Wakil Presiden M Jusuf Kalla memutuskan, 14.000 keluarga pengungsi akan dipindahkan ke hunian sementara paling lambat akhir Desember 2018. Pemerintah mengusulkan sejumlah lokasi di Sulawesi Tengah ditetapkan sebagai zona merah. Zona merah dimaksudkan sebagai wilayah rawan gempa, likuefaksi, dan tsunami yang tidak boleh dihuni kembali.

KOMPAS/AMBROSIUS HARTO

Suasana pengungsian di dekat Stadion Gawalise, Duyu, Tatanga, Palu, Sulawesi Tengah, Senin (12/11/2018). Pengungsian menampung warga Kelurahan Duyu dan Kelurahan Balaroa yang kehilangan rumah atau kediaman rusak berat akibat gempa dan likuefaksi. Pengungsian itu merupakan bagian dari 301 lokasi untuk 125.579 warga Palu, Sigi, dan Donggala bertahan hidup sementara akibat gempa, tsunami, dan likuefaksi.

Seperti diberitakan harian ini, Senin, 12 November 2018, beberapa lokasi zona merah adalah Tolo, Talise, dan Petobo di Kota Palu; Pombebe di Kabupaten Sigi; serta Loli dan Pantai Barat di Kabupaten Donggala. Pemerintah daerah bersama DPRD akan memprosesnya menjadi peraturan daerah. Rencana tata ruang wilayah memang harus disusun pemerintah dan DPRD.

Kita garis bawahi keputusan Wapres Kalla. Langkah Wapres tentunya sudah didasarkan pada masukan Badan Geologi serta badan lainnya yang mempunyai data dan kajian soal kebencanaannya. Keputusan Wapres itu perlu didukung oleh kita semua. Penataan kembali Palu dan sekitarnya harus didasarkan pada riset-riset kegempaan serta pengetahuan lokal dan sejarah lokal wilayah tersebut.

Palu memang akrab dengan bencana. Tulisan Ahmad Arif di harian Kompas, Rabu, 3 Oktober 2018, dengan mengutip Gegar Prasetya dalam Natural Hazard (2001) menyebutkan, Teluk Palu dan pesisir barat Sulawesi pernah dilanda tsunami 18 kali sejak tahun 1800. Masyarakat Palu juga mengenal istilah bompatalu atau pukulan gelombang laut tiga kali dan nalodo yang kini dikenal sebagai likuefaksi.

Melacak sejarah gempa dan tsunami di Palu, menjadi sangat masuk akal keputusan Wapres. Bencana itu selalu inbetween, pernah terjadi pada masa lalu, sedang terjadi, dan akan terjadi lagi pada kemudian hari. Keputusan Wapres tentunya masih harus dikukuhkan dalam peraturan daerah soal zona merah berdasarkan data riset ilmiah dan sejarah lokal kawasan.

KOMPAS/AMBROSIUS HARTO

Suasana perkembangan pembangunan hunian sementara di dekat Stadion Gawalise, Duyu, Tatanga, Palu, Sulawesi Tengah, Senin (12/11/2018). Pemerintah dan swasta bekerja sama membangun 2.226 hunian sementara untuk korban gempa, tsunami, dan likuefaksi di Palu, Sigi, dan Donggala yang mengalami dampak terparah.

Pembangunan dan penataan kota, pembangunan jalur kereta api, serta pembangunan bandara selayaknya mempertimbangkan kajian riset ilmiah kegempaan. Bukan hanya sekadar asal membangun infrastruktur untuk menggerakkan perekonomian. Daya dukung bumi dan lingkungan juga harus menjadi pertimbangan utama.

Pembangunan kota berbasiskan data bencana perlulah menjadi kebijakan nasional pembangunan nasional. Arsitektur atau desain bangunan di kawasan bencana harus disesuaikan agar bangunan di kawasan bencana punya kemampuan adaptasi. Muatan lokal pendidikan di sekolah juga harus memuat isu lokasilitas bahwa kita hidup di tanah bencana.