Pada masa sekarang, kesadaran konsumen meningkat. Di sisi lain, industri jasa keuangan berkembang makin rumit, peluang sengketa antara lembaga jasa keuangan dan konsumen juga makin besar. Layanan konsumen keuangan OJK, baik melalui nomor telepon 157 maupun surat elektronik, menerima banyak pengaduan tentang hal ini.

Penyelesaian sengketa melalui mekanisme pengadilan biasanya memakan waktu serta biaya yang tidak murah. Bagi sebagian konsumen dan mungkin juga perusahaan, hal itu bisa menguras energi dan perhatian. Oleh karena itu, sejumlah pihak umumnya menginginkan perselisihan diselesaikan di luar meja hijau (external dispute resolution).

Terkait dengan penyelesaian di luar pengadilan ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengatur mekanismenya:

Tahap pertama: penyelesaian dilakukan melalui mekanisme internal (internal dispute resolution). Di sini pelaku usaha jasa keuangan wajib menyelesaikan laporan pengaduan konsumennya. Untuk melaksanakan ini, mereka diwajibkan memiliki unit atau fungsi yang menangani pengaduan konsumen.

Tahap kedua: manakala penyelesaian secara internal ini tidak menemukan titik temu, maka konsumen dapat meminta bantuan secara terbatas kepada Layanan Konsumen OJK.

Tahap ketiga: mengajukan penyelesaian sengketa melalui Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS).

Sesuai Surat Edaran OJK Nomor 2/SEOJK.07/2014 tentang Pelayanan dan Penyelesaian Pengaduan Konsumen pada Pelaku Usaha Jasa Keuangan, proses penyelesaian perselisihan diawali oleh konsumen dengan menyampaikan ketidakpuasannya secara formal dengan surat disertai bukti kepada pelaku usaha jasa keuangan karena adanya kerugian atau potensi kerugian yang diakibatkan lembaga jasa keuangan tersebut.

Pengaduan harus diselesaikan dalam jangka waktu 20 hari sejak pengaduan diterima dan, jika tidak, dapat diperpanjang 20 hari lagi. Apabila selama masa 40 hari kerja tersebut tidak ditemukan jalan keluar, konsumen dapat menyelesaikannya melalui bantuan terbatas OJK.

Tentu saja OJK tidak dapat memberikan bantuan terbatas untuk semua perselisihan. Pemberian fasilitas terbatas OJK tersebut hanya untuk sengketa perdata, bukan pidana, dengan nilai pengaduan paling besar Rp 500 juta untuk kasus perbankan, pasar modal, dana pensiun, asuransi jiwa, pembiayaan, perusahaan gadai, dan penjaminan.

Adapun nilai untuk sengketa di bidang asuransi umum maksimal Rp 750 juta. Syarat lain adalah kasusnya tidak melebihi 60 hari kerja sejak laporan hasil penyelesaian sengketa oleh pelaku usaha jasa keuangan.

Penyelesaian sengketa

Apabila penyelesaian melalui OJK ini juga menghadapi jalan buntu, sengketa dapat diselesaikan melalui LAPS. Lembaga ini dibentuk oleh organisasi atau asosiasi di tiap-tiap sektor jasa keuangan.

Saat ini terdapat enam LAPS yang terdaftar di OJK, masing-masing mewakili sektor. Keenam lembaga ini setidaknya dapat memberikan tiga layanan berupa, pertama, mediasi, yakni penyelesaian sengketa melalui pihak ketiga yang ditunjuk oleh pihak-pihak yang berselisih yang sifatnya hanya membantu untuk mencapai kesepakatan.

Kedua, ajudikasi, yakni penyelesaian sengketa melalui penunjukan pihak ketiga oleh mereka yang bersengketa untuk mengambil keputusan yang sifatnya mengikat lembaga jasa keuangan, sekalipun usaha jasa keuangan tersebut tidak menyetujui hasilnya. Sebaliknya, manakala konsumen tidak menyetujui keputusan ajudikasi, sedangkan lembaga jasa keuangan menyetujuinya, keputusan itu tidak dapat dilaksanakan.

Ketiga adalah melalui arbitrase di mana penyelesaian sengketa berdasarkan perjanjian arbitrase yang dibuat tertulis oleh mereka yang bersengketa.

Dalam menjalankan tugas, LAPS wajib menganut empat prinsip. Salah satunya kemudahan diakses oleh konsumen di seluruh wilayah Indonesia. Dengan demikian, konsumen keuangan yang berada di daerah dapat memanfaatkan lembaga ini. Selain itu, institusi ini harus memiliki sumber daya sendiri yang tidak bergantung pada lembaga jasa keuangan serta memiliki pengawas.

LAPS juga harus beroperasi efektif dan efisien dalam menyelesaikan sengketa. Di atas segalanya, LAPS harus bertindak sebagai fasilitator yang berdiri adil di atas semua pihak yang bersengketa.

Mengingat begitu cepatnya perkembangan teknologi digital serta produk jasa keuangan yang makin kompleks, ke depan proses dan mekanisme penyelesaian sengketa konsumen keuangan perlu mempertimbangkan penyelesaian perselisihan melalui jaringan atau apa yang lazim disebut sebagai online dispute resolution.

Di sejumlah negara mekanisme ini sudah mulai diperkenalkan, sebagian lagi sudah memakainya. Bagi Indonesia yang memiliki wilayah yang terpencar-pencar, penyelesaian sengketa konsumen tanpa perlu bertatap muka adalah jalan keluar yang efisien.

Konsumen (keuangan) yang terlindungi hak-haknya serta mekanisme penyelesaian sengketa yang mudah dijangkau dari pelosok negeri akan membuat masyarakat nyaman berinvestasi. Pada akhirnya ini akan membuat industri jasa keuangan berkembang dengan sehat.