Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 07 April 2020

CERITA TIMUR TENGAH: Kisah Karantina, dari Damaskus hingga Wuhan (MUSTHAFA ABD RAHMAN)


Musthafa Abd Rahman, wartawan senior Kompas

Saat vaksin khusus untuk melawan wabah Covid-19 yang penyebarannya sangat masif saat ini belum ditemukan, karantina atau lockdown dinilai menjadi pilihan terbaik dalam melawan pandemi tersebut.

Menurut keterangan pers yang dikeluarkan Universitas John  Hopkins, AS, sampai Selasa (31/3/2020), jumlah korban positif Covid-19 di seluruh dunia mencapai 860.000 orang dan yang meninggal 42.000 orang.

Kota Wuhan di China yang dikenal sebagai sumber virus korona yang ditemukan pada Desember 2019 saat ini justru sudah tidak ditemukan lagi korban terinfeksi Covid-19 berkat kebijakan karantina yang sangat efektif di kota itu pada 23 Januari 2020.

Saat dilakukan karantina, kota Wuhan ditutup total, di mana orang luar dilarang masuk kota dan sebaliknya warga kota Wuhan tidak boleh keluar dari kota itu.

AP/NG HAN GUAN

Pemandangan kota Wuhan setelah karantina ataulockdown selama hampir dua bulan. Puluhan juta warga dipaksa selalu berada di rumah selama masa karantina itu.

Sekolah-sekolah diliburkan, acara yang melibatkan manusia dalam jumlah besar dibatalkan, operasi transportasi umum di dalam kota dihentikan, dan dibangun pusat-pusat karantina untuk menampung warga yang pernah berinteraksi dengan orang terinfeksi korona.

Pascadiberlakukannya karantina itu, jumlah korban positif Covid-19 di kota Wuhan turun drastis, dan beberapa hari terakhir ini diberitakan sudah tidak ada korban baru positif Covid-19 di kota itu. Bahkan, Kota Wuhan kini sudah mencabut pemberlakuan karantinanya secara parsial dan dilaporkan kehidupan kota tersebut  berangsur  normal lagi. Dilaporkan karantina kota Wuhan akan dicabut penuh pada 8 April mendatang.

Berbagai negara di dunia kemudian mengikuti jejak kota Wuhan dengan memberlakukan karantina, baik secara total maupun parsial, untuk membendung penyebaran Covid-19 itu.

AFP/SHEN BOHAN

Dua wanita mengobrol di luar toko Lego yang dibuka kembali di Wuhan di Provinsi Hubei, China tengah, Senin, 30 Maret 2020. Para pemilik toko di kota yang menjadi pusat wabah virus China itu mulai membuka kembali tokonya.

Di dunia Arab, Mesir, Jordania, Tunisia, Maroko, Aljazair, Uni Emirat Arab, Kuwait, Qatar, dan Arab Saudi kini tengah menerapkan karantina parsial. Di belahan bumi lain, Afrika Selatan, India, Inggris, Italia, Spanyol, Perancis dan Irlandia juga melakukan karantina.

Jika menilik sejarah, Kota Damaskus di Suriah adalah kota yang pertama kali mengenal praktik karantina, yang mirip seperti era sekarang untuk melawan wabah pada era khalifah Umawi keenam, Walid bin Abdul Malik, tahun 705 M-715 M.

Khalifah Walid bin Abdul Malik adalah orang yang pertama kali menginstruksikan pembangunan rumah sakit pertama di kota Damaskus dan memerintahkan mengisolasi para korban terinfeksi wabah saat itu dari orang-orang sakit lainnya di rumah sakit tersebut.

REUTERS/GANOO ESSA

Pemandangan Kabah di Masjidil Haram, Mekkah, Arab Saudi, Jumat (6/3/2020). Pemerintah Arab Saudi menangguhkan layanan umrah di tengah meluasnya wabah Covid-19 di seluruh dunia.

Khalifah Walid bin Abdul Malik saat itu memberikan pengobatan gratis dan mendatangkan dokter-dokter terbaik untuk mengobati para pasien positif terinfeksi wabah.

Kisah karantina kemudian berlanjut pada era Dinasti Ottoman di Turki. Khalifah dari Dinasti Ottoman, Murad II, menginstruksikan pembangunan rumah sakit di kota Edirne (ibu kota Dinasti Ottoman sebelum pindah ke Konstantinopel atau Istanbul) pada tahun 1431 M  untuk mengobati dan sekaligus mengisolasi para korban terinfeksi wabah di rumah sakit tersebut. Murad II juga memberi pengobatan gratis dan dokter-dokter terbaik untuk para korban terinfeksi wabah saat itu.

Kisah karantina lalu berlanjut ke Eropa ketika merebak wabah besar di benua itu pada tahun 1348 M yang menewaskan sekitar 20 juta penduduk Eropa saat itu dan disebut wabah maut hitam. Pemerintah Italia saat itu mengintruksikan untuk pertama kali pemberlakuan karantina atas kota Venesia dan kota-kota lain di Italia selatan untuk membendung penyebaran wabah.

Para penumpang kapal-kapal di pulau-pulau sekitar kota Venesia diisolasi selama berhari-hari untuk mengetahui apakah mereka terinfeksi wabah sebelum mereka diizinkan berlabuh di kota Venesia.

Dokter tengah memeriksa urine dan nadi pasien penyakit pes dalam kondisi masyarakat diserang wabah pes pada abad ke-15.

Pada abad ke-18 M dan 19 M, Pemerintah Amerika Serikat (AS) pernah pula memberlakukan karantina akibat merebaknya wabah kuning  di negara itu. Pemerintah AS menerapkan karantina atas kota Philadelphia (1793 M), Georgia (tahun 1856 M), dan Florida (1888 M).

Pada tahun 1892, otoritas kota New York pernah menerapkan karantina atas distrik yang dihuni imigran Yahudi asal Rusia di kota itu karena dianggap sebagai sumber wabah yang merebak saat itu.

Pada tahun 1900 M, otoritas kota San Francisco pernah pula menerapkan karantina atas distrik China di kota tersebut untuk mencegah penyebaran wabah yang diduga bersumber dari imigran China saat itu.

DOK US ARMY(WWW.ARMY.MIL/NATIONAL ARCHIVES)

Para prajurit AS yang terkena influenza dirawat di sebuah rumah sakit di Camp Funston, Kansas, AS, tahun 1918. Camp Funston adalah tempat di mana wabah flu yang nantinya disebut Flu Spanyol dan menewaskan lebih dari 50 juta orang di seluruh dunia berawal.

Sebelum kisah karantina di kota Damaskus, belum ada kisah pemberlakuan karantina  dan pembangunan rumah sakit seperti saat ini meskipun pernah merebak wabah Amwas pada era Khalifah Umar bin Khattab tahun 639 M di desa kecil Amwas, Palestina. Kota Amwas sejak tahun 1967 diduduki Israel dan namanya kini berubah menjadi Distrik Kanada yang penduduknya mayoritas Yahudi.

Wabah Amwas itu segera menyebar ke seluruh wilayah Syam saat itu (kini meliputi Palestina, Jordania, Lebanon, dan Suriah) dan menewaskan 25.000 orang hingga 30.000 orang. Khalifah Umar bin Khattab  tidak memerintahkan pembangunan rumah sakit sebagai proses  karantina untuk para korban positif wabah  saat itu meskipun wabah tersebut memakan korban dalam jumlah besar. Barangkali pada era Khalifah Umar bin Khattab  belum dikenal  rumah sakit.

Namun, Khalifah Umar bin Khattab dan para sahabat Nabi Muhammad SAW diasumsikan melaksanakan praktik karantina atas kota Amwas karena Khalifah Umar bin Khattab yang sedang dalam perjalanan ke kota Amwas saat itu kemudian mengurungkan niatnya masuk ke kota itu dan memilih kembali ke  kota Madinah.

Adapun sahabat Nabi Muhammad SAW yang berada di kota Amwas memilih bertahan di kota tersebut karena khawatir kalau keluar kota akan menularkan wabah itu kepada masyarakat yang lebih luas di luar kota. Akibatnya, ada sejumlah sahabat Nabi Muhammad SAW yang wafat disebabkan wabah tersebut, seperti Abu Ubaidah bin Jarrah  (gubernur wilayah Syam saat itu), Muadz bin Jabal, Yazid bin Abi Sufyan, dan Suhail bin Amru.

AFP/MAHMUD HAMS

Manekin yang dipakaikan masker dipajang di sebuah toko di Kota Gaza, Sabtu (7/3/2020), sebagai bagian dari upaya Palestina menyebarkan informasi tentang wabah Covid-19.

Penduduk kota Amwas saat itu hanya diperintahkan meninggalkan rumah-rumah mereka dan mendaki ke gunung-gunung sekitar kota Amwas untuk mencegah penyebaran wabah. Setelah penduduk mendaki ke gunung-gunung itu, wabah segera menyusut dan kemudian lenyap.

Khalifah Umar bin Khattab dan para sahabatnya tampaknya saat itu melaksanakan  sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan Shahih Bukhari dan Muslim. Hadis itu berbunyi "Jika engkau mendengar wabah  melanda suatu negeri, jangan memasukinya: tetapi jika wabah itu menyebar di suatu tempat yang sedang engkau berada di dalamnya, jangan tinggalkan tempat itu,".

Para pemuka agama/ulama menyebut, tindakan melakukan karantina sudah diperintahkan Nabi Muhammad SAW ketika datang wabah di suatu tempat.

Kompas, 3 April 2020

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger