AFP

Kaisar baru Jepang Naruhito dan Permaisuri Masako mendengarkan ucapan selamat dari Pangeran Akishino (kedua dari kanan) dan Putri Kiko (kanan) dalam acara naik takhta di Istana Kekaisaran di Tokyo, Rabu (1/5/2019). Kaisar Jepang Naruhito secara resmi naik ke Takhta Krisan pada 1 Mei, sehari setelah ayahnya, Kaisar Akihito, turun takhta.

Upacara penobatan Kaisar Jepang Naruhito berlangsung di tengah kemunculan tantangan baru yang harus segera ditangani oleh negara tersebut.

Penobatan yang berlangsung di Istana Kekaisaran di Tokyo pada Selasa (22/10/2019) itu dihadiri pejabat tinggi lebih dari 180 negara. Selain Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin, mereka adalah Raja Spanyol Felipe VI, Pangeran Charles dari Inggris, serta Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi.

Naruhito sudah menjabat kaisar sejak 1 Mei silam setelah ayahnya, Akihito, mundur. Era kekuasaan Naruhito disebut sebagai Reiwa, sementara masa kekuasaan Akihito dulu dikenal dengan Heisei.

Selaras dengan konstitusi Jepang yang disusun pascakekalahan negara itu dalam Perang Dunia II, kaisar tak memiliki kekuasaan politik. Namun, peran simboliknya, dilihat oleh sejumlah kalangan, sedikit banyak memberi sinyal tentang apa yang menjadi "sikap" Jepang.

AFP PHOTO/TOSHIFUMI KITAMURA

Dalam foto bertanggal 2 Januari 2015 ini, Kaisar Jepang Akihito (kanan) melambaikan tangan, sementara Putra Mahkota Naruhito (kiri) tersenyum di sebelahnya.

Dinobatkan pada 12 November 1990, Kaisar Akihito dilihat memberi penekanan pada perdamaian. Ia pada 2015 memberikan kejutan dengan menyatakan penyesalan atas keterlibatan Jepang dalam Perang Dunia II. Akihito mengulangi pernyataan itu dalam acara tahunan setiap 15 Agustus.

Kaisar Naruhito memperlihatkan sinyal senada dengan ayahnya. Pada 15 Agustus 2019, ia mengungkapkan penyesalan mendalam atas kekejaman perang yang terjadi pada puluhan tahun lalu. Tanggal 15 Agustus memang spesial dalam sejarah Jepang dan dunia. Kaisar Hirohito, kakek Naruhito, mengumumkan Jepang menyerah pada tanggal tersebut.

Meski telah berakhir lama, PD II harus diakui masih menyisakan kerikil bagi hubungan Jepang dengan negara tetangga. Terhadap Korea Selatan, misalnya, isu tenaga kerja paksa pada era PD II menjadi masalah yang hingga kini harus diperhatikan secara saksama oleh pemerintah kedua negara.

Selain isu terkait Perang Dunia II yang masih perlu disikapi dengan baik oleh Jepang, era Reiwa menghadapi tantangan berupa penuaan masyarakat negara itu. Pada 2018, Jepang melewati tonggak baru saat 20 persen dari penduduknya yang berjumlah 127 juta berusia 70 tahun ke atas. Jumlah itu meningkat menjadi sepertiga populasi pada tahun 2050.

KOMPAS/LUKI AULIA

Mirza Amanda (kedua dari kiri) termasuk salah satu pengasuh lansia di Panti Jompo Ukima Sakuraso, Tokyo, Jepang, yang sudah memegang lisensi atau sertifikasi resmi pengasuh lansia dari pemerintah Jepang.  

Ketersediaan tenaga kerja menjadi isu penting. Jepang harus bisa tetap tumbuh saat jumlah pekerjanya berkurang, sementara warga lansia di negara itu terus bertambah. Ada pandangan, Jepang perlu mempertimbangkan untuk membuka lebih lebar pintu imigrasi bagi warga asing yang hendak bekerja dan menjadi warganya.

Dalam bidang luar negeri, kebangkitan China yang luar biasa dan persaingan negara itu dengan Amerika Serikat menciptakan situasi tak mudah bagi Jepang. Tokyo di satu sisi adalah sekutu erat Washington. Namun, di sisi lain, Jepang secara geografis berdekatan dengan China.