Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, misalnya, direpotkan dengan urusan sampah yang begitu banyak. Dinas Kebersihan DKI mengklaim, sebanyak 6.000-6.500 ton sampah dibuang ke Bantargebang setiap hari. Sebagai upaya mengatasi persoalan sampah, Pemprov DKI, antara lain, mengalokasikan dana Rp 1,3 triliun untuk dinas kebersihan. Hanya saja tantangannya tidaklah kecil.
Perlu dikemukakan, secara struktural, manajemen pengangkutan dan pengelolaan sampah terkesan masih kedodoran. Sekalipun dinas kebersihan sudah berusaha, persoalan sampah tampak seperti benang kusut. Urusan sampah seperti berputar-putar di tempat. Atas dasar itu, sangatlah diperlukan sumber daya manusia yang memiliki komitmen dan etos kerja tinggi dengan pemahaman memadai tentang kompleksitas urusan sampah.
Masih sering dipertanyakan tentang keterbatasan tempat sampah di ruang publik. Juga terdengar keluhan tentang jumlah kendaraan angkutan sampah yang terbatas. Terlihat pula sampah tercecer, jatuh dan tumpah di tengah jalan, meninggalkan bau dan pemandangan buruk. Sudah menjadi persoalan kronis pula tentang tempat pengolahan sampah terpadu (TPSP) yang selalu mengundang kontroversi. TPSP sering menjadi sumber kekotoran dan menyebarkan bau tidak sedap yang mengganggu penduduk dalam radius berkilometer.
Persoalan manajemen sampah di Indonesia tampak semakin kedodoran jika dibanding-bandingkan dengan sejumlah negara yang mampu mengelola sampah sebagai sumber pendapatan. Semakin banyak negara di dunia yang tidak hanya memandang pengelolaan sampah dari sisi kepentingan kebersihan sebagai ekspresi peradaban tinggi, tetapi sampah juga dimanfaatkan sebagai sumber energi pembangkit listrik dan pembuatan pupuk.
Bagi negara-negara yang mampu memanfaatkan sampah, TPSP pun menjadi tempat bersih dan rapi, jauh dari kesan kumuh. Semakin menjadi pertanyaan, mengapa manajemen sampah di Indonesia tergolong lemah. Sampah tidak diolah secara optimal menjadi sumber energi listrik dan pupuk, tetapi menjadi sumber kekotoran.
Sebagaimana sering disinggung, masalah sampah tidak hanya persoalan struktural, tetapi juga kultural. Masih banyak warga membuang sampah di sembarang tempat, ke got dan sungai, bahkan dibiarkan berserakan di ruang-ruang publik. Tidak jarang pula terlihat sampah dibuang dari mobil yang bergerak di jalan raya. Kenyataan itu menggambarkan rendahnya kesadaran dan tanggung jawab terhadap kebersihan.
Perilaku semacam itu jangan-jangan berakar pada budaya membuang sampah, bukan mengelola sampah. Tantangan memang tidak kecil untuk mengubah kebiasaan dari membuang sampah menjadi mengelola sampah.
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000005807973
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar