Tulisan Muhammad Kasir Sihotang di Kompas (7/1/2019), "Tentang Surat Pembaca Koran", menarik perhatian saya. Lewat surat di koran, pembaca bebas menyampaikan saran, kritik, keluhan, dan tanggapan ke berbagai kalangan demi perbaikan dan kontrol.
Materi surat pembaca di Kompas bervariasi: aduan konsumen serta komentar mengenai kebijakan/layanan publik, isi artikel di halaman Opini ataupun rubrik Bahasa, dan pemberitaan. Dalam hal ini penulis mesti menguasai bidang yang dikomentarinya.
Antara yang terdapat di satu koran dan di surat kabar lain, surat pembaca memiliki keistimewaan. Ibarat makanan yang berbeda, pada umumnya surat pembaca di satu koran tidak tersua di surat kabar lain. Sementara itu, materi berita bisa sama di semua media. Pembedanya pada pendalaman materi.
Yang tidak kita perhatikan dari surat pembaca adalah tulisan dari pandangan mata. Materi tersebut sangat disukai pembaca. Ditinjau dari berbagai sisi, sepantasnya diberi kusala (penghargaan) kepada setiap penulis surat pembaca yang berisi kepentingan publik.
Contoh tentang dampak surat pembaca adalah yang ditulis Hendra NS di Kompas (16/7/2010), "Trauma oleh Patwal Presiden", tentang perlakuan patwal presiden yang arogan dan banyaknya warga yang terganggu oleh iring-iringan presiden. Keluhan yang dimuat Kompas itu mengundang reaksi, sampai-sampai presiden saat itu, SBY, turun tangan. Patwal yang arogan diberi sanksi dan jumlah iring-iringan pun dipangkas.
Karena warga masyarakat mengetahui kehebatan surat pembaca Kompas, dan jumlah pembacanya yang satu juta lebih, bisa saja puluhan surat per hari terkirim ke meja redaksi. Yang dimuat 2-3 judul. Akhirnya, banyak yang menjadi korban tidak dimuat, menunggu lama, bahkan kedaluwarsa. Sayang sekali, habis arang besi tak jadi ditempa.
Pengurangan luas kolom surat pembaca memungkinkan pelemahan kekuatan yang dibangun Kompas puluhan tahun. Semakin banyak surat pembaca semakin majulah sebuah koran. Kehebatan surat pembaca janganlah cepat berlalu.
BELLA BENEDICTA PUTRI SIAHAAN
Mahasiswa Universitas Terbuka Jakarta
Asuransi "Bingung"
Saya pemegang polis Prudential (12037229). Pada 29 Agustus 2018, Prudential mengirimkan surat kepada saya yang intinya:
Pertama, Prudential tidak menyetujui pembayaran klaim biaya perawatan sebelum dan setelah rawat inap yang saya ajukan (3/7/2018) sebesar Rp 2.262.000.
Kedua, Prudential "mengancam" akan membatalkan polis saya pada 4/10/2018, kecuali saya mau menandatangani hasil penilaian ulang polis dan menyerahkan ke Prudential pada 4/10/2018.
Ketiga, hasil penilaian ulang polis menjelaskan bahwa terhadap polis saya dilakukan penyesuaian sehingga ada bermacam penyakit (ada rinciannya) yang tidak berlaku untuk polis saya.
Saya tidak menandatangani hasil penilaian ulang itu. Tanggal 15/10/2018 jatuh tempo pembayaran premi dan saya pun membayar seperti biasa. Pada 19/11/2018 Prudential kembali mengirim surat dengan isi yang sama persis dengan surat 29/8/2018.
Pada 29/11/2018 Prudential mengirim surat lagi. Isinya persetujuan pembayaran klaim Rp 2.262.000. Sampai saat ini, polis saya in force (masih berlaku). Klaim saya dibayar dan saya dapat laporan rutin.
Saya bingung apa yang diinginkan Prudential dengan surat-suratnya? Kalau memang mau dibatalkan, kenapa sampai sekarang polis saya masih berlaku dan premi yang saya bayar tetap diterima? Saya ingin ketenangan dengan memiliki asuransi kesehatan Prudential, tetapi yang saya dapat sebaliknya.
MARTHA SETIAJAYA
Jalan Sukabakti, Ciputat,
Tangerang Selatan, Banten
Kompas, 18 Januari 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar