Reklame bertuliskan #GantiDompet terpampang pada hampir semua stasiun kereta komuter di Jakarta dan sekitarnya. Teks reklame itu merupakan sebuah contoh pemanfaatan tagar (tanda #) yang kini meluas di mana-mana. Sebelum populer lewat media sosial, tanda itu tak banyak digubris orang ramai. Awam memakainya sebagai tanda nomor pada alamat surat: Gang Buntu #10. Itu pun jarang terjadi. Kini tagar beredar masif mulai dari teks poster ajakan minum kopi hingga bahasa kampanye pemilihan calon presiden.

Di Perancis terjadi arus sebaliknya: Ganti #. Penggusuran terhadap istilah hashtagdari media sosial di sana diprakarsai langsung oleh Kementerian Kebudayaan. Hanya bahasa Gallic, yang 'tipikal de Gaulle', yang boleh dipakai di ruang publik sebab itulah bahasa resmi seantero negeri. Badan bernama Commission Générale de Terminologie et de Néologie lalu mengganti istilah hashtag dengan mot-dièse—secara harfiah berarti 'kata tajam'. Para vrai nationaliste, 'nasionalis sejati', jelas mendukung langkah Komisi Terminologi itu. Namun, tak urung muncul plèsètan sarkastis. "Jika hashtag digantimot-dièse, Facebook akan jadi fessebouc[pantat kambing]," kicau Jean-Michel Boudon, seorang warganet.

Ternyata bukan hanya hashtag yang dicoret. Para pejabat Kementerian Kebudayaan kabarnya tak antusias menyambut e-book kemudian menimpanya dengan liseuse 'lampu baca'. Tidak selalu jelas apa kriteria penggantian kata atau istilah Inggris itu. Tampaknya kata/istilah yang sangat populer justru jadi sasaran tembak penggusuran. Kata street, misalnya, yang kadang tertulis pada suatu alamat, harus diganti rue yang dirasa romantis. Maka, sebutan olahraga streetbasketball pun diamputasi jadi basketball de rue. Istilah exit tax—pajak bagi yang melancong ke luar negeri—disodok taxe d'expatriation yang "Perancis banget".

Tampak pula kata/istilah yang "sangat Anglais" atau menunjukkan kuat ciri budaya Anglo Saxon bakal dibidik Komisi Terminologi. Contohnya, istilah binge drinking, mengenai kebiasaan mabuk-mabukan anak muda, segera digulung Komisi dan diganti beuverie expresssetelah banyak pemuda Perancis ikutan mencandu alkohol. Mungkin pula pengalihan kata-kata Inggris itu didasari pertimbangan psikologis tertentu seperti pada istilah dropout yang disulih jadidécrochage dan lebih dimaknai 'meninggalkan sekolah secara prematur'.

Sementara itu, dalam suatu sidang kabinet pada 2013, Menteri Perindustrian Prancis mengajukan usul program ekonomi baru yang ia sebut dalam bahasa Inggris "Silver Economy". Sehari kemudian, sebagai buntut usul itu, Perdana Menteri Jean-Marc Ayrault menulis memo berisi perintah agar para menteri menghentikan pemakaian bahasa Inggris dalam komunikasi resmi pemerintahan sebab, katanya, bahasa negara dan hukum di Perancis adalah Perancis seturut konstitusi 1992. "Bahasa Republik [Perancis] adalah Perancis," katanya, dikutip Le Figaro, koran kondang di sana.

Situasi yang berkembang di Perancis itu pada galibnya terbaca sebagai proses penegakan bahasa nasional—katakanlah begitu. Sejatinya, proses serupa itu terjadi di sini. Pada 1995 Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (sekarang Badan Bahasa) menerbitkan Pedoman Pengindonesiaan Nama dan Kata Asing dalam berbagai bidang. Hanya saja, umumnya khalayak di sini terbiasa bersikap "suka-suka" dalam berbahasa. Terhadap tanda # tadi, misalnya, akan disebut hashtag ataupun tagar 'tanda pagar' bakalan sami mawon artinya.

KASIJANTO SASTRODINOMOPengajar pada Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI

Kompas, 16 Maret 2019