RON

Sawitri Supardi Sadarjoen

Kita semua berharap dapat berkomunikasi yang baik, juga untuk didengar. Ungkapan sentimen, seperti "Dia adalah seseorang yang tidak mau mendengar" atau "Dia sangat kritis", sering saya dengar di kantor-kantor.

Apabila kita bicara, kita selalu menginginkan ada telinga yang mau mendengar, dan kita juga pernah mengalami dan merasa sangat direndahkan saat kita menjadi seseorang yang "terabaikan" dan "tidak dipahami".

Saya berharap dapat meyakinkan Anda sekalian dengan menulis topik tersebut di atas, Anda akan mendapat garansi akhirnya merasa cukup "didengar" walaupun sedang berada dalam iklim relasi yang sulit. Dengan memperkuat suara Anda, Anda dapat menyertakan rasa cinta dan diterima serta diakui orang yang berada di sekitar Anda.

Pada dasarnya, tidak ada fakta yang dapat meyakinkan kita bahwa orang lain mampu menangkap makna dari ungkapan kita, dan akan memberi respons yang sesuai dengan kemauan kita. Kita pun tidak dapat memperkirakan seberapa jauh ketidakpekaan perasaan lawan bicara kita.

Si "dia" mungkin tidak pernah mencintai kita, baik saat ini atau kapan pun. Dan, apabila kita memberanikan diri untuk berinisiatif, meluaskan, atau memperdalam percakapan kita, mungkin justru membuat diri kita semakin cemas dan tidak nyaman. Pada akhirnya, komunikasi yang terjalin malah menjadi benar-benar tertutup.

Dengan demikian, setiap pelatihan komunikasi atau pelatihan bersikap asertif pun gagal dan tidak dapat dipertahankan. Bahkan, bisa jadi tercipta kondisi "diam-membatu" di mana kita merasa marah, frustrasi, dan menghasilkan sakit hati bagi diri kita sendiri.

Ketahuilah bahwa tidak satu pun terbitan buku atau pendapat ahli komunikasi yang melindungi kita dari perasaan sakit sebagai manusia biasa. Kita dapat memengaruhi orang lain melalui kata- kata dan mungkin dengan sikap terdiam, tetapi kita tidak akan pernah dapat mengendalikan reaksi/hasil yang akan timbul.

Namun, apa yang dapat kita ambil dari uraian selanjutnya adalah bahwa kita dapat memaksimalkan kesempatan untuk didengar dan mengubah iklim relasi yang kita ciptakan. Kita bisa menggantinya dengan sikap antara lain sebagai berikut:

• Kita dapat mengubah setting relasi yang berbeda yang membuka peluang bagi tercapainya hasil yang kita inginkan.

• Kita juga dapat menghentikan kebiasaan percakapan yang tidak produktif dengan cara menciptakan percakapan baru untuk meningkatkan kualitas percakapan.

• Kita lebih bersikap tegas, tetapi nyaman dalam mengomunikasikan harapan.

• Kita bisa mencoba memosisikan diri dengan cara diam sesaat. Dengan begitu, kita memberi kesempatan kepada orang tertentu yang kita ajak berkomunikasi untuk mengungkapkan isi benaknya.

Manfaat suara otentik

Tantangan untuk menemukan suara otentik dalam kisaran relasi utama lebih besar daripada sekadar komunikasi dalam tingkat keseharian.

Otentisitas masuk ke dalam pemikiran kita seperti kualitas yang tidak terduga, seperti halnya "tampil utuh", "terpusat". Ini langsung terkait dengan diri ("self") kita yang terdalam, yang terjadi dalam konversasi penting yang kita alami.

Untuk bergerak menuju kedalaman diri tersebut, kita harus mampu mengklarifikasi diri dan orang lain yang kita ajak terlibat dalam konversasi tersebut.

Memiliki suara otentik artinya:

• Kita dapat secara terbuka berbagi kompetensi serta segala permasalahan yang menuntut kepekaan perasaan bersama.

• Kita dapat meningkatkan kehangatan relasi dan menenangkan penyertaan emosi kita.

• Kita dapat mendengar dan menanyakan pertanyaan yang membuat diri kita benar-benar memahami orang yang kita ajak berkomunikasi dan mengumpulkan informasi tentang segala hal yang bisa memengaruhi kita.

• Kita dapat mengatakan apa yang kita pikirkan dan rasakan, perbedaan-perbedaan di antara kita dan memberikan kesempatan yang sama kepada orang yang kita ajak berkomunikasi.

• Kita dapat mendefinisikan nilai-nilai, prinsip-prinsip yang kita anut, ataupun prioritas, serta menuangkannya dengan baik sesuai dengan kondisi orang yang kita ajak berkomunikasi.

• Kita seyogianya mampu mendefinisikan makna relasi yang kita jalin dan kita juga dapat mengklarifikasikan batas-batas relasi kita serta apa yang mampu kita toleransi dan terima, bagaimanapun perilaku orang yang kita ajak berkomunikasi.

Jika dirasa perlu, kita juga akhirnya dapat meninggalkan mereka, dalam artian kita sudah merasa mandiri baik secara finansial maupun emosional.

Pada dasarnya empat butir terbawah dari ungkapan keseluruhan butir-butir pernyataan di atas adalah segala hal yang terkait dengan kemampuan pemahaman diri kita sendiri, seperti nilai-nilai dan kepercayaan. Hal ini patut kita sadari, juga kita jaga demi keutuhan diri kita sendiri.

Menyuarakan otentisitas diri itulah yang sering dirasakan amat sulit dilakukan oleh dua orang yang terikat perkawinan atau pada kondisi di mana orang yang kita ajak berkomunikasi adalah seseorang dengan kepribadian yang sulit.