Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 22 Februari 2019

Aksi Kamisan Ke-573//Jalan Kalimalang yang Malang//Ojek Daring, Helm, dan Anak Sekolah (Surat Pembaca Kompas)


Aksi Kamisan Ke-573

Kompas (8/2/2019) pada halaman 2 memuat foto berita "Kamisan Ke-573" yang digelar oleh Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan di depan Istana Merdeka, Jakarta. Mereka menuntut penyelesaian kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat yang hingga kini belum ditangani.

Ini mungkin aksi terlama yang pernah ada di negeri ini dan konsisten dilakukan setiap Kamis. Luar biasa perjuangan itu: melakukan aksi atau unjuk rasa terus-menerus 573 kali atau sekitar sembilan tahun di depan Istana Merdeka.

Apakah tidak ada respons pemerintah?

Kalau tidak salah, pelaku aksi ini untuk pertama kalinya diterima di istana oleh Presiden Joko Widodo pada Kamis, 31 Mei 2018. Kita tidak tahu bagaimana respons pemerintah selanjutnya atau apakah pemerintah memang tak dapat memenuhi tuntutan aksi itu? Barangkali yang mereka tuntut sudah pernah disampaikan kepada Komisi Nasional HAM. Akan tetapi, karena tak ada kelanjutannya, aksi ini dilakukan di depan Istana Merdeka.

Sudah saatnya pemerintah mengambil sikap serta memastikan agar kementerian atau instansi terkait dapat segera menindaklanjuti untuk memberikan jawaban terhadap tuntutan aksi tersebut.

Terima kasih kepada Presiden Joko Widodo yang sudah menerima mereka, sebagaimana selama ini telah menerima dan bertemu masyarakat dari berbagai kalangan— artis, sopir truk, ataupun pedagang kecil.

Pangeran Toba P Hasibuan
Jl Sei Bengawan, Medan


Jalan Kalimalang yang Malang

Jalan Raya Kalimalang atau Jl KH Noer Alie adalah jalan arteri utama penghubung Jakarta dan Bekasi yang tak pernah sepi. Hambatan sekecil apa pun akan berimbas pada kemacetan yang sangat merugikan warga.

Dari pertigaan Jl Caman (ramp turun Jalan Tol Becakayu dari arah Jakarta) sampai simpang menuju Galaxy dan arah sebaliknya, mulai dari simpang Jl Ahmad Yani sampai persimpangan Jl Caman, dalam enam bulan terakhir ini makin parah macetnya atau kerusakan jalannya.

Kemacetan ruas jalan itu merupakan dampak pembangunan Jalan Tol Becakayu yang mengambil setengah badan jalan Kalimalang untuk membangun tiang fondasi.

Jalan arteri yang sebelumnya layak dan baik dilalui dalam kedua arahnya ditukar dengan jalan arteri pengganti yang dibangun seadanya dan sebagian dibiarkan kian rusak.

Sepertinya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dan Pemerintah Kota Bekasi telah mengabaikan hak masyarakat pemakai jalan. Bukankah undang-undang menetapkan bahwa selama masa pembangunan jalan tol, pemerintah harus menetapkan jalan pengganti yang setara dan layak dengan jalan sebelumnya?

Sampai kapankah hak masyarakat pelintas jalan Kalimalang dikurangi dan harus terus merasakan kemalangan ini?

K Mulyono
Jatibening, Kota Bekasi,
Jawa Barat


Ojek Daring, Helm, dan Anak Sekolah

Saya sering menyaksikan anak-anak sekolah yang mengendarai ojek daring tidak memakai helm. Helm hanya dipegang. Hal serupa pernah saya dengar dari salah satu pengemudi ojek daring ketika saya memakai jasanya. Katanya, akibat anak sekolah hanya pegang helm, dia ditilang.

Penghasilan pengemudi ojek daring tak seberapa, tetapi masih harus kena tilang polisi gara-gara tanpa helm.

Helm adalah pelindung kepala untuk keselamatan pengemudi dan pembonceng, bukan dipakai karena takut polisi. Hal ini yang harus dipahami siapa pun.

Saya yakin bahwa mereka paham, tetapi untuk disiplin keselamatan, mereka masih jauh dari tertib.

Vita Priyambada
Kompleks Perhubungan, Jatiwaringin,

Jakarta Timur

Kompas, 21 Februari 2019

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger