AFP/NOEL CELIS

Warga Mindanao, peserta referendum, mencari nama mereka di sebuah tempat pemungutan suara di Cotabato, Mindanao, Filipina selatan, Senin (21/1/2019). Referendum itu digelar untuk menentukan apakah warga Mindanao sepakat ada otonomi yang memberi mereka kontrol yang lebih besar atas wilayah tersebut.

Hanya selang seminggu setelah referendum untuk menjadi bagian wilayah otonomi Muslim, dua bom meledak di Gereja Katedral Bunda Maria di Jolo, Filipina.

Kedua ledakan itu menyebabkan sedikitnya 20 orang meninggal dan puluhan orang luka-luka. Ledakan pertama terjadi saat misa Minggu di dalam Gereja Katedral Bunda Maria, sementara ledakan kedua terjadi di area parkir mobil. Belum ada yang mengaku bertanggung jawab atas ledakan tersebut.

Pada referendum pekan lalu, para pemilih menyetujui pembentukan Daerah Otonomi Bangsamoro di wilayah mayoritas Muslim di Filipina selatan. Namun, para pemilih di Provinsi Sulu, tempat Jolo berada, menolaknya.

Referendum adalah hasil kesepakatan damai antara pemerintah dan Front Pembebasan Islam Moro (MILF). Pemerintah sebelumnya berharap referendum dapat menjadi solusi politik untuk mengakhiri pertempuran puluhan tahun antara separatis Islamis dan tentara Filipina di negara yang mayoritas penduduknya beragama Katolik itu.

Hampir tiga juta orang di Mindanao memberikan suara dalam referendum. Mereka ditanya apakah mendukung rencana oleh separatis untuk menciptakan daerah yang dikelola sendiri yang dikenal sebagai Bangsamoro.

Referendum dilakukan setelah Pemerintah Filipina sejauh ini gagal mewujudkan perdamaian di kawasan itu. Pemberontak Moro (MILF) mengatakan akan menyerah atas desakan mereka untuk wilayah independen dengan imbalan kekuasaan yang lebih besar atas wilayah baru itu.

Jolo merupakan benteng pertahanan gerilyawan radikal Abu Sayyaf, yang dikenal lewat serangkaian pengeboman dan kebrutalan, dan berbaiat kepada NIIS. Gerilyawan ini sering terlibat dalam pembajakan dan penculikan.

Pada Juli 2018, sedikitnya 10 orang tewas ketika gerilyawan Abu Sayyaf menyerang pos pemeriksaan militer dengan bom mobil. Abu Sayyaf—bersama dengan kelompok Maute, organisasi teror berbasis di Mindanao lainnya bertanggung jawab atas invasi dan pendudukan Marawi, kota berpenduduk mayoritas Muslim terbesar di negara itu, pada tahun 2017.

Dengan otonomi diperluas ini, Daerah Otonomi Bangsamoro akan menggelar pemilihan sendiri pada tahun 2022 untuk memilih parlemen dan menteri utama. Pemerintah di Manila masih akan mengawasi kepolisian dan keamanan.

Mayoritas penduduk Filipina beragama Katolik, tetapi di Mindanao populasi Muslim cukup besar. Dalam beberapa dekade, sejumlah kelompok pemberontak menuntut hak otonomi.

Akibat kekerasan ini, Mindanao menjadi salah satu daerah termiskin di Filipina. Bahkan, Mindanao masih di bawah darurat militer sejak pendudukan Marawi.

Bangsa Indonesia bisa banyak belajar dari kasus Mindanao. Kekerasan tak hanya membuahkan kemiskinan, tetapi juga membuat anak bangsa saling curiga. Sulit mengharapkan keamanan, apalagi perdamaian, di tengah suasana seperti itu.


Kompas, 28 Januari 2019