Dengan segala kepiawaiannya dalam meyakinkan lawan bicara, Boris Johnson belum bisa menembus kekokohan sikap Uni Eropa, khususnya "duo" Kanselir Jerman Angela Merkel dan Presiden Perancis Emmanuel Macron.

Misi yang dibawa Johnson jelas. Inggris akan keluar dari Uni Eropa pada 31 Oktober 2019, dengan atau tanpa kesepakatan. Inggris tidak menolak kesepakatan, tetapi ada syaratnya, yaitu backstop perbatasan Irlandia Utara harus dicabut. Jika tidak, Inggris akan hengkang tanpa kesepakatan. Dengan modal ini, Johnson berharap bisa melumerkan sikap Merkel dan Macron.

Di Berlin, Johnson memperoleh sepercik harapan ketika Merkel menantangnya untuk membuat rancangan perbatasan Irlandia Utara yang lebih baik dari backstop dalam waktu 30 hari. Pernyataan Merkel itu dianggap oleh Inggris sebagai isyarat bahwa UE bersedia membuka kembali perundingan terkait Kesepakatan Brexit (Withdrawal Agreement) yang ditandatangani mantan PM Theresa May dan 27 pemimpin negara UE pada November 2018.

Namun, di Paris, harapan itu kandas. Meskipun Macron mendukung gagasan Merkel bahwa dalam satu bulan ke depan kedua belah pihak akan intens berdiskusi untuk menghindari Brexit tanpa kesepakatan, ia bersikukuh kesepakatan Brexit, termasuk backstop, tidak bisa dinegosiasikan lagi.

Sejak awal, Perancis terkesan tak sabar melihat perkembangan Brexit di Inggris yang berlarut-larut. Perancis juga sudah beberapa kali menegaskan, negara itu siap menghadapi risiko Brexit tanpa kesepakatan.

Bagi Johnson, sikap Perancis bisa dijadikan alasan bahwa UE, khususnya Perancis, tidak mau diajak bernegosiasi yang mengakibatkan kesepakatan Brexit gagal dicapai. Terbuka kemungkinan Johnson mengobarkan semangat nasionalistik agar opsi Brexit tanpa kesepakatan bisa disetujui rakyat maupun parlemen. Namun, Macron telah mengantisipasi itu dengan menyatakan lebih dulu bahwa jika kesepakatan Brexit sampai gagal, itu tak lain karena kesalahan Johnson.

Kenyataan juga menunjukkan rakyat Inggris lebih realistis. Jajak pendapat Kamis (22/8/2019) menunjukkan, lebih dari separuh warga menginginkan referendum Brexit diulang dan sebagian juga menyetujui agar Inggris mencabut Pasal 50 Traktat Lisabon (mekanisme keluar dari UE). Seandainya Brexit terjadi, rakyat Inggris juga menginginkan hubungan yang dekat dengan Eropa dan tak ingin kehilangan hak-hak yang saat ini mereka nikmati di Eropa.