Cari Blog Ini

Bidvertiser

Minggu, 21 Juni 2020

MENUJU NORMAL BARU: Lima Hal yang Membuatmu Aman Main di Taman Kota (NELI TRIANA)


KOMPAS/NELI TRIANA

Tangkapan layar dari paparan Nirwono Joga dalam diskusi daring "Taman Kota di Era Normal Baru", Sabtu (20/6/2020).

Taman-taman kota di DKI Jakarta resmi dibuka kembali. Khususnya untuk taman rekreasi, seperti di Ancol, Jakarta Utara dan Ragunan, Jakarta Selatan, mulai menerima pengunjung lagi, Sabtu (20/6/2020). Taman-taman untuk olahraga, termasuk Gelora Bung Karno di Jakarta Pusat, sudah menampung pencinta olah fisik tubuh sejak tengah pekan lalu.

Senangnya, ya, bersua dengan ruang terbuka hijau luas, banyak pohon, rumput terhampar hijau. Namun, main ke taman kini ada rambu-rambunya. Semua aturan dibuat agar warga tetap sehat selamat selama dan setelah bersenang-senang di taman kota.

Dalam Ngobrol Online Bareng tentang Taman alias Nobita yang digelar Kemitraan Kota Hijau dan Ayo ke Taman, Sabtu pagi hingga siang, ada informasi menarik tentang bagaimana warga sebaiknya mengakses taman di masa pandemi ini. Nobita kali ini bertema "Taman Kota di Era Normal Baru".

Nirwono Joga, arsitek lanskap dan pegiat Kemitraan Kota Hijau, dalam diskusi daring tersebut mengatakan bahwa pAda masa transisi ini ada rambu-rambu khusus untuk ke taman kota. Nirwono merujuk dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), lembaga di bawah Departemen Kesehatan dan Layanan Masyarakat Amerika Serikat (HHS), menyebutkan bahwa di masa sekarang lebih baik ke taman yang paling dekat dengan rumah; selalu jaga jarak aman dengan orang lain selama di taman; jangan ke taman saat merasa sakit atau baru-baru saja terekspos dengan sumber penularan Covid-19; jangan menggunakan fasilitas air mancur, kolam air, dan lainnya; serta hindari berpartisipasi dalam kegiatan terorganisasi yang memicu kerumunan.

"Sebisa mungkin ke taman yang bisa dijangkau dengan jalan kaki atau bersepeda dari rumah," kata Nirwono.

Sebisa mungkin ke taman yang bisa dijangkau dengan jalan kaki atau bersepeda dari rumah.

KOMPAS/NELI TRIANA

Peran taman kota di era pandemi seperti yang terlihat dari tangkapan layar dari paparan Nirwono Joga dalam diskusi daring "Taman Kota di Era Normal Baru", Sabtu (20/6/2020).

Memilih taman terdekat dari tempat tinggal dilatari alasan kuat, yaitu agar pergerakan manusia tetap dibatasi demi mengurangi potensi penyebaran virus korona baru penyebab Covid-19.

Selain itu, Nirwono mengingatkan fasilitas lainnya, seperti cek suhu tubuh, pintu keluar-masuk dibatasi, ada pengaturan arus pergerakan orang di dalam taman, dan secara berkala diadakan tes cepat atau uji usap tenggorokan. Jika hasilnya ada reaktif atau positif Covid-19, taman harus langsung ditutup sementara.

Suryono Herlambang, dosen di Perencanaan Kota dan Real Estat Universitas Tarumanagara (Untar), Jakarta, menambahkan bahwa kebutuhan untuk berada di ruang terbuka hijau, termasuk taman kota, adalah kebutuhan dasar untuk menjaga kesehatan jiwa kaum urban.

"Jika di masa pandemi ini bansos (bantuan sosial) itu untuk membantu memenuhi kebutuhan fisik, kebutuhan dasar kita (seperti bahan pokok), maka taman kota itu perlu tetap ada untuk menjaga kesehatan jiwa kita," kata Suryono yang juga peneliti di Center for Metropolitan Studies (Centropolis) Untar.

Suryono menggarisbawahi tentang ketersediaan taman di kota seperti Jakarta. Benarkah taman-taman kota telah tersedia memadai dan mudah diakses oleh 11 juta jiwa warga Ibu Kota yang berada di lahan 661,5 kilometer persegi total luas DKI Jakarta?

Jika di masa pandemi ini bansos (bantuan sosial) itu untuk membantu memenuhi kebutuhan fisik, kebutuhan dasar kita (seperti bahan pokok), maka taman kota itu perlu tetap ada untuk menjaga kesehatan jiwa kita.

KOMPAS/NELI TRIANA

Suryono Herlambang dari Universitas Tarumanagara, Jakarta

Hal ini yang belum dijamin, bahkan meskipun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sejak sekitar satu dekade terakhir giat membangun taman kota. Tak kurang ada 290 ruang publik terbuka ramah anak (RPTRA) dan 53 Taman Maju Bersama tercatat hingga akhir 2019.

Atase Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia di Tokyo, Jepang, Alinda FM Zain, yang juga seorang urbanis,  menyatakan, setiap kota perlu memasukkan taman dalam sistem tata kotanya. Taman pada dasarnya tidak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-hari warga metropolitan seperti Jakarta.

"Di Jepang, saya belajar bahwa di sini taman itu ada di setiap kawasan yang serupa dengan kelurahan. Taman bisa untuk semua umur dari anak balita sampai orang lansia. Taman bahkan terintegrasi dengan sistem pendidikan bagi anak usia dini yang jadi tanggung jawab pemerintah. Saat orangtua bekerja, anak-anak aman di sekolahnya yang juga memakai taman untuk tempat belajar dan bermain. Jadi mereka tidak khawatir. Orangtua atau orang dewasa yang bekerja dengan baik berarti ekonomi kota juga berjalan baik, kata Alinda.

Selama pandemi ini, taman di Tokyo tidak ditutup. Sistem pendidikan untuk usia dini dengan membawa anak-anak ke taman masih berjalan. Sementara orang tua dan orang dewasa lain patuh pada imbauan pemerintah untuk semaksimal mungkin beraktivitas dan bekerja di rumah. Dengan demikian, Tokyo dan Jepang secara keseluruhan menjadi salah satu negara yang cepat pulih dari pandemi.

"Saat ini di Tokyo sedang masa transisi, seperti pembatasan sosial skala besar (PSBB) transisi tahap ketiga menuju normal baru," tambah Alinda.

Di Jepang, taman kota tidak tutup selama pandemi.

KOMPAS/NELI TRIANA

Alinda Zain, Atase Pendidikan dan Kebudayaan, KBRI, di Tokyo, Jepang.

Kejelasan kebijakan dan penerapannya hingga ke tingkat paling bawah dan  ketaatan warga Jepang menyebabkan "Negara Matahari Terbit" itu termasuk cukup berhasil menangani pandemi. Ini tentunya juga didukung ketersediaan fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, dan dukungan skema pendanaan yang ketat serta jelas di negeri itu.

Belajar tak henti 

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang ikut bergabung dalam ngobrol daring, Sabtu,  menyatakan bahwa selama pandemi ini terjadi proses pembelajaran yang sampai sekarang belum berhenti.

"Coba lihat WHO (Organisasi Kesehatan Dunia). Dulu pernah bilang orang sehat tidak perlu memakai masker. Dalam perkembangannya, lantas WHO meminta semua orang yang berada di luar rumahnya mesti memakai masker dan menjaga jarak. Jadi ada perkembangan-perkembangan, demikian juga kita di sini. Jika ada yang bilang paling tahu soal bagaimana menangani pandemi, saya rasa itu salah," kata Anies.

Anies mengatakan bahwa saat ini yang diperlukan adalah pemerintah hadir untuk membimbing masyarakat agar taat rambu, terus belajar, dan menerapkan protokol kesehatan sehari-hari.

Terkait istilah normal baru, Anies tidak begitu setuju dan lebih memilih memakai istilah menuju era masyarakat yang sehat, aman, dan produktif. Menghubungkan hal tersebut dengan taman kota, Anies menyebutkan bahwa pihaknya dari sisi pemerintah berkewajiban menyediakan common goods, seperti memastikan ada  pintu keluar masuk yang aman di taman, ada tempat cuci tangan, dan ada alur jalan di taman yang memungkinkan antarorang tidak berpapasan atau berada dalam jarak tidak aman. 

KOMPAS/NELI TRIANA

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat hadir dalam diskusi daring "Taman Kota di Era Normal Baru", Sabtu (20/6/2020).

"Fasilitas di taman seperti kursi tidak boleh dipakai dulu. Masyarakat diminta terus bergerak di dalam taman, tidak berkerumun," kata mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tersebut.

Namun, Anies juga tidak bisa memastikan apakah semua hal tersebut akan berlaku selamanya. Kembali, ia menyebut ada proses belajar yang belum selesai dan semua bisa saja berubah kembali. Yang pasti, untuk saat ini, aman bermain di taman adalah dengan menaati protokol kesehatan. Jangan nongkrong sambil bergerombol, ya.

Kompas, 21 Juni 2020

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger