Generasi muda masa kini dikenal dengan istilah generasi milenial. Menurut hasil survei yang diterbitkan beberapa literatur, kalangan muda ini memiliki beberapa karakteristik, seperti punya perilaku konsumtif dan mudah terbawa pengaruh gaya hidup yang tinggi.
Selain itu, kalangan muda ini cenderung berpendidikan, tetapi lebih suka bekerja paruh waktu atau mudah berpindah kerja karena merasa tidak sesuai denganpassion. Hal ini pun bisa berpengaruh terhadap kondisi keuangan mereka secara konsisten hingga jangka panjang.
Berdasarkan studi yang dilakukan CFA Insitute pada 2018, ditemukan bahwa generasi milenial memiliki tujuan yang tinggi, misalnya memulai bisnis, pensiun pada usia 40 tahun. Namun, tantangannya, pendapatan dan utang menjadi hambatan utama untuk berinvestasi. Generasi milenial, yang terlalu percaya diri secara umum, juga terlalu percaya diri dalam kehidupan finansial mereka.
Generasi milenial atau generasi muda zaman now ini sebaiknya memahami bahwa tingkat kenaikan harga atau inflasi biaya kebutuhan hidup akan terus merangkak naik. Dalam jangka panjang, risiko terberat yang sangat ingin dihindari adalah tidak mampu pensiun dengan nyaman.
Tanpa punya kesadaran untuk berinvestasi, hampir mustahil seseorang dapat hidup nyaman tanpa beban di masa pensiun. Izinkan saya untuk mengingatkan bahwa di masa nonproduktif, penghasilan seseorang umumnya menurun jauh dari masa produktif. Mari simak ilustrasi di bawah ini.
Misalkan, ada seorang muda berusia 30 tahun dan punya penghasilan sebesar Rp 10 juta. Anggaplah dia rajin menabung 10 persen dari gaji bulanan, artinya setiap bulan ada pemasukan untuk tabungan sebesar Rp 1 juta ke dalam tabungan dengan imbal hasil 5 persen per tahun.
Di usia 55 tahun, saldo tabungan tersebut akan menjadi Rp 644 juta. Jika mengacu pada nominal tahun ini, saldo tersebut cukup lumayan, bukan? Namun, apabila angka harapan hidupnya hingga usia 70 tahun, saldo tabungan tersebut hanya sanggup membiayai pengeluaran sebulan sebesar Rp 250.000 setara nilai masa kini. Bayangkan, menabungnya Rp 1 juta setiap bulan, hanya bisa belanja senilai Rp 250.000 di masa depan!
Bandingkan apabila dana Rp 1 juta tersebut dialihkan untuk kebutuhan investasi, ceritanya mungkin akan berbeda. Jika produk investasi yang dipilih memberikan imbal hasil rata-rata 15 persen per tahun, saldo investasi pada usia 55 tahun akan mencapai Rp 3 miliar.
Ada beberapa hal yang sebaiknya diperhatikan oleh kalangan muda dalam membangun portofolio investasinya. Pertama, berpegang pada rencana keuangan. Bagaimanapun, investasi bukan merupakan tujuan akhir dalam usaha akumulasi kekayaan seseorang.
Memenuhi tujuan
Setelah memahami kebutuhan untuk memenuhi tujuan keuangan, pilihan jenis investasi dapat disesuaikan. Secara umum, kalangan muda memiliki tiga tujuan keuangan, yaitu liburan, membeli rumah tinggal, dan dana pensiun. Pemenuhan tiga tujuan keuangan tersebut akan memiliki jangka waktu yang berbeda.
Kedua, profil risiko sebagai investor. Kalangan muda tetap harus mengetahui profil risiko masing-masing, meskipun sebetulnya kalangan ini memiliki keleluasaan untuk memiliki portofolio yang lebih agresif. Pilihan jenis investasi juga lebih beragam, seperti saham, emas, ataupun reksa dana dengan jenis yang agresif.
Ketiga, kebutuhan mencari kenaikan nilai aset atau penghasilan berkala. Ada jenis investasi yang memberikan hasil berupa penghasilan berkala seperti Surat Berharga Negara Ritel. Selebihnya, jenis investasi yang memberikan hasil berupa kenaikan nilai aset apabila investor menjual aset investasi pada harga yang lebih tinggi daripada saat membeli seperti saham dan reksa dana.
Untuk kalangan muda yang masih produktif, saya sangat sarankan untuk lebih memilih jenis investasi berupa kenaikan nilai aset karena penghasilan dapat diperoleh dari bekerja secara aktif.
Keempat, alokasi untuk dana darurat dan investasi. Meski investasi penting untuk dilakukan, alokasi untuk dana darurat juga sebaiknya tetap dibuat. Terlebih di momen perekonomian yang masih bergejolak, dana darurat memiliki peranan penting untuk membantu seseorang apabila terjadi kesulitan keuangan. Alokasi untuk dana darurat sebaiknya sekitar 10 persen dari penghasilan, sedangkan alokasi untuk investasi bisa berkisar 10 persen hingga 20 persen atau lebih dari penghasilan.
Kelima, memulai sedari dini. Investasi akan memberikan hasil terbaik apabila dilakukan dalam jangka panjang. Artinya, kalangan muda memiliki waktu yang paling baik untuk memulai investasi dibandingkan generasi lainnya. Seorang first jobber akan memiliki keuntungan untuk dapat mengalokasikan setidaknya 20 persen dari penghasilan setiap bulannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar