KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Gubernur dan Wagub Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak (baju hitam) berjabat tangan dengan Gubernur dan Wakil Gubernur Riau Syamsuar-Edy Natar Nasution didampingi Wakil Ketua KPK Saut Situmorang sebelum meninggalkan rutan KPK di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (20/2/2019). Tiga kepala daerah yang baru dilantik yaitu Gubernur dan Wakil Gubernur Riau, Gubernur dan Wagub Jawa Timur, serta Gubernur Jambi Fachrori Umar berkunjung ke KPK untuk beraudiensi dengan pimpinan KPK terkait upaya pencegahan korupsi.

 

Indonesia ada di peringkat ke-62 dari 126 negara dalam Indeks Penegakan Hukum 2019. Meski posisi Indonesia meningkat, penilaiannya cenderung stagnan.

Indeks Penegakan Hukum (Rule of Law Index) 2019 dikeluarkan oleh World Justice Project (WJP) setiap tahun setidaknya sejak tahun 2008. Dalam penyusunan indeks itu, Indonesia masuk dalam kawasan Asia Timur dan Pasifik, bersama 14 negara lain: Mongolia, China, Australia, Selandia Baru, Thailand, Malaysia, Singapura, Korea Selatan, Jepang, Myanmar, Kamboja, Filipina, Vietnam, dan Hong Kong.

Sejak enam tahun lalu, nilai total Indonesia dalam Indeks Penegakan Hukum cenderung tak beranjak, yaitu 0,52 serta peringkat di kawasan regional "konsisten" di kisaran 8 atau 9 dari 15 negara. Peringkat di tingkat global juga cenderung berada di papan tengah, tergantung dari jumlah negara yang disurvei.

Peringkat ke-62 tahun 2019 lebih baik dibandingkan tahun 2017/2018, yang berada di peringkat ke-63 dari 113 negara. Tahun 2016, Indonesia berada di peringkat ke-61 dari 113 negara, tahun 2015 di peringkat ke-54 dari 102 negara.

WJP mengeluarkan indeks itu dengan misi mewujudkan A world comprised of rule of law communities delivering justice, opportunity, and peace (Dunia yang terdiri atas komunitas negara hukum yang memberikan keadilan, peluang, dan perdamaian).

Ada sembilan faktor yang dinilai, penegakan aturan, pembatasan pemerintahan, pemberantasan korupsi, pengakuan hak dasar, keterbukaan pemerintahan, penegakan ketertiban dan keamanan, perwujudan keadilan sipil, penyelesaian tindak pidana, serta keadilan tak tertulis (informal justice). Namun, keadilan tak tertulis tak sepenuhnya menjadi faktor yang menentukan dalam pemeringkatan indeks.

Harian ini hari Sabtu (2/3/2019) melaporkan, dalam aspek pembatasan kekuasaan pemerintah, melalui konstitusi, di saat banyak negara mengalami penurunan dan menguatnya otoritarianisme, Indonesia justru membaik.

Perbaikan juga terjadi pada pemberantasan korupsi, pemenuhan hak-hak dasar warga negara, penegakan aturan, dan keadilan dalam kasus tindak pidana/kriminal. Di sisi lain, perwujudan keadilan sipil (sosial) serta penegakan ketertiban dan keamanan turun dibandingkan tahun sebelumnya. Tahun ini, keterbukaan Pemerintah Indonesia pun dinilai tak beranjak.

Kondisi penegakan hukum di negeri ini yang cenderung stagnan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya mengindikasikan pembangunan hukum tak banyak berkembang. Penegakan hukum di Indonesia, khususnya dalam ketertiban dan keamanan bagi masyarakat, serta keadilan sosial, masih rentan. Pemerintah pun belum sepenuhnya terbuka.

Penegakan hukum dan keadilan merupakan hasil interaksi yang intens antara pemerintah, penegak hukum, elite politik, dan masyarakat. Kepatuhan masyarakat pada hukum di satu sisi amat menentukan keberhasilan penegakan hukum.