Pekan ini, dunia maya dihebohkan oleh pengumuman seorang perempuan yang seolah-olah bersedia melakukan apa saja demi melunasi utangnya kepada sebuah perusahaan teknologi finansial (tekfin).
Ternyata pengumuman itu dibuat oleh penagih utang dari perusahaan tersebut yang memang sengaja mau mempermalukan si peminjam.
Meminjam uang terkadang menjadi jalan pintas ketika kebutuhan tidak sesuai dengan jumlah uang yang ada. Kemajuan digital juga membuat urusan pinjaman menjadi semakin mudah. Hanya beberapa kali klik, uang yang dibutuhkan tersedia dalam sekejap.
Hanya saja, para peminjam terkadang tidak mempersiapkan jalan keluar dari utang. Idealnya, ketika kita meminjam sejumlah uang, sudah tersedia jalan keluarnya. Bagaimana uang itu akan dikembalikan dan utang dapat terbayar.

Suasana salah satu kantor penyelenggara bisnis keuangan berbasis teknologi finansial (tekfin), KoinWorks, di kawasan Tanah Abang, Jakarta, Kamis (16/3/2017).
Misalnya saja, seorang karyawan yang baru menerima gaji pada tanggal 30, namun memerlukan uang pada tanggal 20. Sebaiknya ia segera membayar utangnya pada saat gajian tiba.
Kecanggihan teknologi digital memiliki dua sisi yang berlawanan. Manfaatnya adalah memudahkan kita mengakses pinjaman uang tanpa harus menyediakan jaminan seperti ketika pinjam uang ke bank. Mengingat masih banyak orang yang belum terjangkau perbankan, layanan teknologi finansial ini mengisi ceruk yang menganga.
Mudaratnya adalah kemudahan ini membuat orang terlena. Gampang meminjam uang, sampai lupa memikirkan bagaimana untuk mengembalikan utang itu. Di sinilah drama pinjaman daring dimulai.

CEO dan Co-Founder Pinjam.co.id Teguh B Aribowo (pembicara, kanan) menjelaskan peran teknologi keuangan (tekfin) dalam inklusi keuangan di Jakarta, Selasa (25/4). Pelaku usaha tekfin terus berupaya mengembangkan inklusi keuangan di sektor UMKM dan pemberdayaan perempuan wirausaha.
Perusahaan teknologi finansial bukanlah Sinterklas yang membagi-bagikan dana dengan gratis. Kemudahan meminjam dan tanpa agunan harus dibayar dengan bunga mencekik. Inilah kompensasi yang harus dibayar dan terkadang tidak disadari oleh peminjam.
Pemberian pinjaman dengan bunga tinggi merupakan bisnis menggiurkan. Perusahaan teknologi finansial pinjam-meminjam menjamur karena secara perhitungan bisnis memang menjanjikan.
Menurut data Bank Indonesia, pembiayaan melalui perusahaan teknologi finansial per Juni 2019 mencapai Rp 8,3 triliun. Angka tersebut tumbuh 274 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 2,2 triliun.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga masih terus mengatur perusahaan-perusahaan seperti ini. Tingkat suku bunga dan tata cara penagihan pinjaman pun sudah diatur. Baik konsumen maupun industri yang baru tumbuh ini sama-sama memerlukan perlindungan.

Asosiasi Teknologi Finansial Indonesia (Aftech) menggelar lokakarya bertajuk "Memahami Bisnis Peer to Peer Lending-Cash Loan" di Jakarta pada Kamis (30/8/2018).
Tekfin abal-abal
Legitnya bisnis pinjam-meminjam ini menarik minat banyak orang. Sejumlah perusahaan tekfin ini ternyata belum memenuhi persyaratan OJK dan bahkan belum terdaftar di OJK. Tata cara operasionalnya pun serampangan, seperti menagih dengan teror dan mempermalukan peminjam.
Ketika perusahaan tekfin tidak termasuk dalam pengawasan OJK, perusahaan itu harus mengikuti keputusan Kepala Polri Nomor 8 Tahun 2011 mengenai tata cara penagihan yang berdasarkan fidusia.
Fidusia merupakan pengalihan hak kepemilikan sebuah benda atas dasar kepercayaan. Ketentuannya, hak kepemilikan benda yang dialihkan tersebut tetap berada dalam penguasaan pemilik benda, misalnya sepeda motor atau mobil yang tidak dibayar cicilannya.

Direktur Hubungan Masyarakat Otoritas Jasa Keuangan A Hari Tangguh (kiri) dan Ketua Satuan Tugas Waspada Investasi OJK Tongam L Tobing dalam konferensi pers temuan tekfin pinjam-meminjam uang berbasis informasi ilegal, Jumat (27/7/2018), di Jakarta.
Perusahaan fintek abal-abal sangat sulit diberantas. OJK sudah mengumumkan dan menutup perusahaan seperti itu. Hanya saja, sekali lagi, kemudahan teknologi dan bisnis yang menjanjikan membuat perusahaan yang ditutup dapat cepat bangkit kembali dengan nama berbeda.
Di sisi lain, kebutuhan untuk mengakses dana tunai dengan cepat, terutama oleh mereka yang belum tersentuh perbankan, juga besar. Penawaran dan permintaan ini membuat pinjaman daring, walaupun berbunga tinggi, terus diminati.
Edukasi dan informasi yang sampai kepada masyarakat tampaknya belum merata. Belum semua peminjam menyadari risiko yang timbul akibat meminjam uang ke perusahaan semacam itu.
Kecanggihan teknologi juga membuat perusahaan tekfin dapat mengakses nama-nama yang ada di telepon seluler. Cara penagihan pun sudah tidak lagi konvensional dengan menyambangi pengutang, tetapi menyebarkan teror di dunia maya, termasuk melalui kontak-kontak di telepon genggam peminjam yang telat bayar utang. Kisah-kisah pinjaman macet dan teror debt collectorpun semakin sering terdengar.

Petugas Kementerian Komunikasi dan Informatika sedang memantau konten-konten di internet, termasuk aplikasi teknologi finansial, di Kementerian Kominfo, Jakarta, Selasa (2/4/2019). Berdasarkan laporan masyarakat dan Satgas Waspada Investasi, Kementerian Kominfo dapat menutup aplikasi ataupun situs teknologi finansial ilegal yang diduga merugikan publik.
Utang produktif
Sebenarnya kehadiran perusahaan tekfin yang mampu menyediakan dana dengan cepat dapat dimanfaatkan oleh para pengusaha kecil. Biasanya mereka memerlukan modal dengan cepat dan memperoleh margin keuntungan yang lumayan lebih tinggi dibandingkan dengan bunga yang dikenakan oleh perusahaan tekfin tersebut.
Pengusaha makanan, misalnya, bisa jadi memperoleh margin keuntungan sebesar 100 persen dari modal berjualan pisang goreng. Namun, tukang pisang goreng tidak memiliki persyaratan untuk meminjam di bank yang berbunga lebih rendah sehingga pinjaman tekfin pun menjadi pilihan.
Celakanya, kemudahan pinjaman ini juga menggiurkan mereka yang berutang hanya untuk keperluan konsumtif. Membeli telepon baru, sepatu baru, atau barang lain yang tidak akan menghasilkan uang untuk membayar cicilan.

Seorang warganet tengah membuka situs TaniFund, salah satu teknologi finansial di bidang pinjaman pembiayaan, untuk melihat-lihat pilihan investasi yang berujung pada permodalan di bidang agrikultur.
Apalagi jika tidak mempersiapkan strategi untuk keluar dari pinjaman tersebut. Pembayaran terlambat, bunga pun menumpuk, tanpa ada sumber pendapatan untuk membayar. Jadilah berutang ke perusahaan tekfin lain. Gali lubang tutup lubang.
Peminjam konsumtif juga sering lupa tentang rasio pinjaman mereka. Rasio pembayaran cicilan utang yang ideal maksimal adalah 30 persen dari pendapatan. Jadi begini, ketika kita memiliki pendapatan bulanan sebesar Rp 1 juta, maksimal hanya boleh digunakan membayar utang total sebesar Rp 300.000.
Jumlahkan cicilan utang koperasi, utang teman, utang mertua, utang kantor, utang motor, semua hanya boleh 30 persen saja dari penghasilan bulanan. Jika lebih tinggi akan mengganggu keuangan.

Korban pinjaman daring yang mengadu ke LBH Jakarta tengah berunjuk rasa di depan Markas Polda Metro Jaya, Sabtu (23/3/2019).
Bayangkan jika penghasilan Rp 1 juta per bulan, sementara jumlah cicilan utang yang harus dibayar Rp 500.000, hanya tersisa Rp 500.000 untuk kebutuhan sehari-hari. Akibatnya, kita cenderung akan mencari pinjaman baru untuk menutupi kekurangan tersebut.
Selain mencermati diri sendiri, cermati pula perusahaan tekfin macam apa yang akan kita tuju. Apakah perusahaan itu sudah terdaftar di OJK atau belum? Bagaimana reputasinya? Apakah sering melakukan pelanggaran, terutama dalam penagihan? Apakah mengenakan bunga yang masuk akal atau mencekik?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar