Duta Besar Arab Saudi untuk Amerika Serikat Putri Reema binti Bandar al-Saud mencoba memperbaiki hubungan yang renggang antara Riyadh dan Washington

Untuk pertama kalinya dalam sejarah Arab Saudi, seorang perempuan ditugaskan menjadi duta besar. Tidak tanggung- tanggung, negara yang menjadi tujuan adalah Amerika Serikat, mitra Saudi terpenting di dunia. Putri Reema menggantikan Pangeran Khalid bin Salman, anak Raja Salman dan adik dari Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman.

Penunjukan Putri Reema menjadi isu penting karena mencerminkan kesungguhan Arab Saudi untuk memberdayakan kaum perempuannya. Sejak 2017, Raja Salman dan Pangeran Mohammed bin Salman (MBS) telah memulai visi pemberdayaan perempuan dengan perlahan-lahan membuka keran kebebasan sesuai tuntutan zaman.

Mulai 2018 perempuan Saudi boleh menyetir kendaraan sendiri dan mengendarai sepeda motor. Keputusan ini mungkin bukan hal penting bagi negara lain, seperti Indonesia yang memiliki penduduk beragama Islam terbesar di dunia. Jangankan sekadar menyetir mobil, Indonesia sudah pernah memiliki perempuan presiden. Namun, bagi Arab Saudi, pemberdayaan perempuan merupakan lompatan besar. Mereka juga diperbolehkan menonton pertandingan di stadion olahraga, sementara pemerintah sedang mempersiapkan aneka fasilitas hiburan, seperti bioskop dan teater.

Penetapan Reema menjadi tolok ukur baru kontribusi perempuan Saudi yang disambut positif dunia internasional. Namun, tantangan yang dihadapi Reema, yang memiliki latar belakang pendidikan di AS, relatif berat.

Hubungan AS dan Arab Saudi terus merenggang pasca-pembunuhan kejam kontributor Washington Post Jamal Khashoggi di Konsulat Saudi di Istanbul, Turki. Laporan badan intelijen Istanbul maupun Washington mengaitkan pimpinan Saudi, tak tertutup kemungkinan Pangeran MBS, terlibat dalam insiden ini. Bahkan Kongres AS mendesak Gedung Putih agar mengendurkan dukungannya kepada Saudi.

Namun, pemerintahan Donald Trump tak ingin kerja sama ekonomi yang menguntungkan AS terhenti karena kasus Khashoggi. AS merupakan pemasok persenjataan terbesar ke Saudi. AS juga berencana mentransfer teknologi nuklir ke Saudi, termasuk membangun sejumlah pusat pembangkit tenaga nuklir, membangun pusat-pusat hiburan yang melibatkan teknologi termutakhir, dan lainnya. Secara geopolitik, AS juga membutuhkan Saudi tidak hanya untuk mengimbangi pengaruh Iran di kawasan Timur Tengah, tetapi juga untuk menangani konflik Palestina-Israel.

Persoalannya, sejak Partai Demokrat menguasai DPR AS pasca-pemilu legislatif November lalu, pemerintahan Trump tidak bisa seleluasa sebelumnya. Dinamika politik yang terus berkembang antara Gedung Putih dan DPR akan memengaruhi kinerja Putri Reema yang bertugas "melunakkan" Washington.


Kompas, 26 Februari 2019