
Presiden Prancis Emmanuel Macron menyambut para pemimpin dunia di mercusuar Biarritz, Prancis barat daya, menjelang jamuan makan malam pada 24 Agustus 2019
Presiden Perancis Emmanuel Macron menembus kebuntuan diplomasi saat Presiden Donald Trump dan Presiden Hassan Rouhani saling mengancam.
Macron berhasil membujuk Trump saat berlangsung pertemuan G-7 di Biarritz, Perancis, pekan lalu, untuk mau bertemu Rouhani. Kepada pers, Trump menyatakan, rencana pertemuannya dengan Rouhani cukup realistis. Keduanya dijadwalkan bertemu di sela-sela Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, September ini.
Sebenarnya Macron sudah lama berupaya mencairkan kebuntuan dialog antara Washington dan Teheran. Macron berkali-kali berbicara dengan Presiden Trump dan juga Presiden Rouhani.
Upaya Macron membuat tekanan bertubi-tubi Trump kepada Teheran sedikit mereda, dan memungkinkan Iran kembali ke meja perundingan. Trump menyatakan ingin memaksa Iran melakukan pembicaraan baru terkait dengan program rudal balistik dan dukungan terhadap berbagai kelompok perlawanan di kawasan Timur Tengah.

Presiden Perancis Emmanuel Macron (kanan) dan istrinya, Brigitte Macron, bersama anjing mereka tiba di Elysee Palace, Paris, Perancis, dalam foto bertanggal 27 September 2017.
"Kami melakukan diskusi dan tidak ada anggota G-7 yang menginginkan Iran untuk mendapatkan senjata nuklir. Semua anggota G-7 sangat berkomitmen untuk stabilitas dan perdamaian di kawasan (Timur Tengah) dan oleh karena itu ingin menghindari tindakan yang dapat merusak tatanan di kawasan itu," kata Macron.
Di arena G-7, Macron pernah mengundang Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif ke Biarritz. Trump menolak bertemu Zarif, tetapi bersedia bertemu Rouhani dalam waktu dekat. Upaya Macron cukup berat mengingat adanya perbedaan tajam antara Trump dan Rouhani.
Seorang pejabat Iran menyatakan, rudal balistik tidak untuk dinegosiasikan, dan Teheran juga ingin diperbolehkan mengekspor minyak hingga 1,5 juta barel per hari. Sebelumnya, Iran menuduh AS melanggar hukum internasional karena menarik diri dari Kesepakatan Nuklir Iran 2015 pada Mei 2018.
Rouhani menambahkan, Trump dapat memberi sinyal untuk melonggarkan sanksi terhadap Iran. "Silakan AS mengambil prakarsa untuk meringankan sanksi. Kunci untuk meredakan ketegangan ini ada di tangan Washington," kata Rouhani di Teheran, Selasa (27/8/2019).

Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif (kanan) bertemu dengan utusan khusus Presiden Perancis, Emmanuel Bonne, Rabu (10/7/2019), di Teheran. Kunjungan Bonne ke Teheran menjadi bagian dari upaya Presiden Perancis Emmanuel Macron berupaya mempertahankan Kesepakatan Nuklir 2015 yang semakin terancam.
Pada hari yang sama, Menlu Jepang Taro Kono menyatakan akan membantu menurunkan ketegangan di Timur Tengah. "Kami akan mendukung setiap upaya untuk menurunkan ketegangan di kawasan," kata Kono kepada Zarif di Jepang.
Zarif terus berkeliling mencari dukungan atas sikap negaranya yang keras menentang sanksi AS. Sebaliknya, AS terus "menekan" Iran dengan berbagai sanksi. AS bahkan meminta sekutunya ikut memberlakukan sanksi kepada Iran.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar