Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 24 Oktober 2019

Titik Nadir Antikorupsi//Ganti Rugi Tol (Surat Pembaca Kompas)


Titik Nadir Antikorupsi

Opini Kompas, 25 September 2019, menampilkan tulisan Zainal Arifin Mochtar, "Politik Hukum Antikorupsi". Ia menggunakan konsep Mahfud MD (2004) bahwa politik hukum merupakan cetak biru das sollen, kebijakan dan peraturan yang dicita-citakan.

Melalui proses legislasi, diharapkan das sollen bertemu dengan das sein, suatu peristiwa konkret di masyarakat, dan menjadi penjaga gawangnya. Berbasis konsep politik hukum, Zainal menyimpulkan, revisi UU KPK memang melemahkan KPK. Oleh karena itu, pengambil keputusan akhir seyogianya mempertimbangkan argumentasi cerdas dan berpihak pada rakyat menegakkan kebenaran.

Tulisan itu sangat layak disebarluaskan oleh Kompas sebagai bagian dari misinya membangun kesadaran politik masyarakat dan mendorong terbentuknya kejujuran menjadi budaya bangsa Indonesia.

Akhirul kata, Zainal mengajukan hal yang jelas dan mudah dipahami: Mengharapkan kesadaran presiden akan posisi politiknya dengan menolak untuk mengesahkan. Meskipun tanpa tanda tangan Presiden UU Revisi akan tetap berlaku 30 hari setelah disahkan, Presiden dapat menunjukkan niat untuk tidak terlibat dalam upaya sesat membunuh KPK dan pemberantasan korupsi.

Langkah kedua, Zainal mengingatkan bahwa presiden harus berani mengoreksi langkah yang terlalu jauh ini dengan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang, yang seharusnya berisi politik hukum yang benar untuk menguatkan KPK, menutup kepentingan politik menjinakkan KPK, serta memperbaiki UU KPK agar terimplementasi dengan baik.

Jika tidak, berarti UU KPK dan semangat politik hukum antikorupsinya dibiarkan merapuh. Penutup Tajuk Rencana Kompas, 2 September 2019, jelas menegaskan, "Namun, jika presiden salah langkah, pemberantasan korupsi akan memasuki masa kegelapan. Jika itu terjadi, reformasi akan bergerak mundur".

Kehendak politik yang kuat dan mencerminkan keberpihakan kepada rakyat banyak harus dibuktikan. Jika tidak, dampaknya adalah bayang-bayang kegagalan berbagai program besar di NKRI. Keadilan dan kesejahteraan bagi 260 juta jiwa rakyat menjadi taruhannya.

Hadisudjono Sastrosatomo
Jl Pariaman, Pasar Manggis, Setiabudi, Jakarta 12970


Ganti Rugi Tol

Yang terhormat Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, tanah saya kavling nomor 24 dan 25 terletak di Kampung Cimatis, Kelurahan Jatikarya, Kecamatan Jatisampurna, Kota Bekasi, Jawa Barat.

September 2017, tanah saya dinyatakan terisolasi akibat proyek jalan tol. April 2018, hasil rapat menyatakan benar terisolasi dan bisa diganti rugi. Beberapa kali tim meninjau langsung ke lapangan, dari BPN Kota Bekasi, Pejabat Pembuat Komitmen, Badan Usaha Jalan Tol (BUJT), Kejari Kota Bekasi, Pemkot Bekasi, pihak konstruksi PT Waskita Karya, sampai konsultan BUJT, PT Perencana Jaya. Hasil tinjauan tetap "terisolasi".

Namun, BPN Kota Bekasi tidak mau validasi dengan alasan ada tanah yang tidak terkena langsung dan itu di luar tanggung jawab BPN. Sementara pihak Kementerian PUPR menyatakan BPN yang validasi.

Namun, sampai saat ini, walaupun sudah rapat berkali-kali dengan Ombudsman RI, Kejari, BPN, dan panitia terkait, belum ada keputusan.

Saya sudah dua kali menyurati Menteri PUPR, bahkan sebelumnya melalui Surat Kepada Redaksi Kompas ini saya juga sudah dua kali menulis, tetapi sampai saat ini belum ada tanggapan.

Semua persyaratan sudah saya lampirkan. Surat dari Ombudsman RI dan dari Kejari Kota Bekasi juga sudah diberikan ke Panitia Jalan Tol Cimanggis Cibitung Kota Bekasi. Namun, sampai saat ini proses tidak jelas sampai di mana dan seperti apa.

Adlianof

Jl Pertamina Raya, Pondok Ranji, Tangerang 15412

Kompas, 24 Oktober 2019

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger