Meksiko, yang mengalami peningkatan, mempunyai angka pembunuhan 25 per 100.000 tahun 2017, atau masih lebih sedikit ketimbang Brasil.

Korupsi elite, gonjang-ganjing politik, dan kekerasan yang menyebabkan kematian membuat masyarakat lelah dan muak. Dalam situasi ini, kemunculan Bolsonaro yang menjanjikan "keteraturan dan kemajuan" seolah menyihir berbagai kalangan, baik kaya, miskin, maupun terdidik dan tidak terdidik. Orang menaruh harapan pada kandidat Partai Liberal Sosial itu.

Janjinya untuk bersikap keras terhadap penjahat, antara lain lewat retorika akan mengizinkan petugas menembak mati pelaku kejahatan, membuat orang melihat Bolsonaro akan mampu memberikan keteraturan. Posisinya yang tak berasal dari Partai Pekerja juga membuatnya dinilai bisa membuat Brasil bersih dari korupsi.

Kemenangan Bolsonaro merupakan kekalahan telak kelompok kiri Brasil. Fenomena kebangkitan sayap kanan ini tak hanya terjadi di Brasil, tetapi juga di Eropa. Dengan retorika Bolsonaro yang keras terhadap kelompok perempuan, warga kulit hitam Brasil, dan kelompok gay, banyak kalangan mencemaskan nasib demokrasi dan hak asasi di Brasil saat ia memimpin nanti.