Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 17 Desember 2019

Bintang Bethlehem (TRIAS KUNCAHYONO)


INDRO UNTUK KOMPAS

Trias Kuncahyono, wartawan Kompas 1988-2018

Bintang Bethlehem adalah bagian yang tak terpisahkan dari Natal. Bila Natal tiba, cerita Bintang Bethlehem selalu muncul. Selama ratusan tahun, para cerdik pandai berusaha mencari jawaban akan misteri Bintang Bethlehem itu.

Apakah kemunculan bintang itu adalah peristiwa astronomi biasa (meskipun dengan pengaturan Ilahi)? Adakah peristiwa di luar angkasa yang dapat menjelaskan apa yang dilihat oleh orang-orang bijak?

Menurut cerita, Bintang Bethlehem itu dilihat oleh tiga orang bijak, atau ada yang mengisahkan sebagai tiga astronom dari timur yang datang ke Jerusalem. Michael R Molnar dalam bukunya berjudul The Star of Bethlehem: The Legacy of the Magicberpendapat orang-orang bijak itu percaya bahwa seorang raja baru akan dilahirkan pada saat bulan berlalu di depan Jupiter (Trias Kuncahyono,Pilgrim, 2017).

Astrolog zaman Romawi-Kristen, Julius Firmicus, yang dikutip Molnar berpendapat, orang yang dilahirkan ketika bulan berlalu di depan Jupiter adalah "orang yang memiliki sifat ilahi dan abadi". Oleh karena itu, Molnar pun sampai pada kesimpulan bahwa Bintang Bethlehem yang diikuti tiga orang bijak itu adalah Jupiter.

KOMPAS/FRANSISKUS PATI HERIN

Pohon terang setinggi 20 meter di Pantai Amahusu, Kota Ambon, Maluku seperti terlihat pada Sabtu (14/12/2019). Pohon terang tertinggi di Ambon itu dibangun untuk memeriahkan Natal.

Akan tetapi, pakar lain, misalnya Mark Kidger, periset dari Instituto de Astrofisica de Canarfas, di Spanyol, dalam bukunya The Star of Bethlehem, seperti dikutip AFP (17 Desember 1999), menyatakan bahwa yang dilihat oleh tiga orang bijak adalah sebuah konjungsi (lintasan bintang pada gugusan yang sama) planet. Ketika dua planet berlintasan pada jarak sangat dekat di langit, sering menghasilkan sebuah konfigurasi yang mencolok.

Beberapa ahli sastra keagamaan Kristen memperkirakan bahwa kisah tentang "bintang istimewa" itu memiliki kaitan dengan konjungsi. Peristiwa konjungsi bintang Jupiter dan Venus terjadi pada tahun 4-3 Sebelum Masehi (SM). Menurut sejarah ilmu perbintangan, masa-masa itu memang "sangat kaya" dengan peristiwa perbintangan. Pada tahun 12 SM, misalnya, komet Halley muncul. Lalu tahun 7 SM, ini yang diyakini Kidger sebagai Bintang Bethlehem, tercatat tiga kali konjungsi Jupiter dan Saturnus. Sedangkan pada tahun 5 SM ada sebuah nova (ledakan bintang).

Sir Patrick Moore, seorang astronom Inggris, dalam bukunya The Star of Bethlehem, yang dikutiptelegraph.co.uk (30 Agustus 2001), berpendapat bintang yang membimbing tiga orang bijak itu adalah dua meteor yang bersinar begitu cemerlang. Meteor atau bintang beralih, yang muncul di timur dan melintasi langit menuju arah barat dan meninggalkan bekas yang dapat dilihat berjam-jam.

Ada banyak pendapat. Lalu siapa yang benar? Itulah akhirnya pertanyaan yang muncul. Pertanyaan itu pula yang mendorong para cerdik pandai untuk terus mencari jawabnya. Tetapi, kiranya tiga orang bijak itu tidak mempermasalahkannya.

KOMPAS/ALIF ICHWAN

Karakter emoji menjadi menarik saat disusun dan dibentuk menjadi pohon Natal. Menyambut datangnya perayaan Natal 2019, mal di daerah Kemang, Jakarta, Jumat (13/12/2019), menghadirkan suasana Natal yang berbeda.

Tentang siapa ketiga orang bijak itu pun banyak cerita. Salah satu cerita yang hidup di Armenia mengisahkan: ketiga orang bijak itu adalah Melkon (Melchior) seorang raja dari Persia, Gaspar seorang raja dari India, dan Balthassar adalah raja dari Saudi Arabia. Di Suriah mereka disebut Larvandad, Hormisdas, dan Gushnasaph.

Dengan kata lain, ketiga orang bijak itu berasal dari bangsa dan negara yang berbeda-beda. Dalam rumusan lain bisa dikatakan bahwa cahaya Bintang Bethlehem itu telah menarik umat manusia dari segala bangsa, negara, dan budaya yang terwujud dalam tiga sosok orang bijak. Ketiga orang bijak itu disatukan untuk tujuan yang sama, menuju Bethlehem dituntun oleh bintang. Mereka memberikan gambaran tentang keragaman, kemajemukan, pluralisme: baik bangsa, negara, maupun budayanya


Pluralisme adalah kesadaran menerima perbedaan, mengakui keragaman secara sadar untuk mencapai tataran kebersamaan lebih baik. Jadi dengan demikian, pluralisme didasarkan pada perbedaan dan bukan kesamaan. Itu berarti bahwa di dalamnya, ada semangat saling menghormati dan hidup bersama secara damai, seperti tiga orang bijak yang dituntun bintang menuju Bethlehem.

Dalam rumusan lain dapat dikatakan bahwa pluralisme melindungi kesetaraan dan munumbuhkan rasa persaudaraan di antara manusia baik sebagai individu maupun kelompok. Pluralisme menuntut upaya untuk memahami pihak lain dan kerja sama mencapai kebaikan bersama.

Pluralisme mengandung pengertian bahwa semua manusia dapat menikmati hak dan kewajibannya setara dengan manusia lainnya. Kelompok-kelompok minoritas dapat berperan serta dalam suatu masyarakat sama seperti peranan kelompok mayoritas. Pluralisme dilindungi oleh hukum negara dan hukum internasional (Mohamed Fathi Osman, 2006).

KOMPAS

Warga dari berbagai agama memberikan ucapan selamat Hari Raya Natal di RT 04/RW 04 Kampung Losari Sawahan, Desa Lodoyong, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Kamis (25/12/2014).

Bila dikaitkan dengan konteks bangsa, maka pluralisme bangsa adalah pandangan yang mengakui adanya keragaman di dalam suatu bangsa, seperti yang ada di Indonesia. Istilah plural mengandung arti berjenis-jenis, tetapi pluralisme bukan berarti sekadar pangakuan terhadap keragaman itu. Namun pluralisme mempunyai implikasi politis, sosial, ekonomi.

Oleh sebab itu, dalam dimensi politik  pluralisme berkaitan dengan prinsip-prinsip demokrasi. Banyak negara yang menyatakan dirinya sebagai negara demokrasi tetapi tidak mengakui adanya pluralisme di dalam kehidupannya sehingga terjadi berbagai jenis segregasi.

Pluralisme berkenaan dengan hak hidup kelompok-kelompok masyarakat—termasuk kelompok-kelompok yang kecil-kecil–yang ada dalam suatu komunitas. Komunitas-komunitas tersebut mempunyai budaya masing-masing dan keberadaan mereka diakui negara termasuk budayanya

Di sini berarti pluralisme adalah ungkapan persaudaraan antar-sesama manusia yang berbeda-beda, yang berasal dari satu pencipta. Perbedaan itu sebagai sebuah pemberian dari Tuhan. Jadi, kita tak perlu takut untuk hidup di tengah perbedaan. Hidup di tengah perbedaan yang saling menghormati dan hidup bersama secara damai, dengan penuh semangat untuk saling memedulikan. Hal itu baru tercipta bila ada ikatan, ada kerja sama, dan ada kerja yang nyata.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Puluhan anak usia dini mengikuti mewarnai dengan tema kebhinekaan yang digelar oleh Taman Komik Nusantara di RPTRA Taman Amir Hamzah, Menteng, Jakarta, Kamis (21/2/2019). Kegiatan dalam rangkaian Festival Kebhinekaan ini berupaya mengenalkan literasi budaya nusantara dan merawat kebhinekaan dengan komik kreatif kepada anak sejak dini.

Semua itu persis seperti yang dilakukan oleh tiga orang bijak dari Timur, yang berjalan ke Barat mengikuti panduan Bintang Bethlehem. Ada budaya yang mengartikan bahwa bintang, menjadi sebuah gambaran dari kehebatan seorang pemimpin masa depan. Seorang pemimpin yang tidak hanya menjanjikan akan terwujudnya perdamaian melainkan juga seorang pemimpin yang menjunjung tinggi kebenaran, keindahan, keadilan, kedamaian, dan yang menentang kemutlakan kemapanan yang sudah ada.

Dalam konteks Indonesia, kiranya adalah seorang pemimpin yang membawa bangsa ini—seperti dituntun oleh bintang—kembali kepada sejarah bersama bangsa Indonesia, yang membawa kembali kepada cita-cita kebersamaan, dan perjuangan bersama bagi kemanusiaan, bagi Indonesia yang bermartabat.

Kompas, 17 Desember 2019

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger