Alasannya sederhana, ikan yang dibakar di Ambon atau di Labuan Bajo baru mati sekali. Artinya, ikan yang dibakar baru diambil dari laut. Sebaliknya kalau di Jakarta, ikan yang sampai di restoran sudah melalui berbagai tangan, dari nelayan ke pengepul, lalu ke pasar ikan, dan dibeli pemilik restoran.

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Nelayan di Muara Angke, Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, mengangkut hasil tangkapan kerang hijau untuk dikupas, Sabtu (23/2/2019). Saat ini harga kerang hijau kupas yang diperoleh dari kawasan Teluk Jakarta tersebut di tingkat nelayan mencapai Rp 25.000 per kilogram.

Kini, anekdot yang boleh jadi nyata itu masih ditambah lagi dengan berita yang membuat kita lebih tak nyaman menyantap hidangan laut di Jakarta. Ikan dan biota laut yang berasal dari Teluk Jakarta banyak tercemari logam berat. Kalau kita terus menyantapnya dan keasyikan, bisa jadi kita akan terpapar penyakit serius.

Di satu sisi kita banyak mendengar anjuran agar kita lebih banyak menyantap ikan dan hidangan laut, apakah itu ikan atau udang bakar, kerang rebus atau cumi saus tiram. Namun, di harian ini kita membaca berita bahwa biota laut yang berasal dari Teluk Jakarta tidak aman dikonsumsi karena pencemaran logam berat berkadar tinggi.

Hal itu disampaikan Etty Riani dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar di Bidang Ekobiologi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Sabtu (23/2/2019). Etty mengatakan, kita berpotensi terserang penyakit kanker dan penyakit degeneratif nonkanker jika mengonsumsi kerang dan ikan dalam jumlah melebihi ambang batas toleransi, yakni 0,002-0,043 kilogram per minggu.

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Kerang hijau yang telah direbus siap dikupas oleh ibu-ibu nelayan di Muara Angke, Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, Sabtu (23/2/2019). Saat ini harga kerang hijau kupas yang diperoleh dari kawasan Teluk Jakarta tersebut di tingkat nelayan mencapai Rp 25.000 per kilogram.

Penggemar hidangan laut (sea food) sulit mengetahui ambang batas tersebut karena, selain suka, dewasa ini juga banyak anjuran untuk menyantap ikan. Mereka tidak tahu bahwa Teluk Jakarta yang menjadi muara 13 sungai dicemari oleh bahan beracun yang ditumpahkan ke sungai tersebut.

Sejauh kita ingat, isu pencemaran Teluk Jakarta makin acap kita dengar sejak dua-tiga dekade silam. Ternyata, menurut penelitian Guru Besar Departemen Geografi Universitas Indonesia Tarsoen Waryono, pencemaran logam berat di sungai-sungai tersebut terus naik dalam kurun 2009-2013.

Logam berat yang dimaksud meliputi merkuri, kadmium, timbel, krom, dan timah. Meski pencemaran logam berat tersebut sudah sangat membahayakan, belum ada mekanisme pengawasan kandungan logam berat pada ikan di dalam negeri. Dampaknya sudah sering kita dengar, yaitu ditolaknya ekspor ikan Indonesia. Mestinya penolakan itu menjadi dasar untuk perlindungan konsumen dalam negeri. Di wilayah Jakarta, Pemprov hanya punya kewenangan mengimbau, agar masyarakat tidak mengonsumsi kerang hijau.

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Kerang hijau yang telah direbus siap dikupas oleh ibu-ibu nelayan di Muara Angke, Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, Sabtu (23/2/2019). Saat ini harga kerang hijau kupas yang diperoleh dari kawasan Teluk Jakarta tersebut di tingkat nelayan mencapai Rp 25.000 per kilogram.

Dari isu ini kita dapat menarik dua pelajaran. Pertama, masyarakat harus mendapat informasi luas tentang bahaya menyantap hidangan laut dari Teluk Jakarta. Kedua, ada aksi untuk menghentikan pencemaran logam berat di 13 sungai yang bermuara di Teluk Jakarta.