Kami keluarga besar yang tinggal bersama di sebuah rumah peninggalan kakek. Kakek saya mempunyai lima anak, dua sudah pindah dari rumah besar, tiga keluarga lagi masih menghuni rumah warisan kakek. Di rumah besar tinggal 15 orang.
Dari 15 orang keluarga besar ini, dua orang adalah penyandang disabilitas, yaitu ayah saya yang mengalami kecelakaan lalu lintas dan lumpuh kedua kakinya, seorang lagi keponakan saya laki-laki berumur 12 tahun yang menyandang tunarungu.
Kami beruntung ketika ayah yang kami sayangi terselamatkan dari kecelakaan, tetapi ayah harus menerima kenyataan bahwa trauma di tulang belakang menyebabkan kedua kakinya lumpuh. Sementara itu, keponakan saya merupakan anak pertama sehingga dapat dibayangkan bagaimana perjuangan orangtuanya untuk mengasuh dan mendidik anak mereka agar dapat tumbuh kembang seperti anak lainnya.
Sepanjang pengetahuan saya, penyandang disabilitas punya cara berbeda untuk melakukan kegiatan sehari-hari dibandingkan dengan nondisabilitas. Namun, masyarakat sering beranggapan bahwa penyandang disabilitas tidak mempunyai kemampuan, merupakan sumber daya manusia yang tak produktif, sehingga menjadi beban masyarakat. Kelompok penyandang disabilitas sebenarnya hanya mengharapkan hak-hak mereka sebagai warga negara dipenuhi.
Hak-hak tersebut, seperti yang disepakati, mencakup hak akses pendidikan, pekerjaan, kesehatan, politik, keagamaan, keolahragaan, kebudayaan, pariwisata, kesejahteraan sosial, dan aksesibilitas layanan publik. Karena penyandang disabilitas melakukan kegiatan secara berbeda, mereka kadang memerlukan alat bantu untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Tidak sedikit penyandang disabilitas berhasil mencapai pendidikan tinggi, bahkan pendidikan sampai tersier.
Terkait kesempatan kerja, undang-undang telah menjamin penyandang disabilitas dapat memperoleh pekerjaan. Namun, kesempatan ini sering terhalang pemahaman persyaratan kerja sehat jasmani dan rohani. Penyandang disabilitas yang pergi ke kantor dengan motor roda tiga dan dapat hadir lebih pagi daripada sejawatnya yang bukan penyandang disabilitas tetap dianggap sebagai pekerja tak produktif.
Sebagaimana warga negara lain, penyandang disabilitas perlu layanan kesehatan. Apakah asuransi nasional kesehatan kita sudah mencakup juga penyandang disabilitas? Apakah BPJS menanggung biaya kesehatan disabilitas? Di mana sekolah dan perguruan tinggi yang memberikan kesempatan bagi penyandang disabilitas untuk sekolah dan kuliah? Apakah penyandang tunanetra masih tidak dibolehkan menjadi guru? Mohon penjelasan Dokter.
Dekade 2010 sampai 2020 ini merupakan dekade penerapan deklarasi penyandang disabilitas yang dikumandangkan di Bali, Indonesia. Sejauh mana deklarasi Bali telah dilaksanakan oleh pemerintah dan masyarakat? Terima kasih atas perhatian Dokter.
O di J
Masalah disabilitas amat patut kita perbincangkan. Pemerintah dan masyarakat Indonesia hendaknya punya pemahaman yang sama mengenai penyandang disabilitas yang menurut pakar berkisar 10-15 persen populasi kita. Penyandang disabilitas adalah warga negara yang punya hak-hak sama dengan warga negara lain. Hanya dalam melakukan kegiatan mereka mempunyai cara yang berbeda akibat keterbatasan kemampuan fisik atau jiwa mereka.
Keterbatasan itu pada umumnya dapat diatasi sehingga mereka seperti juga warga negara lain dapat bersekolah, berolahraga, berorganisasi, berbisnis, dan lain-lain. Mereka tidak meminta dikasihani karena mereka akan berusaha mandiri asalkan diberi ruang gerak memadai. Mereka perlu diberi kesempatan seperti juga kesempatan yang diberikan kepada warga negara lain, baik dalam sekolah, akses layanan kesehatan, maupun kegiatan sosial sebagai warga negara. Jumlah penyandang disabilitas menurut umur dapat dilihat pada tabel.
Penyandang disabilitas ada di semua kelompok umur. Mereka melakukan kegiatan berbeda-beda mulai dari sekolah sampai bekerja. Untuk dapat memanfaatkan bonus demografi, kita tak hanya perlu memperhatikan kualitas sumber daya manusia pada kelompok nondisabilitas, tetapi juga pada penyandang disabilitas. Jika diberi kesempatan, penyandang disabilitas dapat
memberi sumbangan pada pembangunan bangsa seperti saudaranya yang lain.
Untuk dapat meningkatkan kualitas hidup dan produktivitas penyandang disabilitas, pemerintah dan masyarakat perlu memperhatikan hak-hak mereka serta memenuhinya. Hak untuk sekolah, bekerja, berwisata, melakukan kegiatan keagamaan, serta berbagai kegiatan sosial.
Memang sekarang kemampuan ekonomi pemerintah belum memadai untuk memenuhi semua hak tersebut, tetapi yang paling penting adalah dalam melaksanakan pembangunan kita harus mempertimbangkan bahwa sekitar 10 persen warga negara kita adalah penyandang disabilitas.
Janganlah kita melaksanakan pembangunan fisik untuk warga yang tak tergolong penyandang disabilitas saja. Berbagai fasilitas di semua gedung, tempat umum, daerah wisata, transportasi seharusnya sudah peduli pada kebutuhan penyandang disabilitas sehingga saudara-saudara kita itu dapat melakukan aktivitasnya. Janganlah kita melakukan diskriminasi secara tidak sadar karena kita tak menyediakan infrastruktur yang diperlukan penyandang disabilitas.
Kemajuan informasi teknologi seharusnya dapat dimanfaatkan untuk memberi peluang kerja dan usaha lebih besar bagi penyandang disabilitas karena mereka dapat melakukan pekerjaan dari jarak jauh, dari rumah mereka. Sekolah untuk anak autis harus disediakan sesuai jumlah populasi dan tersebar di seluruh Indonesia. Sekarang banyak yayasan yang memperhatikan mereka, tetapi pemerintah juga harus lebih peduli agar sekolah itu dapat diakses semua pihak.
Persyaratan untuk pegawai harus disesuaikan dengan jenis pekerjaan sehingga tidak menjadi penghalang bagi kelompok penyandang disabilitas. Perusahaan yang memberikan kesempatan bekerja pada penyandang disabilitas diberi insentif. Pelatihan usaha untuk kelompok disabilitas digalakkan termasuk pelatihan daring.
Anak-anak penyandang disabilitas yang punya kreativitas tinggi di bidang musik, seni, sastra, dan lain-lain harus didukung agar dapat mengembangkan kreativitas dengan baik. Di masa depan, akan lebih banyak kemajuan teknologi yang memudahkan penyandang disabilitas melakukan kegiatan sehari-hari dan menikmati hidup.
Layanan kesehatan juga dapat meningkatkan kualitas hidup dan produktivitas penyandang disabilitas. BPJS mendukung pembiayaan layanan kesehatan untuk penyandang mereka. Di samping layanan medis, BPJS juga memberikan bantuan alat bantu berupa tongkat pada 10.180 penyandang disabilitas.
Mudah-mudahan alat bantu ini serta alat bantu lainnya juga dapat disediakan lebih banyak. Setiap kantor pemerintah diingatkan kembali pada kewajiban untuk menerima karyawan penyandang disabilitas. BPJS juga sudah mempekerjakan penyandang disabilitas di kantor BPJS meski jumlahnya masih terbatas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar