KOMPAS/DEFRI WERDIONO

Lulut Edi Santoso (54) saat memamerkan manuskrip koleksinya di Perpustakaan Kota Malang, Jawa Timur, Kamis (19/9/2019).

Bahasa Indonesia yang terus berkembang merupakan sesuatu yang membanggakan. Meski demikian, masih banyak hal yang harus kita benahi bersama.

Seperti diberitakan harian ini, Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyampaikan, dalam tiga tahun terakhir terjadi penambahan jumlah entri kosakata dan maknanya ke dalam bahasa Indonesia. Jika tahun 2017 jumlah entri kosakata dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mencapai 108.125 dan 126.635 makna, tahun 2018 bertambah menjadi 110.173 entri kosakata dan maknanya 128.786. Tahun 2019 bertambah lagi entri kosakata menjadi 110.538 dan jumlah maknanya menjadi 129.214.

Penambahan ini bisa dimaknai bahwa bahasa Indonesia terus berkembang dinamis dan dengan kelenturannya mampu menyerap kosakata dari bahasa daerah, kosakata dari perkembangan sains dan teknologi, bahkan dari penggunaan bahasa gaul yang berkembang di masyarakat.

Kehadiran KBBI dalam jaringan beberapa tahun terakhir juga sangat membantu sebagai rujukan penutur bahasa Indonesia yang jumlahnya lebih dari 250 juta orang. Kalaupun ada beberapa kekurangan, seperti kosakata yang sudah familier tetapi belum ada dalam KBBI, menjadi tantangan kita bersama untuk menyempurnakannya.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Doni menggambar mural bertema budaya literasi di perpustakaan SDN Pondok Pucung 2, Tangerang Selatan, Banten, Jumat (13/9/2019). Pihak sekolah menyulap ruang perpustakaan menjadi lebih berwarna dengan mural untuk merangsang anak-anak betah membaca buku di perpustakaan.

Menjadi tantangan kita pula untuk memuliakan bahasa Indonesia di tengah gencarnya media sosial dengan penggunaan bahasa yang tak karuan, bahkan sering kali membingungkan. Tidak mudah untuk membenahinya, tetapi itulah kenyataan yang harus kita hadapi bersama.

Terbitnya Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia sebenarnya menumbuhkan harapan baru dalam menjaga dan mengembangkan bahasa Indonesia. Dalam perpres tersebut diatur banyak hal, termasuk penggunaan bahasa Indonesia saat pidato resmi, bahasa pengantar di dunia pendidikan, hingga berbagai dokumen resmi. Bahkan, dalam Pasal 33 dan 37 perpres tersebut diatur mengenai kewajiban untuk menggunakan bahasa Indonesia dalam penamaan gedung, apartemen, permukiman, perkantoran, hingga lembaga pendidikan.

Kita tidak anti bahasa asing. Justru kita sepakat dengan pendapat bahwa bahasa asing harus kita kuasai, bahasa daerah kita pelihara, tetapi bahasa Indonesia harus kita utamakan dan kita muliakan.

Sayangnya, perpres yang terbit September 2019 itu tidak mengatur sanksi bagi pelanggarnya. Padahal, pelanggaran terhadap perpres tersebut banyak terjadi, termasuk penggunaan bahasa asing untuk penamaan gedung, apartemen, permukiman, hingga lembaga pendidikan.

Kita tidak anti bahasa asing. Justru kita sepakat dengan pendapat bahwa bahasa asing harus kita kuasai, bahasa daerah kita pelihara, tetapi bahasa Indonesia harus kita utamakan dan kita muliakan.

Memuliakan bahasa Indonesia bukan hanya tanggung jawab salah satu pihak, melainkan tanggung jawab kita bersama. Kita bisa berperan di dalamnya.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO