Saat mengumumkan anggota kabinet di pelataran tangga Istana Negara, Presiden Jokowi yang didampingi Wakil Presiden Ma'ruf Amin menegaskan kembali visinya, yaitu mengembangkan sumber daya manusia, menciptakan lapangan kerja, serta memberdayakan usaha mikro, kecil, dan menengah. Persoalan korupsi, penegakan hukum, dan terorisme juga diungkapkan.
Kepada 34 menteri dan empat pejabat setingkat menteri yang dipilihnya, Jokowi pun memerintahkan agar memiliki visi sama. Tidak ada visi misi menteri, yang ada hanya visi misi Presiden dan Wapres. Menteri harus bekerja cepat, bekerja keras, bekerja produktif, tidak terjebak rutinitas, serta berorientasi kepada hasil nyata dan solutif. Bukan tidak korupsi saja, menteri juga harus menciptakan sistem yang menutup celah terjadinya korupsi. Menteri yang tidak serius bekerja akan segera dicopotnya.
Kita tentu berharap semua menteri bisa mewujudkan visi Presiden. Namun, seandainya ada yang tidak mampu, kita pun berharap Presiden Jokowi tak memberi ampun. Pakar kepemimpinan John C Maxwell mengingatkan, "Teamwork makes the dream work, but a vision becomes a nightmare when the leader has a big dream and a bad team."
Hak prerogatif memilih menteri dan pengalaman lima tahun memerintah di periode pertama tak boleh disia-siakan untuk menakhodai pemerintahan di lima tahun kedua. Apalagi, kepercayaan publik yang dimiliki Presiden Jokowi saat ini tak lebih tinggi dibandingkan dengan modal awal pada 2014 saat pertama kali memerintah. Tahun 2014, sebanyak 65,1 persen publik menyatakan "puas". Di akhir pemerintahannya pada 2019, publik yang menyatakan puas turun menjadi 58,8 persen (Kompas, 17/9/2019).
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara menegaskan, menteri bertugas membantu presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Menteri bukan mitra, pesaing, apalagi rival presiden. Menteri harus dipastikan membantu presiden, bukan membebani.
Reaksi spontan publik atas pengumuman Kabinet Indonesia Maju, ada yang menyebut so-so. Tak hebat, tidak juga buruk, biasa-biasa. Ada juga yang mengekspresikannya serasa gado-gado. Kagum kepada beberapa sosok menteri, tetapi ragu dengan sejumlah figur lain. Kehadiran sosok baru menimbulkan kejutan di satu sisi, di sisi lain memunculkan kecemasan terkait penempatannya.
Koalisi parpol yang besar menenteramkan, karena merekatkan keterbelahan, sekaligus juga mengkhawatirkan memunculkan ketidakkompakan, bahkan pengkhianatan. Namun, rasanya tak elok apabila kita langsung menjustifikasi tanpa memberi kesempatan para menteri bekerja dan membuktikannya lebih dahulu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar