Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 15 Maret 2019

Rombak Total PSSI//Tanggapan Kementan (Surat Pembaca Kompas)


Rombak Total PSSI

Kekacauan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) saat ini memang musibah yang amat memprihatinkan, tetapi harus dilihat juga sebagai kesempatan emas merombak besar-besaran persepakbolaan nasional.

Beberapa hal perlu dilakukan.

Rombak organisasi PSSI. Pisahkan PSSI dari politik dan kekuasaan. Ketua umum PSSI harus dari kalangan profesional; sudah bukan zamannya pejabat tinggi negara entah sipil entah militer juga bukan tokoh politik.

Ganti logo PSSI. Logo bukanlah sesuatu yang sakral. Mengubah logo bukan berarti tak menghargai sejarah. Banyak federasi nasional sepak bola yang ganti logo jadi lebih anggun (seperti AS, Belanda, dan Jepang).

Tak perlu ada lagi turnamen Piala Presiden, Menteri, Gubernur, Kepala Staf, dan sebagainya, karena tak langgeng. Turnamen di antara jeda kompetisi bisa menggunakan nama provinsi, kota, atau pahlawan.

Ciptakan piala resmi dan digunakan sepanjang waktu; jangan berubah-ubah semaunya, untuk tiap kompetisi dan divisi, seperti Piala Kompetisi dan Piala Liga. Piala itu harus artistik dan anggun, berbahan metal kuat dan awet. Piala di liga-liga nasional Eropa atau UEFA dari tahun ke tahun bentuknya tetap dan membanggakan. Piala kita terkesan pasaran dan ngawur. Ingat, kita pernah punya piala setinggi manusia normal!

Sesuaikan jadwal kompetisi dengan FIFA dan UEFA, misalnya. Suka tak suka, itulah kiblat sepak bola dunia. Masa jeda kompetisi bisa dipakai mendatangkan klub ternama atau menyelenggarakan turnamen singkat.

Pisahkan klub profesional dan amatir. Klub profesional berbasis kota atau perusahaan. Klub amatir berbasis kota dari universitas, sekolah, organisasi, dan seterusnya.

Masih banyak sebetulnya. Itu dulu. Majulah PSSI!

Dian W
Cirendeu Raya,
Tangerang Selatan, Banten

Tanggapan Kementan

Sehubungan dengan tulisan di harian Kompas, 12 Maret 2019, berjudul "Simalakama Harga Pangan", Kementerian Pertanian memberikan tanggapan sebagai berikut.

Mengutip Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Kementerian Pertanian (Kementan) I Ketut Kariyasa adalah tidak valid jika menilai kesejahteraan petani berkurang karena harga produksi yang diterima petani menurun, tanpa mengaitkan dengan perubahan produksi yang terjadi. Sebab, secara sederhana, pendapatan bersih petani dari kegiatan usaha tani dapat ditentukan oleh penerimaan dan biaya produksi yang dikeluarkan.

Sesuai teori ekonomi, ketika produksi banyak dan di sisi lain permintaan tidak berubah, harga akan turun. Namun, pendapatan yang diterima petani akan tetap membaik jika penurunan harga itu lebih rendah daripada peningkatan produksi.

Fenomena sedikitnya penurunan harga gabah selama Februari 2019 relatif terhadap bulan sebelumnya adalah merupakan hal yang wajar karena pada Februari produksi terus meningkat akibat panen padi sudah ada di mana-mana yang akan mencapai puncaknya pada Maret dan April ini.

Mengutip peneliti pada Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSEKP) Prof Pantjar Simatupang, tidak ada istilah "simalakama" dalam fluktuasi atau perkembangan harga pangan di Tanah Air. Pemerintah melalui Kementan dengan kajian mendalam dan tahap uji serta proses pertimbangan yang matang telah menelurkan sejumlah kebijakan. Artinya telah menjadi tugas pemerintah menjaga keseimbangan antara kepentingan petani sebagai produsen dan pihak lain sebagai konsumen.

Ketimbang menebar ketakutan yang kontra produktif, ada baiknya seluruh anak bangsa membangun optimisme, sembari terus mengawal pemerintah dalam melakukan perbaikan pada pembangunan yang tengah berjalan.

Kuntoro Boga Andri
Kepala Biro Humas dan

Informasi Publik Kementan

Kompas, 14 Maret 2019

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger