AP

Perdana Menteri Inggris Theresa May (baju merah) menjelang pemungutan suara di Ruang Dewan Rakyat, London, Inggris, Selasa (12/3/2019).

Setelah kesepakatan Brexit ditolak untuk kedua kalinya oleh parlemen, Inggris pun batal keluar dari Uni Eropa pada 29 Maret 2019.

Krisis politik di Inggris terus berlangsung meski tenggat Brexit pada 29 Maret 2019 tinggal dua pekan lagi. Majelis Rendah Inggris untuk kedua kalinya menolak kesepakatan Brexit yang telah direvisi dengan suara telak 391 menolak, 242 mendukung. Namun, parlemen juga tak menginginkan Inggris keluar dari Uni Eropa tanpa kesepakatan. Dalam voting Rabu (13/3/2019) malam, parlemen menolak usulan "Brexit tanpa kesepakatan" dengan suara 321 menolak berbanding 278 mendukung.

Masih ada satu voting lagi yang dilakukan parlemen pada Kamis (14/3) malam, yaitu apakah Inggris akan meminta perpanjangan tenggat Brexit kepada Uni Eropa. Parlemen diperkirakan akan menyetujui usulan perpanjangan tenggat.

Hasil voting di parlemen selama tiga hari berturut-turut itu tidak mengurai kebuntuan. Persoalannya tetap sama, parlemen tahu apa yang tidak diinginkan (Brexit tanpa kesepakatan), tetapi tak tahu langkah apa yang harus diambil.

Kalau UE menyetujui untuk memberikan perpanjangan tenggat kepada Inggris, persoalannya, apa yang akan dilakukan dengan waktu perpanjangan itu? Muncul kekhawatiran bahwa perpanjangan tenggat hanya memperpanjang ketidakpastian.

Sejumlah opsi yang sama tetap terbuka, mulai dari negosiasi dengan Brussels sampai percepatan pemilu. Namun, seperti juga "gonjang-ganjing" yang terjadi beberapa bulan terakhir, tak ada satu opsi pun yang bisa memuaskan parlemen yang saat ini terbelah.

Terkait itu, Perdana Menteri Inggris Theresa May mengusulkan rencana baru ke parlemen. Parlemen diminta melakukan voting kembali terhadap kesepakatan Brexit yang sama untuk ketiga kali pada Rabu (20/3) mendatang.

Jika parlemen mendukung kesepakatan itu, May akan meminta Uni Eropa untuk memperpanjang tenggat Brexit sampai Juni 2019 untuk membereskan masalah teknis. Namun, jika parlemen tetap menolak kesepakatan itu, May akan meminta perpanjangan waktu lebih lama lagi sehingga Inggris akan ikut dalam pemilu legislatif Eropa, Mei mendatang.

Jelas sudah keinginan Inggris untuk keluar dari UE pada 29 Maret 2019 kandas. Sementara "ancaman" May, bahwa Inggris harus mengikuti pemilu legislatif Eropa, akan membuat berang para pendukung pro-Brexit.

Terkait itu, menurut BBC, Partai Unionis Demokratik (DUP), yang merupakan koalisi pemerintah, telah melakukan pertemuan intensif dengan pemerintah dan pejabat Republik Irlandia. Intinya, DUP yang memiliki 10 kursi di parlemen didesak untuk mendukung kesepakatan Brexit. Dalam dua voting sebelumnya, DUP konsisten memberikan suara menolak.