Tidak ada peringatan dini akan datangnya bencana dari lembaga yang bertanggung jawab. Juga tidak ada tanda alam berupa gempa bumi yang selama ini menjadi peringatan tentang kemungkinan tsunami. Suasana libur panjang akhir tahun menyebabkan Pantai Anyer dan sekitarnya ramai wisatawan.

Alat berat dioperasikan untuk mencari korban hilang di Pantai Carita, Pandeglang, Banten, pasca diterjang tsunami, Senin (24/12/2018). Proses evakuasi dan pencarian korban musibah ini melibatkan aparat gabungan,SAR, relawan, dan warga masyarakat.
Kita berduka atas jatuhnya korban 429 jiwa hingga Selasa (25/12). Tsunami diduga disebabkan guguran bagian barat daya lereng Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda masuk ke laut.
Anak Gunung Krakatau meningkat aktivitasnya sejak Juni 2018. Statusnya waspada dan telah terjadi ratusan kali letusan. Karena itu, seharusnya peringatan terhadap dampak letusan Anak Krakatau juga mencakup kemungkinan tsunami.
Bahwa aktivitas gunung berapi dapat menimbulkan tsunami, hal itu bukan pengetahuan baru bagi para ahli gunung berapi dan kebencanaan. Letusan dahsyat Gunung Krakatau, 27 Agustus 1883, menimbulkan tsunami besar dan ada catatan tertulisnya. Thomas Giachetti dkk sudah memublikasikan peringatan kemungkinan tsunami akibat guguran kawah Anak Krakatau dalam Geological Society London Special Publications, Januari 2012.
Sayangnya, pemerintah tidak cukup cepat menyediakan peralatan peringatan dini tsunami secara memadai. Jatuhnya korban jiwa dalam bencana di Palu sebagian juga disebabkan tidak ada peringatan dini tsunami akan menerjang Teluk Palu. Kita masih ingat tsunami Aceh pada 26 Desember 2014 dengan korban lebih dari 170.000 jiwa di Aceh saja dan 250.000 jiwa lainnya di 13 negara. Seharusnya kita telah belajar dari peristiwa itu.
Posisi geografis Indonesia sudah terberi, berada di antara tiga lempeng tektonik besar: Eurasia, Pasifik, dan Indo-Australia, serta di area Cincin Api, kawasan berisi deretan gunung api berbentuk tapal kuda di tepi Samudra Pasifik dari Australia hingga Pegunungan Andes, Amerika Selatan. Kondisi tersebut mengharuskan kita selalu siap hidup bersama gempa tektonik dan vulkanik serta tsunami.
Pemahaman tentang kesiapan menghadapi bencana harus terus diajarkan kepada masyarakat melalui pendidikan formal melalui sekolah, hingga masyarakat umum melalui media tradisional dan media baru. Termasuk kemungkinan potensi tsunami apabila terjadi lagi guguran dinding Anak Krakatau.
Masyarakat juga perlu disadarkan untuk ikut memelihara dan menjaga peralatan deteksi dini tsunami berupa sensor apung di laut. Penganggaran pencegahan bencana seharusnya menjadi prioritas pemerintah selain peningkatan kapasitas lembaga yang bergerak dalam pencegahan dan penanganan bencana.
Sepatutnya kita mensyukuri kondisi Indonesia yang telah terberi karena di tanah dan airnya tersimpan kekayaan alam luar biasa. Penguasaan iptek menjadi keharusan dan kita perlu meningkatkan kerja sama dengan negara yang memiliki keadaan mirip Indonesia, tetapi lebih maju ipteknya, seperti Jepang dan Amerika Serikat yang memiliki negara bagian Hawaii.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar