Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 22 Desember 2018

Belajar PMP dan Antikorupsi// ”Mpret”//”Kota BNI” (Surat Pembaca Kompas)


Belajar PMP dan Antikorupsi

Rencana pemerintah menghidupkan kembali pelajaran Pendidikan Moral Pancasila dan rencana KPK memasukkan materi pelajaran Antikorupsi perlu disambut antusias. Kedua rencana ini secara prinsip mendukung revolusi mental yang digagas Presiden Jokowi.

Menciptakan habitus (kebiasaan) hidup baik memang harus dimulai dari pendidikan, entah di keluarga maupun di sekolah. Kebiasaan hidup baik ini perlu terus-menerus diajarkan dan dipraktikkan, baik melalui pendidikan formal maupun nonformal.

Meski demikian, ada beberapa catatan penting yang perlu diperhatikan oleh semua pemangku kepentingan pendidikan, yaitu menciptakan lingkungan yang memungkinkan kebiasaan baik itu tumbuh subur dalam perkembangan setiap anak.

Sangat memprihatinkan tatkala dunia pendidikan sudah diracuni dengan masalah korupsi, tengoklah misalnya kasus Cianjur. Pemegang norma moral tercoreng dengan ditangkapnya seseorang karena korupsi di lingkungan pendidikan. Bagaimana mungkin kita menjaga kebersihan kalau kita menyapu dengan sapu yang kotor?

Penting sekali diperhatikan bahwa kedua rencana di atas akan sia-sia jika anak tidak menemukan model panutan di sekitarnya, entah di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Dengan mudah ia akan jatuh dalam kesalahan serupa.

Maka, Pendidikan Moral Pancasila dan Antikorupsi tidak cukup hanya diberikan dan dijejalkan sebagai pengetahuan kepada para peserta didik. Mereka membutuhkan contoh dan lingkungan yang baik agar kebiasaan baik anak berkembang sesuai yang diharapkan.

Pendidikan Moral Pancasila dan Antikorupsi sebaiknya juga diberikan kepada para pejabat, penguasa, dan pengambil keputusan agar mereka bertindak sesuai dengan hati nurani yang berlandaskan nilai-nilai moral manusia.

Pada hemat saya, kita dukung kedua rencana itu dengan catatan: tak cukup kepada peserta didik saja. Semua warga harus terlibat menciptakan masyarakat yang pancasilais dan antikorupsi. Tanah yang baik dan subur akan menumbuhkan tunas dan pohon yang baik dan subur pula.

Siswo Murdwiyono
Madrid-Kota Wisata, Gunung Putri,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat

"Mpret"

Tanggapan saya terhadap A Astanta (Surat kepada Redaksi, Kamis, 13/12/2018): "Mpret!"

Selain memenuhi keempat syarat yang dipatok Astanta— kecocokan ujaran dan makna, kepraktisan, mengangkat ujaran untuk memperkaya bahasa, dan menambah lema—mpret juga lebih ces-pleng, sebab lebih
singkat-padat. Mpret, seperti ces-pleng, dilafazkan dengan bunyi e pepet (vis-a-vis e taling).

L Wilardjo
Klaseman, Salatiga,
Jawa Tengah


"Kota BNI"

Selamat kepada Kompas yang belum lama ini mendapat penghargaan sebagai media cetak yang dinilai berdedikasi menggunakan bahasa Indonesia (Kompas, 11/12/2018).

Soal penggunaan bahasa Indonesia yang buruk, terutama karena dicampur istilah Inggris, dikeluhkan sejak dulu, termasuk juga pemakaian nama-nama asing. Ini bukan soal kemampuan berbahasa Inggris, melainkan perusakan bahasa,

Kenyataannya, masih banyak pejabat menggunakan kata Inggris bahkan jadi slogan pemerintah daerah. Media elektronik apalagi. Capek kita.

Ini ada lagi, dan relatif baru. Di seberang kantor pusat BNI ada tulisan besar: "Stasiun BNI City". Saya kaget karena daerah sekitar kantor pusat BNI, pangkal Jalan Sudirman, dulu disebut sebagai "Kota BNI".

Kita bangga menyebutnya, sebagaimana kita lega mengatakan "Alam Sutera" atau mal "Kota Kasablanka" saat properti tergila-gila dengan nama asing.

Maka, kenapa "BNI City" bukan "Kota BNI" ? Amboi.

A Zen Umar Purba
Cipinang Indah I,

Jakarta Timur

Kompas, 22 Desember 2018

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger