AFP/BAKR ALKASEM

Milisi Suriah yang didukung Turki berkumpul di jalan antara Tal Abyad dan Kobani di Suriah, Selasa (22/10/2019), beberapa jam sebelum batas waktu penarikan pasukan Kurdi dari beberapa wilayah di Suriah.

Perimbangan kekuatan dalam konflik Suriah berubah signifikan, kurang dari tiga pekan terakhir. Sayangnya, perubahan ini bukan sinyal perang akan berhenti.

Perubahan signifikan dalam perimbangan kekuatan di kancah konflik Suriah dipicu keputusan Amerika Serikat menarik pasukannya dari negeri itu pada 6 Oktober lalu. Keputusan ini dimanfaatkan Turki dengan melancarkan operasi militer ke wilayah Suriah timur laut. Target serangan Turki kali ini adalah mengusir milisi Kurdi serta membangun zona aman sepanjang 120 kilometer perbatasan Turki-Suriah antara Ras al-Ain dan Tal Abyadh serta menjorok 32 kilometer ke wilayah Suriah.

Bagi Turki, pembentukan zona aman itu penting. Pertama, untuk memastikan wilayah itu bersih dari milisi Unit Pelindung Rakyat (YPG) Kurdi, tulang punggung Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang dicap Ankara sebagai kelompok teroris berkat keterkaitannya dengan Partai Pekerja Kurdistan (PKK). Kedua, untuk menampung pengungsi Suriah di Turki yang saat ini telah mencapai 3,6 juta orang.

AFP/NAZEER AL-KHATIB

Milisi Suriah yang didukung Turki ambil bagian dalam pertempuran di kota Ras al-Ain di Suriah timur laut di Provinsi Hasakeh, di sepanjang perbatasan Turki, ketika Turki dan sekutunya melanjutkan serangan mereka atas kota-kota perbatasan yang dikuasai suku Kurdi di Suriah timur laut.

Sepekan operasi militernya di Suriah timur laut berjalan, Turki menjalin kesepakatan gencatan senjata dengan AS. Inti kesepakatan ini berupa seruan kepada milisi Kurdi untuk hengkang dari wilayah yang disasar dalam operasi Turki. Lima hari berselang, Ankara menjalin kesepakatan dengan Moskwa. Seruannya masih sama, yakni milisi YPG Kurdi harus mundur dari wilayah yang akan dibangun zona aman oleh Turki, plus kesepakatan patroli bersama antara Turki dan Rusia di area sejauh 10 kilometer dari perbatasan Turki-Suriah. Kedua negara juga sepakat menjamin kembalinya pengungsi Suriah.

Langkah Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menjalin kesepakatan dengan dua kekuatan penting, yakni AS dan Rusia, itu memiliki alasan strategis. Kesepakatan dengan AS dibuat untuk meredam penolakan yang kuat dari Liga Arab dan Israel yang dikontrol kubu pro-AS, seperti Arab Saudi dan Mesir. Adapun kesepakatan dengan Rusia dijalin untuk menjinakkan Iran dan Suriah, yang berada dalam blok Rusia.

Bagaimana memahami situasi terbaru ini? Apa yang kemungkinan terjadi berikutnya? Sejumlah pengamat mencatat perkembangan terakhir ini sebagai penanda perubahan yang signifikan dalam peta dan dinamika konflik di Suriah. Bagi Rusia, kesepakatan dengan Turki itu menjadi jalan bagi pasukannya beroperasi di wilayah Suriah timur laut, yang sebelumnya dikontrol milisi Kurdi dan AS, sekaligus memperoleh keuntungan politik dengan hengkangnya AS.