Kondisi sehat mental dan tangguh merupakan dambaan banyak orang. Cara membangun diri menjadi pribadi sehat mental dan tangguh memang tak sederhana, tetapi bisa diupayakan. Syaratnya, ada motivasi kuat disertai beragam upaya.
"Siapakah manusia yang sehat mental?" Ternyata orang sehat mental selalu dikaitkan dengan cara seseorang memberikan respons terhadap tekanan hidupnya. Selama rentang usia, seseorang tidak dapat menghindari berbagai tekanan hidup (life stressor). Apa saja itu?
• Stresor katastrofik
Ini adalah tekanan hidup akibat stresor yang tidak terduga, tiba-tiba, sehingga manusia tidak dapat terhindar dari efek stresor ini. Contohnya bencana alam yang memberikan efek dahsyat bagi yang mengalaminya, menyebabkan kehilangan dan kematian anggota keluarga. Juga kepunahan sarana hidup dan kehancuran rumah tinggal, sekolah, dan pasar.
Seperti tsunami di Aceh 2004. Diawali menyurutnya air laut yang dalam, lalu ikan-ikan di laut bertebaran di pantai. Itu membuat para wisatawan gembira dan mencoba menangkap ikan-ikan tersebut. Tanpa diduga, gelombang tinggi air laut datang sekonyong-konyong dan meluluhlantakkan daratan. Orang berlarian. Dengan ketakutan dan kekuatan yang ada, mereka berupaya menghindar dari serangan air laut yang deras mengalir, sambil membawa harta benda, menggendong anak yang masih kecil. Akan tetapi, derasnya arus membuat anak terlepas dari pegangan dan hilang tidak tentu ke mana arahnya.
Stresor katastrofik meninggalkan pengalaman traumatik bagi penduduk Aceh dan sekitarnya. Bencana alam tidak hanya berupa tsunami. Bisa juga gempa bumi. Sebab, Indonesia sangat rentan terhadap kemungkinan gempa yang juga tidak terduga skala richter-nya. Ini membuka peluang bagi efek traumatik yang juga tidak sederhana.
• Stresor perkembangan jiwa
Tahapan perkembangan jiwa manusia berjenjang terkait dengan integrasi pertumbuhan fisik dan fungsi mentalnya, yakni perkembangan jiwa masa kanak-kanak (balita) hingga masa anak-anak, masa anak-anak hingga masa pubertas/remaja, masa remaja hingga masa dewasa, masa dewasa hingga masa pensiun, dan masa pensiun hingga masa lansia (lanjut usia)-meninggal.
Setiap tahapan perkembangan jiwa diawali dengan masa transisi yang dihayati sebagai stresor kehidupan yang tidak sederhana. Pada masa itu terdapat tugas-tugas perkembangan tertentu.
• Stresor berlanjut
Memilih dan mencari peluang untuk mengikuti pendidikan formal lanjut diperoleh melalui persaingan yang ketat. Perolehan pekerjaan tetap yang terbatas, peluang putus hubungan kerja (PHK) yang mengancam berlanjut. Kemacetan lalu lintas, persoalan penyesuaian diri dalam ikatan pernikahan, dan sebagainya.
Seseorang dapat dikatakan sehat mental jika ia mampu mengatasi berbagai kadar stresor kehidupan tersebut dalam waktu yang relatif singkat. Ia juga dapat menemukan solusinya. Akhirnya, manifestasi perilakunya kembali wajar dan sesuai dengan tuntutan serta harapan lingkungan.
Setiap insan memang memiliki potensi dasar positif yang dibawa sejak lahir. Juga membawa efek pola asuh yang diterapkan orangtua, serta pengalaman masa lalu dengan keberhasilan dan kegagalan pencapaian solusi terhadap stresor kehidupannya.
Pola asuh sebaiknya disertai stimulasi dari orangtua berupa peluang pelatihan mengatasi tekanan hidup sesuai dengan usia anak dan perkembangan pemikiran (aspek fungsi rasio atau aspek fungsi kognitif) anak. Selain itu, memberi anak pelatihan pengendalian emosi (regulasi emosi) anak. Hal tersebut akan mengantar anak menjadi:
1. Individu yang mampu memberikan respons dalam mengatasi ketegangan emosi, frustrasi, dan konflik-konflik yang dihayati oleh berbagai stresor kehidupan tersebut di atas dengan perilaku positif. Dengan demikian, keseimbangan fungsi kepribadiannya tetap terjaga dan tetap membuatnya merasakan kepuasan karena mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial. Dalam aktivitas penyesuaian diri tersebut terdapat unsur aspek altruistik. Sebab, selain menghayati kepuasan diri, individu tersebut juga mampu menyenangkan orang lain/lingkungan sosial.
2. Individu mampu mengintegrasikan aspek fisik, emosi, dan intelektual dengan hasil optimal yang muncul dalam perilaku tangguh, diikuti oleh kemampuan intuitif yang mewarnai sikap sosial penuh empati.
3. Individu dengan kemampuan introspektif (mawas diri) tahu kelebihan dan kekurangan diri sehingga mampu menerima diri dan orang lain sebagaimana adanya. Dengan demikian menghapus rasa iri hati, benci, serta berbagai emosi negatif lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar