Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 16 Juni 2020

CATATAN URBAN: Pahlawan Penyelamat Itu Bernama Taman Kota (NELI TRIANA)


KOMPAS/PRIYOMBODO

Foto udara Taman Puring, Jakarta Selatan, yang telah direvitalisasi dan menjadi ruang publik baru yang ramai dikunjungi warga, Sabtu (29/2/2020).

Sepanjang masa pembatasan sosial berskala besar, berada di taman kota menjadi salah satu yang paling dirindu kaum urban. Di taman-taman kota yang menjadi bagian dari ruang publik ini, siapa saja bebas beraktivitas di luar ruang, olahraga, dan menghirup udara bersih. Hal-hal yang diyakini dapat meningkatkan imunitas tubuh dan amat diperlukan dalam melawan pandemi.

Namun, sifat virus korona baru yang mudah tersebar dan menjangkiti orang melalui percikan cairan tubuh dari hidung dan mulut mendorong pemerintah mengambil kebijakan menghentikan hampir semua kegiatan yang berkenaan dengan kerumunan orang. Selama hampir tiga bulan terakhir, taman-taman kota, termasuk ruang publik terpadu ramah anak (RPTRA) di banyak lokasi di Jakarta, ditutup.

Nasib serupa menimpa fasilitas publik lain dalam skala berbeda. Angkutan umum antarkota dihentikan dan angkutan perkotaan  harus mengurangi kapasitas layanannya hingga 70-80 persen dari daya tampung normal. Dari pertengahan Maret sampai Juni ini, perekonomian nyaris mandek. Orang-orang lebih banyak berkegiatan di rumah. Dunia hampir pasti sedang menuju resesi global.

"Respons terhadap Covid-19, meskipun jelas diperlukan, menciptakan beban besar (bagi semua). Ada demam kabin (karena harus tinggal di rumah dan berjarak dari orang lain), kesepian, kecemasan, stres, dan rasa kehilangan," kata Howard Frumkin, Profesor Emeritus Ilmu Lingkungan dan Kesehatan Pekerjaan Universitas Sekolah Kesehatan Publik Washington, Amerika Serikat, seperti dikutip CityLab, kanal khusus ulasan isu perkotaan besutan Bloomberg, 4 Juni 2020.

KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Pada masa transisi pembatasan sosial berskala besar (PSBB) ini, taman kota dan ruang publik terpadu ramah anak (RPTRA) masih ditutup.

Laporan dari The Trust for Public Land (TPL), lembaga nirlaba di AS seperti dikutip dari laman resminya, mengungkapkan, dalam kondisi tertekan tersebut, masyarakat AS masih cukup beruntung karena taman-taman kota di sana masih dibuka untuk umum saat perkantoran, toko, pusat belanja, dan hampir semua kegiatan lain dihentikan selama pandemi. Di Pennsylvania, misalnya, tingkat kunjungan ke taman naik 165 persen pada Maret lalu.

Memang cara Pemerintah AS menangani pandemi dan reaksi masyarakatnya atas penyakit akibat terinfeksi virus korona baru dinilai bukan contoh baik bagi publik. Warga di sana sebagian menolak kebijakan penutupan wilayah (lockdown) untuk mencegah penularan Covid-19. Di sisi lain, kebijakan Pemerintah AS juga dianggap tidak responsif dan lebih mementingkan perputaran ekonomi dibandingkan dengan kesehatan publik.

Meskipun demikian, gagasan pemanfaatan ruang publik, terutama taman kota, sebagai salah satu instrumen melawan pandemi amat layak diperhitungkan dan diadopsi dengan pengetatan penerapan protokol kesehatan. TPL memaparkannya dalam laporan yang bisa diakses di Parks and The Pandemic.

Tentu gagasan ini tidak berdiri sendiri, melainkan tetap jadi bagian dari skenario besar upaya melawan Covid-19. Upaya yang dimaksud, antara lain, penguatan di bidang penyediaan fasilitas kesehatan, tes usap massal yang terukur dan hasilnya cepat, hingga upaya penyehatan ekonomi serta edukasi publik untuk penerapan protokol di segala lini.

TPL ada sejak 1972 dan mengelola kerja sama di antara berbagai pihak untuk mewujudkan lahan bersama bagi publik yang diwujudkan dalam bentuk taman kota hingga taman nasional di AS. TPL memaparkan taman secara luas diakui sebagai bagian dari sistem layanan publik yang tepat untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan publik yang berkorelasi dengan terjaminnya kesejahteraan warga.

Pada dasarnya, serangan wabah ini berdampak pada yang terinfeksi dan yang tidak. Tentu saja taman hanya boleh dikunjungi warga yang tidak sedang dirawat di fasilitas kesehatan atau tidak sedang menjalani isolasi mandiri karena terbukti positif Covid-19. Bagi yang terdampak, meskipun tidak terinfeksi SARS-CoV-2, berada di taman akan mengurangi kecemasan, stres, depresi, dan  meningkatkan kesehatan fisik. Jika tetap ada kesempatan mengakses taman kota, TPL menyatakan semakin ada peluang untuk mengatasi dan pulih dari krisis.

Semakin ada kesempatan warga mengakses taman kota, semakin ada peluang warga mengatasi dan pulih dari krisis.    

Fungsi ruang terbuka publik, termasuk taman kota itu, antara lain, merujuk pada hasil riset empat sekawan urbanis Stephen Carr, Mark Francis, Leanne G Rivlin, dan Andrew M Stone. Pada 1992, mereka menerbitkan Public Spaces, buku klasik yang masih jadi rujukan penata kota, peneliti, dan pencinta perkotaan hingga kini.

Stephen Carr dalam buku itu menyatakan bahwa ruang terbuka publik adalah suatu tempat umum tempat masyarakat melakukan aktivitas rutin dan fungsional yang mengikat sebuah komunitas, baik dalam rutinitas normal hari maupun dalam perayaan yang periodik. Seiring perkembangan zaman, ruang terbuka publik turut berubah dan makin menjalankan fungsi penting sebagai tempat bagi masyarakat untuk bertemu, berkumpul dan berinteraksi, baik untuk kepentingan keagamaan, perdagangan, maupun membangun pemerintahan.

Menyambung napas

Di Jakarta, sejak setidaknya tujuh tahun terakhir, upaya intensif guna menambah ruang terbuka hijau publik terlihat nyata.

Disarikan dari pemberitaan Kompas, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terhitung sampai 2018 telah membangun sedikitnya 290 RPTRA. Pada tahun 2019, ada target penambahan 53 taman maju bersama (TMB). Jika RPTRA berfokus pada taman ramah anak, TMB bercita-cita bermanfaat bagi semua kalangan masyarakat.

Tahun ini, ada rencana membangun 51 TMB lagi dengan anggaran Rp 190 miliar. Namun, wabah menyerbu pada awal 2020 dan kini Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI yang semula di atas Rp 80 triliun berkurang hingga 53 persen. Harapan penambahan taman kota pun kandas seiring semua dana tersedot untuk penanganan wabah penyakit alias pagebluk.

Akan tetapi, dengan total 343 RPTRA dan TMB ditambah masih ada area publik lebih besar, seperti di Taman Monumen Nasional (Monas), Gelora Bung Karno, dan hutan kota di kawasan Ragunan, Jakarta Selatan, Ibu Kota terhitung memiliki cukup modal untuk memastikan 11 juta jiwa warganya tetap bisa mengakses taman kota. Hanya perlu dilihat lagi apakah taman-taman kota siap menerima kembali kehadiran orang-orang di dalamnya tanpa menambah daftar baru pusat penularan Covid-19.

Hanya perlu dilihat lagi apakah taman-taman kota siap menerima kembali kehadiran orang-orang di dalamnya tanpa menambah daftar baru pusat penularan Covid-19.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 menegaskan, ruang terbuka hijau (RTH) taman kota adalah taman untuk melayani penduduk  kota atau bagian dari wilayah  perkotaan. Ada ketentuan daya tampung RTH taman kota yang merujuk pada berapa luas kebutuhan ruang per individu di tempat terbuka tersebut. Ada penjelasan guna melayani minimal 480.000 jiwa penduduk, standar minimal luas RTH taman kota adalah  144.000 meter persegi.

Jadi, dari ketentuan itu sudah diatur ada ruang sekitar 3,3 meter persegi untuk satu orang di dalam taman. Luas ruang minimal agar setiap orang merasa nyaman dan aman di ruang publik itu ternyata sesuai dengan syarat jarak aman demi terhindar dari percikan cairan tubuh orang lain.

Dalam regulasi yang sama, taman kota ditetapkan berupa lapangan hijau yang  dilengkapi fasilitas rekreasi dan olahraga dengan  minimal RTH 80-90 persen.  Dominasi "hijau" itu syarat mutlak untuk mendapatkan suasana lebih sejuk, segar, yang membantu para pengunjungnya merasa lebih rileks.

KOMPAS/AGUS SUSANTO

Remaja bermain skateboard di area taman terbuka hijau Taman Puring, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (29/1/2020).‎

Tanpa anggaran

Membenahi taman-taman agar selaras dengan tuntutan kondisi sekarang tanpa menguras anggaran yang memang tidak ada lagi, menjadi tantangan tersendiri. Prinsip saat ini adalah memaksimalkan yang ada dengan anggaran perawatan taman yang tetap ada di bawah dinas terkait meskipun anggaran pembangunan taman baru ditangguhkan.

Pengelola taman didorong tangkas berinisiatif dan bersiasat. Target saat ini adalah memaksimalkan anggaran minim agar tetap bisa mengelola pegawai guna memastikan jumlah pengunjung tak melebihi kapasitas. Selain itu, juga memastikan perawatan dan  sarana-prasarana di dalam taman terjaga.

Jika lebar jalur pejalan kaki kurang dari 3 meter, mengapa tidak dibuat panduan arus aliran pengunjung yang memungkinkan mereka tidak saling berpapasan? Ada rambu-rambu jaga jarak aman antarorang, jika bersin harus menutup mulut dan hidung lalu cepat cuci tangan, melarang pengunjung bercengkerama bergerombol, dan masker dipasang dengan benar.

Perlu dihitung kembali secara cermat rasio luas total taman kota dengan jumlah penduduk kota dan mudah tidaknya taman-taman itu diakses warga. Jika ada kekurangan ketersediaan taman, pemerintah kota bisa menggunakan area umum lain yang telah ada untuk memenuhi hak warga atas ruang terbuka publik.

Trotoar dan bantaran sungai adalah bagian dari ruang publik yang terbukti kala ditata apik mampu menarik masyarakat perkotaan berlabuh di sana, melewatkan waktu jedanya.

KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Fasilitas cuci tangan yang dilengkapi sabun disediakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di di trotoar Jalan Sudirman, Jakarta, Jumat (27/3/2020).

Trotoar dan bantaran sungai adalah bagian dari ruang publik yang jika ditata apik mampu menarik masyarakat perkotaan berlabuh di sana, melewatkan waktu jedanya.

Jadi, tak ada salahnya jika Pemprov DKI Jakarta memulai kampanye aman berada di ruang publik diawali dari oase-oase yang tersedia di kota ini. Dari taman kota, dari ruang publik, mari menyemai asa bahwa siapa saja mampu melawan wabah ini asalkan sama-sama disiplin mematuhi rambu-rambu tatanan anyar kehidupan berkota.

Kompas, 13 Juni 2020

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger