Dunia telah sibuk dengan munculnya generasi milenial (generasi Y) yang lahir 1981-1994 dan segera disusul oleh generasi Z yang lahir 1995-2010. Generasi Y awal kini sudah mulai menempati posisi pemimpin kelas menengah atas, di antaranya mulai berperan signifikan.
Namun, para pucuk pemimpin kehutanan Indonesia tampaknya masih terperangkap dalam pola kepemimpinan hierarkis, tidak suka mendengarkan, menyukai seminar, dan suka publikasi diri.
Pemimpin kehutanan, terutama yang datang dari dunia politik, memiliki orientasi yang sudah jadi rahasia umum: kurang berkomitmen terhadap kelestarian hutan; intensinya pada kekuasaan, dan mengumpulkan modal kekuasaan politik.
Pemahaman tentang kehutanan yang rendah melewatkan perhatiannya pada dukungan kerja karyawan maupun para pemimpin level medium yang sudah dimasuki generasi Y. Kebijakan dan praktik pengelolaan hutan jadi timpang dan tak nyambung.
Sebagai gambaran, meski di keseharian karyawan telah menggunakan peralatan canggih, seperti radar dan citra satelit, kebijakan kehutanan tidak cepat berkembang, tertinggal oleh kecepatan perusakan hutan dan datangnya bencana lingkungan.
Sebut saja SK Menteri Pertanian No 837/1980 sebagai dasar penetapan ruang lindung wilayah hutan tidak juga dikembangkan sesuai zamannya. Hutan semakin dirusak tanpa batasan tatanan ruang yang benar, di samping akibat politik pengelolaannya yang parsial.
Angkatan kerja milenialis di level tengah dan bawah bekerja seperti robot dengan aturan birokratis yang tidak mereka sukai. Pengembangan kehutanan lamban, tak tepat arah sasaran, atau bahkan mubazir. Sampai satu dekade ke depan kehutanan akan tertinggal, kecuali para pemimpinnya dapat menyesuaikan di era serba listrik dan terbuka ini.
Kepemimpinan efektif
Hutan dan kehutanan sudah umum diketahui sedang mengalami masa-masa sulit. Kejahatan kehutanan, korupsi, dan kebijakan politik membuat hutan dalam kondisi kritis.
Dominansi kepemimpinan politik sejak 1999, yang sebelumnya dipegang oleh para pemimpin karier, rata-rata merupakan kepemimpinan konvensional yang tidak membawa perbaikan hutan.
Korupsi dan kelambanan adalah musuh besar generasi milenial. Birokrasi dan pembelengguan kreativitas bekerja dengan banyak aturan membosankan mereka, apalagi kepemimpinan di lapis atas dipegang generasi "konservatif" terlalu banyak pertimbangan dan takut bertindak serta gaptek menghambat kinerja kementerian untuk membangun hutan dan memanfaatkannya dengan tepat dan cepat.
Kepemimpinan efektif (KE) sementara ini dianggap yang masih paling dibutuhkan meski dalam bekerjanya lebih memerlukan waktu, dan sering kali tidak efisien dalam pembiayaan jangka pendek, tetapi untuk jangka panjang keberhasilannya dipercaya sangat menguntungkan.
KE dibutuhkan untuk menciptakan situasi yang menginspirasi para pengikutnya atau bawahannya untuk bekerja bersama mencapai tujuan, serta mencapai tujuan yang lebih baik dan lebih tinggi lagi dari waktu ke waktu.
Para bawahan atau pengikutnya dapat dalam satu derap saling mengisi, berintegritas, dan memiliki moral kerja yang baik. Tim yang dibentuk umumnya dapat dijadikan contoh dan panutan yang memiliki nilai kejuangan, disiplin, dan dedikasi yang tinggi dalam bekerja untuk lembaga.
Sampai saat ini KE adalah kepemimpinan sukses yang dibutuhkan, dan tidak selalu mudah ditemukan di lapangan, terutama di era pengelolaan kehutanan pasca-otonomi daerah.
Kepemimpinan positif
Meski KE merupakan unggulan, ke depan akan terjadi pergeseran tipe kepemimpinan yang lebih dibutuhkan di era milenial ini. Dibutuhkan kepemimpinan yang bisa bertindak lebih cepat, mengantisipasi perubahan global yang sangat cepat yang serba internet, dan serba digital, diiringi berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi yang lebih terbuka.
Pengelolaan hutan juga harus mengikuti berkembangnya para pemimpin dari generasi Y yang akan terus menapak naik. Perkembangan itu harus diantisipasi dengan fasilitas canggih yang dibutuhkan dan akan terus berkembang lebih cepat, dan tentu saja antisipasi pengaturannya yang tidak membelenggu para pemimpin muda milenialis.
Visi para pemimpin muda generasi Y akan lebih jauh ke depan dalam rangkaian hubungan internasional yang terus berubah, semakin modern dalam iklim elektronik yang meluas, suasana serba daring (dalam jaringan) media sosial dunia yang tidak berbatas. Kecenderungan sifat toleran terhadap perbedaan meningkat, para pemimpin dari generasi milenial umumnya memiliki mimpi-mimpi dan percaya diri yang kuat.
Generasi pemimpin dan karyawan di masa depan itu akan cenderung individual, juga akan sangat kritis dan tidak takut berdebat akibat hubungan komunikasi langsung yang tersedia dan mudahnya memperoleh pengetahuan.
Generasi ini, dan adik-adiknya nanti dari generasi Z, merupakan generasi yang gampang tidak puas. Generasi Z akan melahirkan pemimpin yang lebih kompetitif, lebih independen, yang siap dengan banyak tugas.
Umumnya lebih bersikap dan berpikir kewirausahaan yang menyukai berkomunikasi tatap muka dan dilayani dengan cepat. Sifat ingin tahu dan memperbarui diri sangat dominan. Banyak karyawan tua yang melayaninya akan tergusur, apalagi yang ada di tengah rimba, jauh dari teknologi.
Di era milenial yang sebenarnya telah dimulai ini dibutuhkan "kepemimpinan positif". Kepemimpinan positif (KP) merupakan simbol nilai lebih, yang ditandai meningkatnya keberhasilan dari sisi efisiensi waktu dan biaya, kecepatan waktu pencapaian tujuan, dan penggunaan alat-alat dan teknologi canggih yang serba terkomputerisasi.
KP mampu menggerakkan kerja lembaga dengan cepat sehingga toleransi dan empati tidak terlalu diperhatikan lagi. Semua harus melesat pada target kualitas, kuantitas, dan waktu yang ditetapkan dengan administrasi detail yang tertib.
Kelemahan KP di bidang kehutanan adalah penguasaan filosofi ilmu kehutanan yang harus tuntas. Penguasaan tentang fungsi utama konservasi hutan dan fungsi sosial-ekonomi kehutanan yang benar dan merata.
Akan ada kemungkinan kebijakan step back, mundur sejenak, tetapi memang diperlukan. Dan, yang pasti, apa yang dibenci generasi Y-Z akan dieliminasi dari KP.
Oleh karena itu, tantangan kepemimpinan kehutanan ke depan di era milenial ini harus dihadapi dan diantisipasi dengan cepat oleh pemerintah yang berwenang. Sumber daya hutan yang tersisa wajib dikelola para karyawan milenial yang terus memasuki kehidupan kerja di kehutanan dengan kemampuan teknologi terkini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar