ANTARA FOTO/AJI STYAWAN

Prajurit Kopassus memanggul peti berisi jenazah rekannya Sertu Anumerta Siswanto Bayu Aji yang akan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kusuma Bhakti, Grobogan, Jawa Tengah, Sabtu (9/3/2019). Siswanto Bayu Aji merupakan satu dari tiga prajurit TNI AD yang gugur dalam baku tembak dengan kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Distrik Mugi, Kabupaten Nduga, Papua saat pengamanan jalur pergeseran pasukan keamanan pembangunan infrastruktur Trans Papua pada Kamis (7/3/2019).

 

Tiga prajurit TNI akhir pekan lalu gugur di Kabupaten Nduga, Papua. Mereka sebelumnya terlibat dalam kontak senjata dengan kelompok kriminal separatis bersenjata.

Kita prihatin dengan kejadian di Distrik Mugi, Nduga itu, karena sudah berulangkali prajurit TNI, serta anggota Polri, menjadi korban kekerasan bersenjata di Papua. Di Nduga saja, Januari lalu seorang prajurit TNI juga dilaporkan tertembak, dan meninggal. Seorang prajurit TNI lainnya, dan 19 pekerja proyek konstruksi, Desember tahun lalu juga menjadi korban kekerasan dari kelompok kriminal separatis bersenjata itu.

Selain di Nduga, sejumlah prajurit TNI juga meninggal saat bertugas di Papua. Catatan yang paling banyak, adalah delapan prajurit TNI gugur dalam kontak senjata di Kabupaten Puncak Jaya pada Februari 2013. TNI dan Polri pasti mempunyai data jumlah prajuritnya yang gugur dalam tugas di Papua.

Organisasi hak asasi manusia, Amensty International mencatat, antara tahun 2010-2018, sedikitnya 95 warga sipil Papua meninggal akibat kekerasan dengan aparat TNI/Polri. Dalam catatan aparat keamanan, bisa jadi warga yang meninggal itu, adalah bagian dari yang disebut kelompok kriminal separatis bersenjata. Meski Papua bukan daerah operasi militer, tetapi hingga kini masih sering terjadi kontak senjata antara aparat TNI/Polri dan kelompok bersenjata.

Sebenarnya tiga prajurit TNI yang meninggal di Nduga pada pekan lalu, bukan sedang memburu kelompok kriminal separatis bersenjata. Mereka tengah mengamankan pergeseran pasukan TNI yang akan menjaga pembangunan infrastruktur Trans-Papua Wamena-Mumugu (Kompas, 8-10/3/2019). Mereka dilaporkan diserang oleh kelompok kriminal bersenjata.

Menurut pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI), tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta melindungi bangsa dan tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Tugas itu dijalankan melalui operasi militer perang dan bukan perang, termasuk menindak separatisme dan membantu tugas pemerintah.

Jenderal Besar Soedirman, dalam Maklumat Tentara Keamanan Rakyat (TKR) pada 1 Januari 1946, mengingatkan TNI lahir dari rakyat, dan tumbuh bersama rakyat. Soedirman menuliskan, "Robek-robeklah badanku, potong-potonglah jasadku, tetapi Jiwaku yang dilindungi benteng Merah Putih akan tetap hidup, tetap menuntut bela, siapapun lawan yang dihadapi. Tentara bukan merupakan suatu kalangan di luar masyarakat, bukan suatu kasta yang berdiri di atas masyarakat."Ia melanjutkan, "Kamu sekalian telah bersumpah bersama-sama rakyat seluruhnya, akan mempertahankan kedaulatan negara Republik kita dengan segenap harta benda dengan jiwa raga. Jangan sekali-kali di antara tentara kita, ada yang menyalahi janji menjadi penghianat nusa, bangsa, dan agama."

Wakil Presiden keenam Republik Indonesia (1993-1998) Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno dalam pengantar buku berjudul "Letjen TNI (Purn) Achmad Wiranatakusumah: Komandan Siluman Merah"(Penerbit Buku Kompas, 2019) juga menegaskan, TNI merupakan tentara yang berpancasila dan bersapta marga. Jati diri TNI adalah sebagai tentara pejuang, tentara rakyat, dan tentara nasional…. Sebagai tentara rakyat, karena rakyatlah yang membentuk TNI secara bertahap: BKR (Badan Keamanan Rakyat), TKR, TRI (Tentara Rakyat Indonesia), dan disempurnakan menjadi TNI.

Peringatan ini dapat dimaknai, terhadap kelompok separatis bersenjata, yang mereka bisa jadi adalah rakyat Papua sebagai bagian NKRI, pendekatan keamanan tidak boleh selalu dipakai.

KOMPAS/JUMARTO YULIANUS

Kegiatan sunat massal pada pencanangan Bakti Sosial TNI Manunggal Keluarga Berencana Kesehatan Tingkat Nasional 2018 di Lapangan Pahlawan, Kota Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, Selasa (1/5/2018). Melalui kegiatan tersebut, TNI ingin turut menyukseskan program kependudukan dan keluarga berencana dalam upaya mengantisipasi bonus demografi pada 2035.

TNI bisa memadukannya dengan pendekatan kemanusiaan dan pembangunan, dengan melibatkan rakyat Papua sebanyak-banyaknya, seperti melalui program Tentara Manunggal Membangun Desa (TMMD).

Dalam TMMD, yang kini memasuki putaran ke-104, dahulu dinamai ABRI Masuk Desa (AMD) dan digelar sejak tahun 1980, prajurit TNI dan rakyat bersatu bersama membangun daerah dan menyejahterakan rakyat.

Asisten Teritorial Kepala Staf TNI Angkatan Darat (Aster Kasad) Mayor Jenderal TNI Supartodi dalam rapat paripurna laporan pelaksanaan dan evaluasi TMMD ke-39 Tahun 2018 di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, awal Desember tahun lalu, menyatakan, program TMMD mendapatkan respon yang sangat baik dari masyarakat dan terbukti memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat.

Sejumlah daerah meminta program itu dilaksanakan kembali, dan dikembangkan. Namun, di sisi lain, pelibatan kaum muda perlu terus ditingkatkan.