Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 15 November 2019

TAJUK RENCANA: Inovasi Tidaklah Sederhana (Kompas)

Dewasa ini istilah inovasi sudah demikian akrab di telinga. Sebagian orang pun meniscayakan konsep yang digaungkan Joseph A Schumpeter (1912) ini bagi bisnis.

Dunia usaha yang ingin bertahan, atau ingin berlanjut, harus terus menggaungkan inovasi dalam dirinya. Sering kita dengar semboyan "berinovasi atau mati" di berbagai forum.

Sementara banyak orang yang meyakini keniscayaan inovasi, tidak sedikit pula yang belum memahami persis makna inovasi, dan bagaimana proses itu harus dijalankan. Yang juga tidak kalah penting, lingkungan seperti apa yang dibutuhkan agar inovasi itu bisa berbuah.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Menteri Riset dan Teknologi / Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro memberikan sambutan saat acara Habibie Award Periode ke 21/2019 di Hotel Le Meridien, Jakarta, Selasa (12/11/2019). Lima tokoh penerima Habibie Award 2019 (dari kiri): I Gusti Ngurah Putu Wijaya, Ivandini Tribidasari Anggraningrum, Adi Utarini, Tati Latifah Erawati Rajab, dan Eko Prasojo.

Terakhir isu inovasi ini diangkat kembali oleh Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang S Brodjonegoro pada acara The Habibie Award ke-21, Selasa (12/11/2019), di Jakarta. Bambang mengatakan, tesis klasik, bahwa untuk menjadi negara dengan perekonomian yang kuat, Indonesia tidak boleh lagi bergantung pada sumber daya alam, tetapi mesti mengembangkan inovasi. Ditambahkan pula, untuk itu, dibutuhkan sumber daya manusia (SDM) unggul melalui konsistensi pengembangan ilmu dan riset bidang yang spesifik (Kompas, 13/11/2019).

Pada sisi lain, Bambang juga mengakui bahwa saat ini kondisi belum mendukung peneliti menggeluti risetnya sehingga penelitian tidak optimal. Disinggung perlunya apresiasi agar peneliti konsisten mengembangkan ilmunya.

Apresiasi terhadap peneliti antara lain diwujudkan dengan memberikan insentif yang lebih baik dari waktu ke waktu. Selain itu, pembangunan ekosistem inovasi agar berbuah baik juga perlu terus-menerus dibangun. Bambang menyinggung sinergi triple helix, yaitu antara pemerintah, perguruan tinggi, dan badan usaha. Dewasa ini, dalam rangka memperluas pemangku kepentingan, sering juga paham ini diperluas menjadi penta helix dengan memasukkan komunitas dan media massa.

KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Pelajar melihat Pameran Widya Wahana Pendidikan di Balai Pemuda, Surabaya, Jumat (1/11/2019). Pameran yang bertema" Membangun Generasi Berkarakter Melalui Wahana Kreasi, Ekspresidan Inovasi " tersebut memamerkan keunggulan sekolah-sekolah yang ada di Surabaya.

Mengikuti wacana inovasi di Tanah Air, sebenarnya konsep ini sudah bergaung luas di berbagai forum. Bahkan, di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah dibentuk Komite Inovasi Nasional berdampingan dengan Komite Ekonomi Nasional. Pada masa pemerintahan Orde Baru juga sempat dikenalkan program link and match, yang menggambarkan keterkaitan yang erat antara dunia usaha dan pendidikan, yang difasilitasi pemerintah.

Selain itu, berbagai seminar dan literatur tentang inovasi juga bermunculan. Pertanyaan yang muncul adalah mengapa buah inovasi belum seperti yang kita harapkan? Padahal, potensi ekonomi di negeri ini sangatlah besar. Sejumlah warga negeri ini pun menghasilkan inovasi yang mengguncangkan dunia, termasuk dipakai oleh badan usaha multinasional.

Jawabannya boleh jadi karena sampai hari ini kita bersama, bukan hanya pemerintah, melainkan juga dunia usaha, perguruan tinggi, masyarakat, dan media belum konsisten mendorong lahirnya inovasi melalui pengembangan ilmu dan riset dalam bidang spesifik. Kebijakan politik masih dominan.

Kompas, 15 November 2019

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger