REUTERS/JONATHAN ERNST/FILE PHOTO

Presiden Amerika Serikat Donald Trump bersalaman dengan Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi Mohammed bin Salman di Gedung Putih pada 20 Maret 2018. Sebuah komisi di DPR AS, Selasa lalu, mulai menyelidiki rencana pemerintahan Trump untuk menjual teknologi nuklir kepada salah satu sekutu utama di Timur Tengah, yakni Arab Saudi.

Gedung Putih menghadapi tekanan baru. DPR Amerika Serikat memulai penyelidikan dugaan upaya transfer teknologi nuklir AS kepada Arab Saudi.

Seperti diberitakan harian ini pada Kamis (21/2/2019), komisi di DPR AS, Selasa silam, mulai menyelidiki rencana pemerintahan Presiden Donald Trump untuk menjual teknologi nuklir kepada salah satu sekutu utama di Timur Tengah, yakni Arab Saudi. Komisi yang dipimpin Elijah Cumming dari Partai Demokrat itu menyebutkan bahwa, menurut sejumlah pembocor atau whistleblower, proyek transfer teknologi kepada Saudi dipenuhi konflik kepentingan dan melanggar statuta kriminal tingkat federal terkait transfer teknologi nuklir yang sangat sensitif.

Kabar ini mengejutkan. Meskipun teknologi nuklir yang ditransfer meliputi pemanfaatannya bagi keperluan sipil, seperti reaktor pembangkit listrik, tetap ada kecemasan teknologi itu dikembangkan bagi kepentingan militer.

Perlombaan senjata nuklir di kawasan Timur Tengah dapat tidak terkendali, mengingat Iran—rival utama Saudi di kawasan— memiliki kemampuan pengembangan nuklir, apalagi Israel ditengarai pula sudah mengembangkan kemampuan persenjataan nuklir dalam waktu cukup lama.

Menurut laporan awal komite, upaya transfer teknologi didorong oleh mantan Penasihat Keamanan Nasional Michael Flynn. Bekas perwira tinggi militer ini dipecat pada awal 2017 karena menyesatkan FBI dan Wapres Mike Pence mengenai komunikasinya dengan Dubes Rusia. Derek Harvey, pejabat Dewan Keamanan Nasional yang dibawa oleh Flynn, lalu melanjutkan pengerjaan proposal yang masih dalam pertimbangan oleh pemerintahan Trump itu.

Adapun para pembocor melapor kepada anggota DPR karena khawatir terhadap upaya orang-orang Gedung Putih yang terus berusaha mempercepat transfer teknologi nuklir AS ke Arab Saudi. Proses transfer itu berpotensi melanggar Undang-Undang Energi Atom dan berjalan tanpa melewati pengawasan Kongres sebagaimana disyaratkan oleh hukum di AS. Transfer teknologi nuklir ke Arab Saudi meliputi proyek pembangunan reaktor-reaktor nuklir di seluruh wilayah Arab Saudi.

Sebuah laporan lain menyebutkan bahwa rencana pengembangan teknologi nuklir di Arab Saudi dipromotori oleh grup IP3 yang berisikan pensiunan perwira petinggi militer. Mereka berargumen, AS perlu terlibat dalam proyek itu karena, jika tidak, Washington akan kehilangan bisnis miliaran dollar AS yang kemudian jatuh ke tangan Rusia dan China.

Penyelidikan dugaan pelanggaran aturan dalam upaya transfer teknologi nuklir kepada Arab Saudi baru diluncurkan oleh DPR AS yang dikuasai Partai Demokrat. Ujung pemeriksaan yang didasarkan pada pengaduan para pembocor ini mungkin masih panjang. Namun, satu hal yang jelas, penyelidikan itu menambah tekanan politik pada pemerintahan Trump.


Kompas, 22 Februari 2019