SPUTNIK/ALEXEI NIKOLSKY/KREMLIN VIA REUTERS

Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman menghadiri pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Riyadh, Arab Saudi, (14/10/2019).

Baru dua tahun menjadi Putra Mahkota Arab Saudi, Pangeran Mohammed bin Salman sudah hampir selesai mengonsolidasikan kekuasaan di tangannya.

Empat kementerian menjadi pilar kekuasaan keluarga besar Al-Saud di Arab Saudi, yaitu kementerian pertahanan, energi, luar negeri, dan dalam negeri (Kompas, 25/10/2019). Sekarang, keempat kementerian itu seluruhnya dikendalikan Pangeran Mohammed bin Salman (MBS) dan orang dekatnya.

Akhir tahun 2018, Raja Salman bin Abdulaziz merombak kabinet untuk meredam gejolak internasional setelah terbunuhnya Jamal Khashoggi. Perombakan ini mereduksi loyalis MBS. Kasus pembunuhan Khashoggi di Turki membuat MBS menjadi sorotan internasional. MBS diduga terlibat dalam pembunuhan wartawan yang tinggal di Amerika Serikat itu.

Saat itu, Menteri Luar Negeri Adel al-Jubeir yang dekat dengan MBS dinilai gagal meminimalkan tekanan internasional dan digantikan Ibrahim al-Assaf. Namun, hanya 10 bulan menduduki jabatan itu, MBS kembali mengganti Assaf dengan Pangeran Faisal bin Farhan al-Saud.

Di bidang pertahanan, MBS menjabat Menteri Pertahanan sejak sebelum menjadi putra mahkota. Pangeran Abdulaziz bin Saud al-Saud menjadi Menteri Dalam Negeri menggantikan Pangeran Mohammad bin Nayef, putra mahkota yang digantikan MBS pada bulan Juni 2017. Menteri Energi dijabat Pangeran Abdulaziz bin Salman, adik kandung MBS, dan Menlu Faisal bin Farhan al-Saud.

Lahir di Jerman, 1 November 1974, Faisal dikenal loyalis MBS. Faisal baru masuk ke dunia politik awal tahun 2017 dengan menjadi penasihat MBS. Dari Kantor Putra Mahkota, Faisal menjadi penasihat Kementerian Luar Negeri Saudi di Riyadh selama masa kritis dalam perang melawan kelompok Houthi di Yaman. Dia pernah bertugas di beberapa kedutaan dan terakhir menjadi Duta Besar Arab Saudi di Jerman.

MBS terus berusaha meyakinkan dunia bahwa Saudi ke depan menjadi tempat yang jauh lebih nyaman dikunjungi dan lebih moderat dalam keberagamaan.

Penggantian Menlu diduga dilakukan ketika kerajaan mulai mengadakan pembicaraan "saluran belakang" dengan pemberontak Houthi untuk pertama kalinya dalam lebih dari dua tahun Saudi memimpin koalisi di Yaman. Menlu Assaf dianggap kurang cakap menangani masalah ketika terjadi peningkatan suhu politik hingga terjadi penyerangan terhadap kilang minyak Abqaiq dan Khurais.

Dengan Visi 2030, termasuk proyek NEO (Neo-Mustaqbal) atau masa depan baru, MBS terus berusaha meyakinkan dunia bahwa Saudi ke depan menjadi tempat yang jauh lebih nyaman dikunjungi dan lebih moderat dalam keberagamaan. Proyek ini mendapat tentangan, khususnya dari keluarga kerajaan dan ulama konservatif Saudi. Program visa turis, misalnya, ditentang karena turis perempuan tak lagi wajib mengenakan baju jubah hitam lengan panjang. Perempuan Saudi pun boleh mengemudi, menonton pertandingan olahraga dan musik.