ARSIP PRIBADI

Samsuridjal Djauzi

Komisaris perusahaan tempat saya bekerja dirawat di rumah sakit karena kanker prostat. Beliau berumur 71 tahun, sehari-hari beliau kelihatannya dalam keadaan sehat. Kami terkejut ketika mengetahui beliau sakit.

Menurut keluarga, mulanya beliau hanya mengalami gangguan berkemih dan berobat ke dokter. Setelah diperiksa oleh dokter spesialis dan menjalani pemeriksaan ultrasonografi, beliau dianjurkan menjalani biopsi prostat. Namun, beliau ragu dan berobat ke luar negeri.

Di luar negeri beliau menjalani biopsi prostat dan beberapa pemeriksaan lain. Diagnosis dokter di sana, beliau menderita kanker prostat yang sudah lanjut dan menjalar ke tulang. Beliau memang merasa nyeri tulang, semula dianggap biasa karena penuaan. Penyakit kanker prostat beliau tidak dapat dioperasi karena sudah menjalar dan dianjurkan menjalani terapi penyinaran dan kemoterapi saja. Terapi itu dijalani beliau di Indonesia.

Dalam kampanye kanker kita sering mendengar bahaya kanker payudara, kanker leher rahim, kanker paru, kanker hati, kanker usus, dan kanker darah. Namun, saya jarang mendapat informasi tentang kanker prostat. Apakah kanker prostat juga sering ditemukan di Indonesia?

Saya berumur 62 tahun. Apakah saya sudah perlu menjalani pemeriksaan kelenjar prostat secara berkala? Bagaimana gejala kanker prostat? Mungkinkah mendeteksi kanker prostat sebelum timbul gejala? Teman saya kadar PSA-nya tinggi dan dokter menganjurkan dia menjalani biopsi kelenjar prostat. Namun, belum ia lakukan karena khawatir jika ada kanker, kankernya akan menjalar setelah tindakan biopsi. Benarkah anggapan tersebut?

Bagaimana cara mengetahui adanya kanker prostat tanpa biopsi? Benarkah hasil biopsi juga bermanfaat untuk menentukan pilihan terapi? Apakah biopsi kanker prostat sudah sering dilakukan di Indonesia? Bagaimana teknik biopsi yang aman dan efisien? Benarkah jika hasil biopsi negatif, tetapi hasil PSA tinggi, biopsi harus diulang?

MN di J

Terima kasih atas pertanyaan Anda. Saya minta pertolongan Dr Agus Rizal AH Hamid, SpU(K), PhD, Staf Medik Departemen Urologi RSCM-FKUI, Sekretaris Jenderal Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI), untuk menjawab pertanyaan Anda. Berikut ini penjelasan beliau.

Keganasan (kanker) prostat di Indonesia termasuk dalam lima besar kanker terbanyak pada laki-laki. Pada stadium awal, kanker prostat sering tidak memberikan gejala bagi pasien. Gejala gangguan buang air kecil baru terjadi jika bagian prostat yang membesar akibat kanker menutupi saluran uretra tempat urine mengalir keluar. Namun, kanker prostat lebih sering terjadi pada bagian yang jauh dari saluran uretra. Gejala lain yang dapat timbul pada kanker prostat adalah buang air kecil berdarah dan nyeri tulang.

Saat ini salah satu cara mendeteksi kanker prostat secara dini adalah dengan pemeriksaan PSA secara rutin. Kanker prostat umumnya terjadi pada laki-laki berusia di atas 50 tahun. Oleh karena itu, pemeriksaan PSA rutin sudah mulai disarankan pada laki-laki berusia di atas 50 tahun, terutama jika terdapat gangguan buang air kecil.

Pemeriksaan PSA dilakukan lebih cepat, yaitu saat usia di atas 45 tahun jika terdapat anggota keluarga sedarah seperti ayah atau saudara kandung memiliki riwayat kanker prostat. Pemeriksaan PSA dilakukan dari darah sehingga dapat digabungkan dengan pemeriksaan medical check-up rutin tahunan.

Akan tetapi, kesadaran masyarakat Indonesia untuk melakukan deteksi dini kanker prostat masih cukup rendah. Masyarakat masih kurang paham bahwa jika mengalami gangguan berkemih harus segera konsultasi ke dokter. Data saat ini menunjukkan, penderita kanker prostat di Indonesia lebih banyak sudah dalam kondisi stadium lanjut. Hal ini menjadi perhatian IAUI untuk meningkatkan upaya edukasi masyarakat tentang pentingnya deteksi dini kanker di bidang urologi khususnya prostat.

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk deteksi dini adalah pemeriksaan colok dubur. Pemeriksaan colok dubur perlu dilakukan karena letak prostat berada di dalam tubuh yang hanya dapat diraba melalui pemeriksaan ini. Pada pemeriksaan ini dokter akan mengevaluasi kondisi anatomi prostat. Akan tetapi, pemeriksaan ini sering tidak dilakukan karena menimbulkan ketidaknyamanan bagi penderita. Selain itu, jika ditemukan kelainan pada pemeriksaan colok dubur, biasanya stadium kanker prostatnya sudah lanjut.

Saat ini berkembang juga pemeriksaan MRI untuk prostat. Pemeriksaan ini dapat membantu meningkatkan penentuan bagian pada prostat yang dicurigai. MRI prostat belum menjadi pemeriksaan rutin seperti pemeriksaan PSA. MRI prostat baru disarankan jika ditemukan kelainan pada colok dubur atau PSA.

Pemeriksaan MRI juga berguna untuk menentukan seberapa jauh infiltrasi kanker prostat ke jaringan sekitar. Pemeriksaan pasti adanya kanker prostat adalah biopsi prostat. Tindakan biopsi prostat disarankan jika ditemukan kelainan pada pemeriksaan colok dubur, hasil PSA darah, atau MRI prostat. Biopsi prostat bertujuan mengambil sampel prostat, dapat dilakukan melalui dubur atau daerah perineum (selangkangan).

Tindakan biopsi memang memiliki risiko komplikasi seperti rasa nyeri, perdarahan, dan infeksi. Akan tetapi, tindakan biopsi prostat tidak meningkatkan risiko terjadinya penyebaran.

Hal ini yang sering disalahartikan di masyarakat sehingga masyarakat takut menjalani biopsi walaupun sudah ditemukan adanya kelainan. Kondisi ini membuat para dokter tidak bisa menangani kasus prostat lebih dini untuk mendapatkan angka harapan hidup lebih baik.

Tindakan biopsi yang menunjukkan hasil negatif kanker pada pasien yang memiliki PSA yang tidak normal perlu dilanjutkan dengan pemantauan ulang. Apakah biopsi prostat perlu diulang akan ditentukan berdasarkan hasil pemantauan yang dilakukan secara rutin.

Saat ini penggunaan teknologi terbaru seperti tindakan biopsi dengan sistem robotik meningkatkan angka presisi pengambilan jaringan prostat yang dibutuhkan. Pemeriksaan MRI perlu dilakukan sebelum dilakukan biopsi dengan teknologi robot dan menjadi panduan untuk biopsi daerah yang dicurigai kanker.

Penatalaksanaan kanker prostat tergantung dari stadium kanker. Penentuan stadium dapat melalui pemeriksaan CT scan, MRI, sidik tulang atau PET scan. Sayangnya, teknologi PET scan khusus kanker prostat masih belum ada di Indonesia. Pada stadium awal, penderita dapat ditawari terapi pembedahan, radioterapi, atau terapi hormonal.

Akan tetapi, terapi hormonal pada stadium awal hanya diberikan pada kasus-kasus tertentu dan perlu pemantauan lebih ketat. Angka harapan hidup dalam 10 tahun pada pasien kanker stadium awal yang diberikan tata laksana dapat mencapai di atas 90 persen.

Pada stadium lanjut atau sudah terjadi penyebaran, tata laksana yang bisa diberikan hanya terapi hormonal atau terapi penunjang lainnya yang dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. Kondisi stadium lanjut ini menurunkan angka harapan hidup dalam 10 tahun menjadi kurang dari 50 persen. Saat ini tata laksana terbaik suatu kanker adalah deteksi dini sehingga harapan hidup pasien dapat meningkat.

Demikian penjelasan Dr Agus Rizal AH Hamid, SpU(K), PhD. Kita berharap di Indonesia dapat lebih sering ditemukan kanker prostat dini, bukan yang lanjut. Kanker prostat dini dengan tindakan operasi prostat radikal hasilnya amat baik. Namun, sekarang kita masih menemukan kanker prostat lanjut. Untuk itu, diperlukan kepedulian masyarakat terhadap kanker prostat serta peningkatan kemampuan pelayanan urologi di Indonesia.