Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Pasal 102 mewajibkan pemegang izin usaha pertambangan dan izin usaha usaha pertambangan khusus untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral/batubara. Pasal 103 mewajibkan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri. Pengolahan dan pemurnian wajib dilakukan selambat-lambatnya lima tahun setelah undang-undang disahkan.
Undang-undang tersebut diikuti Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 7 Tahun 2012 yang direvisi menjadi Permen Nomor 11 Tahun 2012. Isinya merinci jenis mineral dan hasil tambang yang harus diolah dan dimurnikan di dalam negeri serta pengolahan jenis-jenis hasil samping mineral utama.
Peraturan tersebut membuat PT Freeport Indonesia (PT FI) membangun industri peleburan baru, PT Manyar Maju Refinery (MMR), di kawasan Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE) di Gresik, Jawa Timur. Industri peleburan baru ini akhirnya dibangun di Gresik karena jauh lebih cepat dan lebih murah biayanya sebab tenaga listrik sudah tersedia dan industri penampung hasil samping peleburan konsentrat tembaga, seperti asam sulfat untuk pupuk, silika besi untuk industri semen, berada di dekat tempat peleburan.
Saat ini pembangunan dalam tahap pemadatan lahan sewa seluas 100 hektar guna mengeluarkan kandungan air dari tanah. Tujuannya agar kawasan industri terhindar dari likuefaksi mengingat kawasan tersebut awalnya areal pertambakan. Pekerjaan perbaikan tanah diperkirakan selesai pada 2020 dan pengoperasian awal dimulai pada 2022.
MMR akan mengolah 2 juta ton dari total produksi 3 juta ton per tahun konsentrat tembaga PT FI. Pengolahan akan menghasilkan katoda tembaga, logam mulia seperti emas, paladium dan platinum, silika besi, asam sulfat, dan gipsum. Sebelumnya, PT FI bersama dengan Mitsubishi mendirikan PT Smelting di Gresik, sejak 1997 mengolah sekitar 40 persen konsentrat tembaga produksi PT FI dari tambang permukaan di Grasberg, Papua.
MMR akan mengolah 2 juta ton dari total produksi 3 juta ton per tahun konsentrat tembaga PT FI.
Apabila MMR beroperasi, 1 juta ton produksi PT FI dari tambang bawah tanah di Pegunungan Grasberg akan dikirim ke PT Smelting yang 25 persen sahamnya dimiliki PT FI dan mayoritas sisanya dimiliki Mitsubishi.
Berkurang
Total biaya pembangunan MMR sebesar 3 juta dollar AS, tidak termasuk modal kerja, berasal dari sindikasi 11 bank, tiga di antaranya dari dalam negeri. Pembiayaan tersebut menggunakan skema pembiayaan korporasi, bukan proyek. Bank pemberi pinjaman melihat pengolahan tembaga tidak memberikan keuntungan cukup sehingga pengembalian pinjaman mengandalkan perusahaan induk, yaitu PT FI. Menurut Wakil Dirut PT FI Orias Moedak, ini untuk pertama kali PT FI berutang.
Ada alasan mengapa bank membiayai pembangunan industri peleburan dalam skema korporasi. Nilai tambah pengolahan konsentrat tembaga hanya sekitar 5 persen. Selebihnya, 95 persen, nilai tambah dari bijih menjadi konsentrat sudah terjadi di tambang. Permen ESDM Nomor 7 Tahun 2012 mengharuskan konsentrat tembaga juga diolah di dalam negeri meski nilai tambahnya rendah.
Pada sisi lain, pembangunan peleburan baru menurunkan pendapatan pemerintah sebagai pemegang total 51 persen saham PT FI. Dengan asumsi harga tembaga dunia 3 dollar AS perpound dan harga emas 1.200 dollar AS per ounce, pendapatan pemerintah dari pajak, royalti, dan dividen PT FI sebesar 50 miliar dollar AS jika tidak membangun smelter baru dan akan menjadi 38 miliar dollar jika membangun peleburan baru. Pendapatan pemerintah akan berkurang 16 miliar dollar AS jika harga emas menjadi 1.500 dollar AS per ounce.
Pada sisi lain, tujuan mendorong pengolahan bijih tambang, seperti disebutkan dalam UU Minerba, belum mewujud. Industri hilir sampai saat ini belum berkembang. Sebagian besar produksi PT Smelting ditujukan untuk ekspor karena industri kabel sebagai penyerap terbesar katoda tembaga tidak tumbuh.
Tujuan mendorong pengolahan bijih tambang, seperti disebutkan dalam UU Minerba, belum mewujud.
Apabila diurut lagi, seperti dijelaskan Presiden Direktur PT Smelting Hiroshi Kondo, di kantornya, Sabtu (24/8/2019), industri kabel dalam negeri tidak mampu bersaing dengan China. Harga dari China lebih murah karena biaya energi lebih murah, sistem pembayaran lebih lunak, dan memberi diskon.
Kondo berharap pemerintah dapat mendorong tumbuhnya industri hilir katoda tembaga agar industri pengolahan mineral menarik bagi investor. Apalagi kebutuhan barang elektronik rumah tangga hingga mobil yang semuanya memerlukan kabel tembaga sebagai pengantar listrik terus tumbuh.
Melihat pengalaman PT Smelting yang memberi dividen cukup berarti setelah 20 tahun beroperasi, kemungkinan besar PT MMR juga akan melalui proses sama. Artinya, pada tahun 2042-2043 industri peleburan PT FI kemungkinan baru akan membagi dividen, sementara izin PT FI berakhir 2041.
Walakin, seperti dikatakan Dirut PT FI Tony Wenas, pemerintah sebagai pemilik mayoritas saham PT FI sudah memutuskan membangun industri peleburan dan tidak perlu diperdebatkan lagi. Wujudnya, pabrik baru pengolahan konsentrat tembaga kini terus dikerjakan sesuai jadwal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar