Bangsa Arab mengagumi bangsa Barat, itu adalah cerita lama. Penguasa Mesir, Muhammad Ali Pasha, pada awal abad ke-19 Masehi sudah mengirim pemuda-pemuda Mesir ke Perancis untuk belajar ilmu-ilmu modern yang berkembang di Eropa saat itu.
Namun beberapa tahun terakhir ini, publik dan kaum intelektual Arab mulai mengungkapkan kekagumannya terhadap Asia, persisnya kemajuan China, Korea Selatan, Jepang, Singapura, dan bahkan Malaysia.
Mulai banyak artikel di media massa Arab akhir-akhir ini yang mengulas panjang lebar tentang kemajuan pesat di negara-negara Asia tersebut, dan menegaskan sudah tiba waktunya bangsa Arab belajar ke Asia. Tidak sedikit pula kaum intelektual Arab yang menyebut Asia dalam banyak hal kini sudah lebih maju dari Eropa.
Bahkan fenomena kemajuan China dan Singapura mendapat sorotan khusus, karena sistem dan kultur politik dua negara Asia tersebut sangat mirip dengan sistem dan kultur politik dunia Arab, yakni sistem dan kultur politik diktator.
Bagi para kubu kontra Gerakan Musim Semi Arab yang menggemakan jargon demokrasi, fenomenasi China menjadi amunisi dalih mereka bahwa dunia Arab untuk meraih kemajuan tidak harus mengadopsi sistem demokrasi seperti di dunia Barat, tetapi cukup meniru nilai-nilai China.
Dalam upaya mengikuti jejak China itu, negara-negara Arab diimbau segera memilih opsi melakukan reformasi yang terencana seperti reformasi yang dilakukan pemimpin China, Deng Xiaoping pada 1970-an dan 1980-an sehingga China meraih kemajuan seperti saat ini.
Sebaliknya bangsa Arab segera meninggalkan opsi revolusi yang hanya memorakpandakan negara bangsa di dunia Arab dan menciptakan kondisi bagi lahirnya gerakan radikal seperti kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) seperti yang terjadi pada Musim Semi Arab tahun 2010-2011.
Seorang intelektual Mesir, Sulayman Abdel Munim dalam artikelnya di harian terkemuka Mesir, Al Ahramedisi 21 Desember 2019, menyampaikan kekagumannya terhadap kemajuan yang dicapai negara-negara Asia saat ini, seperti Jepang, China, Korea Selatan, Singapura, dan Malaysia tanpa harus tercerabut dari budaya dan tradisi rakyat negara-negara itu.
Menurut Abdel Munim, antara satu dan lain negara di Asia memang berbeda kondisi dan situasinya dalam cara meraih kemajuan itu. Akan tetapi, bisa dipastikan mereka memiliki satu nilai kultur, mental, dan manajemen dalam berjuang mencapai kemajuan tersebut. Bangsa Arab kini sangat butuh nilai, kultur, mental, dan manajemen untuk segera bisa bangkit mengejar kemajuan Asia.
Nilai, kultur, dan mental membangun tradisi berpikir ilmiah, kerja keras, kejujuran, disiplin, kerja kolektif, menghormati waktu dan mengutamakan kepentingan umum, adalah nilai-nilai yang kini tertanam kuat dan sekaligus menjadi basis kemajuan negara-negara Asia.
Sebaliknya di dunia Arab, masih kuat fenomena berpikir mistis, kurang menghargai waktu, ucapan dan tindakan berbeda, lemahnya kejujuran, lebih mengutamakan kepentingan diri atau kelompok, di atas kepentingan umum.
Karena itu jika ingin mengejar kemajuan Asia saat ini, tidak ada pilihan lain bagi bangsa Arab kecuali melakukan revolusi nilai dan mental dengan segera mengadopsi nilai dan mental kemajuan di Asia tanpa harus tercerabut dari tradisi dan budaya bangsa Arab.
Abdel Munim berdalih, China bisa maju, meskipun tidak menganut sistem demokrasi, karena memiliki nilai dan mental yang membawa negara itu menuju kemajuan luar biasa. Maka, ujar Abdel Munim, Mesir dan negara Arab lain tidak mesti menganut sistem demokrasi, tetapi harus memiliki nilai dan mental seperti yang dimiliki China untuk meraih kemajuan.
Adapun intelektual Mesir yang lain, Ahmed Mohammed Nabawy dalam artikelnya pada harian Al Ahram edisi 9 Desember 2019, secara khusus menyerukan Mesir meniru sistem pendidikan di China.
Menurut Nabawy, sudah tiba saatnya Mesir segera melakukan reformasi total dalam sistem dan kurikulum pendidikan sehingga mampu melahirkan sarjana atau alumni yang menguasai perkembangan teknologi sehingga bisa bersaing dengan tantangan pasar gobal.
Nabawy menggambarkan keberhasilan China menjadi kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat (AS), lantaran China mengucurkan dana investasi sangat besar di sektor riset sehingga mencapai sekitar 60 miliar dollar AS per tahunnya, dan mengirim mahasiswa besar-besaran ke Barat.
Pelajar dan mahasiswa China yang belajar di AS, Eropa, Kanada, Australia sejak 1978 mencapai 2,5 juta orang. Pelajar dan mahasiswa China yang belajar di perguruan tinggi AS saja pada periode 2011-2012 mencapai 194.000 orang.
Mereka kemudian pulang ke China dengan membangun sistem dan kurikulum pendidikan baru yang berbasis teknologi dan berhasil mengantarkan China ke era kemajuan seperti saat ini.
Mereka tidak hanya berhasil mengubah sistem pendidikan, tetapi juga berhasil menambah jumlah perguruan tinggi di China. Dari sebelumnya hanya 442 perguruan tinggi pada 2000, menjadi 1.147 perguruan tinggi pada 2006.
Kekaguman terhadap China juga disampaikan intelektual Mesir, Osama Ghazali Harb dalam editorialnya di harian Al Ahram edisi 16 Desember 2019 yang berjudul "China". Ia menyampaikan fenomena produk China yang membanjiri kota-kota dan desa-desa di Mesir, dari produk yang paling sederhana hingga yang paling canggih.
Tak heran jika di Kairo dan kota lain di Mesir, terdapat banyak toko yang khusus menjual produk China dengan harga terjangkau sesuai dengan taraf ekonomi rakyat Mesir yang menengah ke bawah.
Menurut Harb, sudah saatnya bangsa Arab belajar ke China agar jangan terus menjadi konsumen produk China. Sehari berikutnya pada 17 Desember 2019, Ghazali Harb kembali menulis editorial pendek dengan judul "Belajar Dari Jepang".
Ia bercerita mengenai hasil konferensi internasional tentang ilmu pengetahuan yang digelar universitas Mesir-Jepang bekerjasama dengan universitas Kyoto-Jepang di kota Alexandria, Mesir pada 15-16 Desember lalu. Harb menyebut, forum konferensi telah mengungkap kemajuan luar bisa di Jepang saat ini, khususnya di sektor kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) yang akan mengguncang dunia dalam waktu dekat.
Menurut Harb, Mesir harus segera mulai mengenali dan memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan itu yang tidak akan bisa dicegah lagi akan menyerang pasar dalam waktu sangat dekat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar