Cari Blog Ini

Bidvertiser

Minggu, 31 Mei 2020

INDUSTRI DIGITAL: Di Tengah Badai, Softbank Tetap Menjadi Panduan (ANDREAS MARYOTO)


Andreas Maryoto, wartawan senior Kompas

Perusahaan investasi global di bidang teknologi, Softbank, sedang dirundung banyak masalah. Ibarat di lautan, korporasi pimpinan Masayoshi Son ini tengah tertimpa badai besar, dari mulai kegagalan investasi, kerugian finansial, hingga pandemi yang tengah berlangsung. Masalah yang berlipat tidak menjadikan perusahaan ini terpuruk. Malah, portofolionya tetap menjadi pegangan banyak kalangan untuk menentukan pilihan investasi dan juga pendanaan usaha rintisan yang diprediksi bakal bersinar.

Sekadar kilas balik, publik mencatat beberapa kegagalan Softbank sejak tahun lalu, seperti penawaran saham perusahaan transportasi Uber yang nilainya jauh di bawah perkiraan, kegagalan penawaran saham perdana usaha rintisan properti WeWork hingga valuasinya jatuh dari sekitar 47 miliar dollar AS menjadi di bawah 5 miliar dollar AS, dan laporan finansial tahunan yang melengkapi kegagalan mereka, yaitu penurunan valuasi sekitar 17,4 miliar dollar AS. Tidak hanya itu, program investasi Vision Fund putaran pertama yang agak gagal dan putaran kedua yang belum jelas kelanjutannya serta sejumlah usaha rintisan yang rontok karena pandemi melengkapi masalah mereka.

Apakah Softbank menyerah? Sama sekali tidak. Mereka tetap bergerak dengan berbagai aksi korporasi. Mereka juga terus memburu perusahaan pendanaan yang mau ikut Vision Fund putaran kedua. Masalah hukum antara Softbank dan eksekutif WeWork juga tak menghalangi beberapa rencana mereka ke depan. Di dalam salah satu tulisan di laman TechCrunch disebutkan secara umum beberapa bidang di usaha rintisan teknologi yang tengah berkembang.

Gerakan dari konglomerat ini menjadi panduan bagi perusahaan investasi lainnya dan juga usaha rintisan yang tengah mencari pendanaan. Salah satu yang disoroti beberapa kalangan, Softbank akan mengerahkan investasi di teknologi kecerdasan buatan dan teknologi di bidang kesehatan. Beberapa waktu lalu mereka menandatangani kesepakatan dengan beberapa lembaga pendanaan untuk membiayai proyek terkait dengan kecerdasan buatan. Di sisi lain, berdasarkan laporan keuangan tahun lalu, mereka juga menduga beberapa proyek yang tidak kinclong masa depannya, seperti transportasi dan properti.

REUTERS/KIM KYUNG-HOON

CEO Softbank Group Masayoshi Son menghadiri jumpa pers di Tokyo, Jepang, 5 November 2018.

Apabila mau meneliti lebih dalam, ada data yang bisa menjadi patokan, yaitu kinerja 88 usaha rintisan yang menjadi portofolio Softbank. Sebanyak 19 usaha rintisan memberikan tambahan valuasi, 50 usaha rintisan mengalami penurunan valuasi, dan 19 sisanya tidak naik juga tidak turun alias stagnan. Meski secara total valuasinya menurun seperti dilaporkan beberapa waktu lalu,  orang tetap mengamati secara cermat portofolio Softbank dan langkah-langkah yang akan diambil.

Di luar aksi korporasi Softbank, pribadi Masayoshi Son juga menarik diamati oleh beberapa pihak. Mereka tertarik melihat Masayoshi mengendalikan perusahaan di tengah badai itu. Badai yang mendera tidak menghilangkan antusiasme, optimisme, dan kharisma yang ada pada dirinya. Dalam sebuah tulisan berjudul "Masayoshi Son, SoftBank's Worried Visionary di Financial Timesdisebutkan, beberapa investor masih menunggu keajaiban dari tangannya meski ia mengatakan akan lebih berhati-hati, sebuah kata yang jarang keluar dari dirinya. Kata itu muncul kemungkinan karena ia merasakan pandemi kali ini memang memukul perusahaanya dengan sangat berat.‎

Pandemi itu sendiri telah membuat perubahan di dalam diri Masayoshi, seperti dikutip dari laman Financial Times pekan lalu. Sebuah sumber yang dekat dengan dirinya menyebutkan, ia kini menjadi aktivis antinuklir, ia kembali asyik dengan akun Twitter-nya yang ditinggal sejak tiga tahun lalu, dan ia lebih banyak membantu mencarikan masker dan alat pelindung diri bagi tenaga medis yang tengah melawan Covid-19. Tentu saja perubahan ini membuat penasaran beberapa investor. Mereka menduga aksi korporasi Softbank ke depan lebih bergantung pada kemampuan kepemimpinannya dibandingkan kemampuan selama ini untuk membuat kesepakatan bisnis (dealmaker).

AFP/TOSHIFUMI KITAMURA

CEO Softbank Group Masayoshi Son menjawab pertanyaan dalam jumpa pers saat perusahaannya mengumumkan kondisi keuangan perusahaan, 7 Agustus 2019. Softbank menyiapkan rencana pembiayaan yang memungkinkan mereka mengendalikan WeWork.

Salah satu yang diduga akan dilakukan Masaoshi Son adalah ia akan melakukan pengendalian penuh pada program Vision Fund, baik pada dana yang sudah dikuncurkan pada putaran pertama maupun pencarian dana untuk program putaran kedua. Langkah ini akan memunculkan perdebatan, misalnya campur tangan Masayoshi yang terlalu besar bakal berdampak tidak baik pada investasi itu, tetapi ada yang mengatakan, ia harus lebih banyak melakukan intervensi untuk menyelamatkan investasi mereka dan mengembalikan kepercayaan anggota sindikasi di Vision Fund.

Sosok Masayoshi sepertinya tidak bakal tenggelam dengan berbagai masalah yang melingkupinya saat ini. Ia mungkin saja tengah merenung dan menghimpun tenaga kembali untuk bangkit. Hari-hari belakangan ini mungkin digunakan untuk membuat ancang-ancang. Kepercayaan publik dan investor pada dirinya mungkin tetap tinggi, setidaknya ketika mereka membaca cuitan Masayoshi di Twitter beberapa waktu lalu, "Semua penyebab kegagalan ada pada diri saya, bukan dari luar. Tidak ada jalan keluar hingga saya mengakui hal itu".

Kompas, 28 Mei 2020

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger