REUTERS/JORGE SILVA

Bentuk Semenanjung Korea terlihat pada permukaan halaman rumput di depan gedung Balai Kota dekat  City Hall di Seoul, Korea Selatan, Rabu (25/4/2018). Situasi  di kawasan ini  belakangan  menghangat menyusul laporan adanya aktivitas baru pengembangan rudal Korea Utara di Sanumdong.

Hanya sepekan pasca-perundingan tanpa kesepakatan antara AS dan Korut di Hanoi, situasi di Korea menghangat. Butuh upaya agar asa perdamaian di Korea tetap terjaga. Munculnya laporan aktivitas baru di situs pengembangan rudal Korea Utara di Sanumdong menyebabkan situasi akhir pekan lalu di kawasan Semenanjung Korea agak menghangat.

Hal ini terjadi hanya berselang sepekan setelah perundingan Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Pemimpin Korut Kim Jong Un di Hanoi, Vietnam, tidak membuahkan kesepakatan tentang denuklirisasi di Semenanjung Korea.

Laporan adanya aktivitas di pusat pengembangan rudal di Sanumdong—tempat Korut memproduksi rudal balistik antarbenua (ICBM)—diungkap oleh militer Korea Selatan dan radio NPR, AS, secara berurutan pada Kamis dan Jumat (7-8/3/2019). Muncul spekulasi dan kecurigaan, Pyongyang mempersiapkan peluncuran rudal atau satelit.

Hingga Minggu (10/3), belum ada konfirmasi Pyongyang soal laporan aktivitas di Sanumdong. Kecurigaan yang dipicu oleh laporan aktivitas di pusat pengembangan rudal Korut itu bisa menghadirkan suasana kontraproduktif dalam upaya menjaga sikap saling percaya dan kesepahaman, salah satu elemen utama guna mewujudkan perdamaian, pasca-perundingan tanpa kesepakatan di Hanoi.

Perundingan antara Trump dan Kim di Hanoi, 27-28 Februari lalu, gagal membuahkan kesepakatan karena adanya jurang perbedaan antara AS dan Korut dalam memahami dua kata kunci dalam perundingan: "perlucutan fasilitas nuklir Korut" dan "pembebasan Korut dari sanksi-sanksi internasional".

Korut, menurut Trump, hanya menawarkan perlucutan fasilitas nuklir di Yongbyon sebagai imbalan pencabutan semua sanksi. Padahal, ada fasilitas nuklir lain milik negara itu.

Namun, melalui Menteri Luar Negeri Ri Yong Ho, Korut hanya meminta pencabutan sebagian sanksi—bukan keseluruhan sanksi—sebagai imbalan penutupan fasilitas nuklir Yongbyon.

Terlepas mana yang benar, apakah keterangan versi Trump atau versi Ri, hal itu semakin menggarisbawahi masih adanya perbedaan pandangan secara mendasar antara Washington dan Pyongyang.

Dalam situasi seperti ini, laporan aktivitas di pusat pengembangan rudal di Sanumdong dan kecurigaan yang mengikutinya dapat memperburuk situasi.

Untunglah, masih ada upaya Korsel untuk tetap mempererat hubungan dengan Korut. Seperti diberitakan Kompas, Sabtu (9/3), Presiden Korsel Moon Jae-in mengganti Menteri Unifikasi Cho Myoung-gyon dengan Kim Yeon-chul dan mengangkat Choi Jong-kun di Dewan Keamanan Nasional guna mendorong pendekatan baru dalam proses perdamaian yang berbasis kerja sama ekonomi.