Ketika ayah saya batuk-batuk, saya mengira dia batuk biasa. Namun, setelah tiga hari, kelihatan beliau mulai sesak ketika bernapas. Demam hanya sedikit. Beliau berusia 68 tahun dan mantan perokok. Saya kemudian membawa beliau berkonsultasi ke dokter spesialis penyakit dalam. Di luar dugaan saya, dokter menganjurkan agar beliau segera dirawat.

Untung ayah saya peserta BPJS dan rajin membayar iuran. Di rumah sakit dilakukan pemeriksaan secara teliti, termasuk pemeriksaan darah dan foto dada. Kesimpulan dokter, ayah memang harus segera dirawat dan memerlukan perawatan intensif karena mulai kurang oksigen.

Kami sekeluarga amat khawatir dan menyetujui apa saja yang terbaik yang dapat dilakukan. Di ruang perawatan intensif, ayah dipasangi alat bantuan napas serta monitor jantung.

Kami bertambah khawatir dan berdoa agar ayah dapat disembuhkan. Pada hari kedua ayah mengalami perbaikan dan esok harinya boleh pindah ke ruang biasa.

Kami merasa bersyukur dan dokter yang merawat menjelaskan bahwa ayah terkena pneumonia yang cukup berat. Demamnya memang tidak tinggi karena ayah sudah berusia lanjut. Kami mendapat penjelasan juga bahwa orang berusia lanjut rentan terinfeksi pneumonia dan jika terkena dapat berkembang menjadi penyakit yang berat.

Untunglah ayah dapat diobati, tetapi masih harus tinggal di rumah sakit untuk mendapatkan penyembuhan yang diharapkan. Kami baru mengetahui bahwa pneumonia merupakan penyakit yang mudah menular.

Kami semua menggunakan masker jika mengunjungi ayah. Bahkan, cucu ayah yang amat disayanginya yang baru berumur 3 tahun tidak diizinkan dokter berkunjung ke rumah sakit.

Sebelum ayah pulang, kami mendapat penjelasan apa yang harus diperhatikan ayah di rumah. Ayah harus kontrol ke rumah sakit satu minggu lagi. Kami juga mendapat penjelasan mengenai cara penularan pneumonia serta bagaimana cara mencegahnya.

Dokter menganjurkan kepada kami agar menjalani imunisasi pneumokok, terutama anak-anak. Menurut beliau, penyakit pneumonia masih banyak di negara kita dan berbahaya jika mengenai anak-anak dan orang berusia lanjut. Saya memang pernah membaca bahwa Nelson Mandela, pemimpin Afrika Selatan yang legendaris itu, meninggal karena pneumonia.

Juga banyak pemimpin yang berusia lanjut meninggal akibat pneumonia. Namun, saya baru tahu anak-anak juga dapat terkena pneumonia. Setahu saya, anak-anak belum dianjurkan untuk menjalani imunisasi pneumokok. Benarkah demikian? Mohon penjelasan Dokter. Terima kasih.

J di T

Ya, Anda beruntung pneumonia ayah Anda berhasil sembuh. Menurut data, angka kematian pasien usia lanjut yang dirawat di rumah sakit karena pneumonia mencapai 40 persen, jadi tinggi sekali. Di rumah sakit yang mempunyai perlengkapan alat kedokteran yang baik, angka ini dapat diturunkan. Namun, angka kematian akibat pneumonia masih sekitar 30 persen. Jadi, memang orang usia lanjut perlu berhati-hati terhadap pneumonia.

Pneumonia dapat disebabkan oleh bakteri atau virus. Salah satu bakteri penyebab pneumonia adalah Streptococcus pneumoniae. Kuman ini berdiam di tenggorok anak-anak dan dapat bertebaran di udara jika yang bersangkutan batuk. Jika kuman yang ada di udara ini terisap oleh seseorang, dia berisiko terinfeksi kuman pneumokok ini. Itulah sebabnya, jika batuk, kita harus menutup mulut sehingga kita tak berpotensi menyebarkan kuman di udara.

Penelitian Prof dr Cissy Kartasasmita, SpA(K), MSc, PhD dan tim dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran menunjukkan bahwa pada pemeriksaan apusan tenggorok anak-anak dapat ditemukan kuman pneumokok ini meski anak-anak tersebut tak sakit. Ini berarti anak-anak tersebut berpotensi menularkan kepada keluarga dan teman mereka.

Infeksi pneumokok tersering terjadi pada anak berusia di bawah lima tahun dan pada orang usia lanjut yang berusia 60 tahun ke atas. Selain rentan terkena infeksi, kedua kelompok ini berisiko perjalanan penyakit pneumonianya menjadi berat sehingga harus dirawat di rumah sakit.

Selain kedua kelompok ini, infeksi pneumokok juga dapat menjadi berat jika terjadi pada: 1) Mereka yang berpenyakit kronik (diabetes melitus, penyakit jantung kronik, penyakit paru kronik, gagal ginjal, dan lain-lain); 2) Mereka yang mengalami penurunan imunitas akibat penyakit atau obat (HIV, penderita kanker, dll); 3) Mereka yang limpanya pernah dioperasi (diangkat); 4) Mereka yang akan bepergian melaksanakan ibadah haji atau umrah. Kelompok-kelompok ini harus waspada agar tak tertular infeksi pneumokok.

Karena itu, mereka harus mengamalkan hidup sehat, menjaga kebersihan, serta menjalani imunisasi pneumokok. Imunisasi pneumokok bermanfaat untuk mencegah penularan infeksi pneumokok. Karena itu, di banyak negara imunisasi ini masuk dalam program imunisasi nasional. Imunisasi ini dibiayai oleh negara untuk anak dan usia lanjut dan cakupannya tinggi.

Di Indonesia, imunisasi pneumokok juga amat penting, tetapi sekarang belum mendapatkan pembiayaan dari pemerintah. Masyarakat dapat menjalani imunisasi pneumokok ini dengan biaya sendiri. Mudah-mudahan, jika keadaan memungkinkan, tak lama lagi imunisasi pneumokok akan mendapatkan pembiayaan dari pemerintah.

Di Indonesia tersedia vaksin pneumokok 13 yang berupa vaksin konjugat dan vaksin pneumokok 23 yang berbentuk polisakarida. Vaksin konjugat banyak digunakan pada anak karena sudah dapat menimbulkan kekebalan pada usia anak yang masih dini, sedangkan vaksin pneumokok 23 biasanya diberikan kepada mereka yang mempunyai kekebalan tubuh rendah seperti orang usia lanjut, mereka yang berpenyakit kronik, ataupun mereka yang akan menjalani cangkok organ tubuh. Sebenarnya kedua vaksin ini saling melengkapi karena masing-masing mempunyai kelebihan.

Jadi, memang benar anak-anak terutama yang berumur di bawah 5 tahun perlu mendapat imunisasi pneumokok. Meski belum dibiayai pemerintah, imunisasi ini penting sehingga masyarakat dapat menggunakannya meski harus dengan membiayai sendiri. Selain itu, mereka yang berpenyakit kronik, meski belum berusia 60 tahun, dianjurkan untuk menjalani imunisasi pneumokok ini.

Untuk penderita diabetes melitus, penyakit jantung kronik, penyakit paru kronik, penyakit gagal ginjal, serta penyakit kronik lain, imunisasi ini amat bermanfaat untuk melindungi penularan infeksi pneumokok. Penderita penyakit kanker yang akan mendapat kemoterapi dan radioterapi yang dapat menurunkan kekebalan tubuh juga dianjurkan mendapat vaksin pneumokok.

Begitu pula dengan penderita imunitas menurun, seperti infeksi HIV, atau yang secara anatomik kekebalannya menurun seperti penderita yang sudah mengalami operasi pengangkatan limpa.

Kita berharap agar cakupan imunisasi pneumokok akan meningkat di Indonesia sehingga terbuka kesempatan untuk mencegah penularan infeksi pneumokok. Untuk itu, diperlukan kesadaran masyarakat tentang manfaat serta kelompok yang memerlukan imunisasi pneumokok ini.

Tanyakanlah kepada dokter keluarga Anda apakah ada anggota keluarga Anda yang perlu mendapat imunisasi ini. Infeksi pneumokok dapat menular di dalam keluarga maupun di tempat kerja dan tempat umum.