Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 14 Maret 2019

Presiden di Kereta Api//Data Sahih dan Tepercaya//Referensi dan Apresiasi (Surat Pembaca Kompas)


Presiden di Kereta Api

Surat ini saya tulis ketika berita Presiden Joko Widodo, Rabu (6/3/2019) malam, viral. Presiden naik kereta api ulang-alik pada jam sibuk, menjelang maghrib, mojok di Gerbong 8 dari Tegal Parang, Jakarta Selatan.

Kereta menuju Bogor; penumpang lebih banyak yang berdiri dan bergoyang. Suasana ceria, dinamis, bahkan beberapa penumpang yang tak menduga sempat swafoto dan ngomong apakah beliau sendiri. Dengan segala karisma dan keakrabannya, Pak Jokowi membuktikan, optimistis akan keadaan dan situasi secara keseluruhan. Penumpang bisa naik-turun, bisa berganti tempat, dan aman.

Surat ini saya tulis seketika karena cemas. Bahaya, risiko terlalu besar bagi Pak Jokowi. Gerbong kereta api ruangnya sempit, sangat terbatas, bahkan untuk menggerakkan tangan sekalipun tanpa menyentuh penumpang lain. Saya tak ingin Pak Jokowi berada dalam situasi begini—karena yang begini sudah sejak lama dibuktikan dan masih dilakukan, dalam blusukan yang berbeda. Saya tak ingin Pak Jokowi membuat cemas mereka yang selama ini mendoakan sehat, terus merakyat, panjang umur.

Saya sadar surat ini spontanitas kecemasan belaka karena—dalam hal begini—Pak Jokowi hanya mendengar apa yang dinasihatkan ibunya, Ibu Sudjiatmi. Mungkin akan dibisikkan jika memang perlu dan sudah saatnya.

Cukuplah cemas dikemas sekali ini.

Arswendo Atmowiloto
Jakarta Selatan

Data Sahihdan Tepercaya

Pilpres 2019 makin hangat. Dari kubu petahana, pemaparan capaian biasanya dilengkapi dengan berbagai data; sementara kubu penantang sigap cari kelemahan, mengkritik, kadang-kadang menggugat data tersebut. Sejatinya ini sah-sah belaka, bahkan bagus untuk sebuah demokrasi yang sehat. Data menjadi komoditas yang kian penting.

Masalahnya, memperoleh data yang sahih dan tepercaya harus didasarkan pada beberapa hal, antara lain sumber data dapat dipercaya, metode pengumpulan datanya betul, memenuhi kriteria ilmiah, obyektif, sumber daya manusia memadai, sumber dana cukup, serta lembaga yang kredibel dalam pengelolaannya,

Karena itu, andai ada data dari BPS (data kemiskinan, misalnya) digugat, data pembandingnya haruslah sahih dan tepercaya pula; demikian pula lembaganya harus kredibel dan setara dengan BPS agar rakyat tidak bingung.

Berkaca dari Pilpres 2014, ketika hasil hitung cepat lembaga kredibel disanggah lembaga survei lain, akankah terjadi lagi dalam Pilpres 2019? Jangan bermain-main bahkan memanipulasi data. Kita semua dirugikan.

Bharoto
Gajahmungkur, Semarang

Referensidan Apresiasi

Dalam "Surat kepada Redaksi" Kompas (4/3/2019), FX Wibisono, seorang pelanggan setia Kompas menyampaikan usul kepada Kompas agar mengumpulkan data pelanggan, jadi rujukan membangun hubungan lebih kuat, dekat, dan saling untung antara Kompas dan pelanggan, terutama yang setia. Kompas akan mempertimbangkan usul itu. Menurut saya, saran itu penting diperhatikan Kompas yang sudah sangat lama masa terbitnya. Terlebih lagi di tengah persaingan ketat media saat ini.

Saya mulai baca Kompas pada akhir 1965, tahun lahir surat kabar ini. Saya baru di bangku SMP; orangtua saya berlangganan beberapa surat kabar, antara lain Kompas. Sejak itu, tanpa terputus, saya jadi pembaca (kemudian pelanggan) Kompas, yang dalam perjalanannya beberapa kali berubah format mengikuti perkembangan pembaca. Baca Kompas jadi "ritual" setiap pagi.

Membangun hubungan dengan pelanggan setianya selain menjadi bekal referensi bagi Kompas, juga wujud apresiasi surat kabar ini terhadap pelanggan setia (dan pembaca setia) yang selama puluhan tahun menaruh kepercayaan pada kredibilitas Kompas.

Eduard Lukman
Jl Warga, Pejaten Barat,

Pasarminggu, Jakarta Selatan

Kompas, 14 Maret 2019

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger